Maaf

1016 Words
Suasana ruangan itu kembali sunyi, Mourent memainkan bolpoin yang ada di tangannya, dan pandangannya melihat baris demi baris kalimat yang ada di dalam berkas itu. "Apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Mourent memecahkan keheningan. "Tidak tahu, yang pasti aku akan resign dari rumah sakit," jawab Hanan ingin menunjukkan senyumannya namun gagal. "Kenapa?" tanya Mourent sedikit terkejut, karena Dokter adalah pekerjaan, bagaimana Hanan bisa resign. "Yang ingin aku jadi dokter itu Dokter Santika bukan aku." "Jika kamu tidak menjadi dokter, lalu apa yang akan kamu lakukan?" Dan di detik ini Mourent masih mengkhawatirkan Hanan. "Menjadi diriku sendiri, aku akan melakukan apapun yang tidak bisa aku lakukan dulu," jawab Hanan. "Mourent, kamu tidak bisa menyalahkan dirimu sendiri di dalam situasi ini, karena sejak awal kesalahan sudah terletak padaku. Aku menikahimu hanya untuk membuat nenek sihir itu tidak lagi mengincar Yang Rou We dan juga Karim. Saat ini mereka sudah aman, berada di tempat yang jauh dan bersama orang yang bisa melindunginya, jadi aku juga kan berhenti menyakiti dan memanfaatkan mu," ucap Hanan dengan menunduk. "Mungkin apa yang aku berikan ini tidak akan bisa menghilangkan kemarahan dan tidak sebanding dengan kekecewaan mu padaku, tapi mungkin akan sedikit meringankan beban mu." "Hanan ayo mencobanya sekali lagi, jika kita tinggal bersama lebih lama lagi mungkin akan berbeda, mungkin selama ini aku belum berusaha lebih keras lagi untuk membuat hubungan kit lebih baik," ucap Mourent dengan lembut, dia masih ingin mempertahankan rumah tangga ini. "Rumah tangga itu terdiri dari dua orang yang melengkapi Mourent, kamu selalu melengkapi diriku namun ketika aku akan berjuang, tembok besar dari masa laluku menghalangiku ku, ini adalah jalan yang terbaik, karena jika kita hidup bersama untuk waktu yang lebih lama maka aku akan menyakitimu lebih dalam lagi, Mourent aku tidak bisa melihat ada wanita lain yang menderita karena aku, sudah cukup Yang Rou We dia sudah aku sakiti sampai ke tulang dan aku tidak ingin melakukan padamu." Mourent terdiam, dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan rumah tangga mereka namun tidak ada artinya jika dia yang berjuang sendirian, karena Hanan sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. "Apartemen ini akan aku alihkan atas nama mu, biarkan pengacara mengurus semuanya menjadi harta gono-gini." "Tidak," jawab Mourent. "Aku tidak bisa membiarkan kesulitan ketika berpisah denganku, aku akan lebih merasa bersalah dengan itu, jika kamu ingin pulang ke Banyuwangi, aku akan mengantar mu namun kamu akan tetap mendapatkan harta gono-gini ini." "Untuk apa? Apakah kamu ingin aku tinggal di sini dengan ada bayang-bayang mu?" "Buat kenangan baru Mourent di rumah ini, kamu bisa menikah dan memiliki keluarga kecil yang baru dan tutupi kenangan ku di sini dengan tawa dan tangis dari anak-anak mu nanti." "Aku tidak yakin, jika masih ada sisa laki-laki baik di luar sana yang mau menikah dengan ku," jawab Mourent lirih dan pandangannya fokus ke Hanan yang duduk di depannya. "Pasti ada," jawab Hanan. "Kamu seseorang yang baik, pasti akan ada laki-laki baik yang akan berjodoh denganmu." "Apakah kamu akan menikah lagi setelah berpisah denganku?" tanya Mourent. "Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan tapi sepertinya tidak, aku menemukan mu, seorang wanita yang sangat baik dan aku tidak bisa mencintaimu bagaimana aku jatuh cinta lagi pada orang lain yang ke pribadinya masih perlu di uji." Mourent memejamkan matanya sambil menunduk, dia saat ini masih ingin memperjuangkan keutuhan hubungannya dengan Hanan, namun apalah daya mungkin ini adalah akhir dari semuanya. Mourent mengembuskan napas panjang dari mulutnya, kemudian mengambil berkas itu dan menandatangani surat perpisahan mereka. "Terimakasih," ucap Hanan. Mourent tidak ingin mengeluarkan suara apapun, karena dia takut jika dia berbicara dengan suaranya yang sumbang. "Jangan sungkan untuk menghubungi aku, ketika kamu memiliki masalah, aku akan datang membantu mu semampuku, dan ...," Hanan berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Hari mu akan lebih baik setelah ini, maaf untuk segalanya." Mourent tidak melihat Hanan, dia memalingkan wajahnya dari Hanan tanpa ada suara sedikitpun keluar dari mulutnya. Hanan beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamar untuk berkemas, Mourent mengangkat kepalanya agar air mata yang sudah tertampung di dalam kelopak matanya tidak jatuh. Perasaan sedih pasti tapi Mourent merasakan sesuatu yang tidak bisa di deskripsikan dengan kata-kata. Hanan keluar dari kamar, dengan hanya membawa satu koper dan satu tas punggung, dia berhenti di samping Mourent yang tidak mau melihatnya. "Aku akan pergi ...," ucap Hanan lirih. "Bisakah aku minta satu hal," ucap Mourent ketika Hanan sudah membalikkan tubuhnya. "Satu pelukan terakhir," ucap Mourent lirih sambil menunduk. "Ok." Mourent berdiri dan di hadapan Hanan, namun Mourent tidak berani menatap mata Hanan yang ada di depannya. Hanan melangkah satu langkah ke depan dan mengambil inisiatif untuk memeluk Mourent yang hanya berdiri di depannya. Hanan memeluk Mourent dengan sangat erat, tidak hanya memeluknya Hanan juga mengecup puncak kepala Mourent. Mourent ingin menangis di pelukan Hanan, namun dia masih berusaha untuk tidak menunjukkannya. Keharuman tubuh Hanan sudah melekat untuk Mourent dan mungkin dia akan kesulitan jika untuk melupakan aroma tubuh Hanan. Mereka berpelukan cukup lama hingga Mourent sendiri yang melepaskan pelukan mereka. Mourent merasa susah cukup, jika lebih lama lagi mungkin Mourent akan menghancurkan berkas yang ada di atas meja untuk membatalkan rencana perpisahan mereka. Hanan mengulurkan tangannya untuk membelai pipi Mourent kemudian dia segera pergi dengan barang bawaannya, Mourent menyaksikan punggung itu, punggung yang dia lihat sudah lebih satu tahun namun sekarang dia akan kehilangan pemiliknya. Untuk beberapa saat Mourent menatap kearah di mana Hanan menghilang di balik pintu, otaknya seperti berhenti berpikir, cukup lama Mourent dalam posisi seperti itu, kemudian dengan lemah Mourent menyeret langkahnya masuk ke dalam kamar. Dengan ceroboh Mourent menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang, ini masih pagi dan teraman pagi untuk kembali tidur, namun saat ini yang di butuhkan Mourent hanya memejamkan matanya dan mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang lelah. Mourent terisak dan kini dia baru bisa menangis sambil menimbulkan suara keras. "Keadaan macam apa ini?" ucap Mourent lirih. Mourent merasakan kekosongan di dalam dirinya, Mourent tidak menyangka jika dia akan berpisah dengan Hanan secepat ini. Hampir seharian Mourent tidak mengerjakan tubuhnya sama sekali dari atas ranjang, dia sedang di fase menyedihkan, dan dia tidak memikirkan seseorang yang bisa di ajak bicara untuk sekedar mendengarkan keluh kesahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD