Berkas

1037 Words
"Kamu tidak bekerja?" tanya Mourent pada Hanan yang sudah selesai sarapan namun tidak kunjung pergi bekerja. "Sepertinya tidak?" jawab Hanan, dia masih duduk di maka makan sedangkan Mourent membersihkan meja makan yang penuh dengan bekas sarapan mereka berdua. "Kenapa? Apakah kamu sakit?" Tanya Mourent berhenti di tempatnya sambil membawa piring kotor di tangannya. "Tidak," jawab Hanan lirih. "Lalu?" Mourent tidak lagi melihat Hanan yang masih duduk di kursi meja makan sambil memperhatikan dirinya yang terus bergerak membersihkan piring dan juga peralatan makan lainnya. Hanan tidak kunjung bicara dia membutuhkan waktu lama untuk menjawab pertanyaan dari istrinya itu, sampai Mourent menengok ke belakang ke arah Hanan untuk memastikan jika Hanan masih ada di belakangnya. Mourent mengerutkan keningnya karena dia tidak mendapat mendapat jawaban dari Hanan, Hanan malah pergi ke dalam kamar dan keluar setelah beberapa saat kemudian dengan membawa sebuah berkas di tangannya. Hanan kembali duduk di tempatnya semula tanpa mengatakan sepatah kata pun menunggu Mourent menyelesaikan pekerjaan yang sedang dia lakukan, Mourent melirik berkas yang ada di atas meja dengan dua tangan Hanan ada di atasnya. Mourent sedikit memiliki firasat buruk karena dia tahu sedikit tentang sifat Hanan yang tidak pernah serius ini ini kecuali menyangkut 1 orang. "Aku punya sesuatu untuk mu," Hanan menyodorkan berkas itu ke Mourent yang baru saja duduk. "Apa?" jawab Mourent. "Bacalah," sahut Hanan dengan lirih. Mourent membuka berkas yang baru saja disodorkan oleh Hanan dia tidak perlu membaca banyak karena kata diatas sudah bisa dipahami oleh Mourent, 1 kalimat pembuka di atas lembar putih itu sudah menjelaskan semua isi dari berkas itu. Mourent tersedak oleh air liurnya sendiri saat membaca itu, namun dia segera mengontrol dirinya sendiri setelah itu melanjutkan membaca isi berkas itu keseluruhan, pada intinya hanya 1 kata yang ingin dikatakan oleh Hanan. "Cerai?" gumam Mourent sambil melihat Hanan yang ada dihadapannya. "Kenapa?" imbuh Mourent. "Aku tidak bisa menyakitimu setiap hari pernikahan ini mungkin lebih baik diselesaikan di sini saja jika kedepannya akan menyakitimu." "Kenapa kamu mengambil keputusan sepihak, padahal aku sama sekali tidak pernah mengeluh dengan pernikahan ini?" Mourent mencoba mengangkat kepalanya meskipun matanya sudah terasa panas Tapi entah mengapa dia tidak ingin Hanan tahu jika saat ini dia ingin menitikan air mata. "Mourent, meskipun kamu tidak pernah mengeluh tapi aku punya mata aku bisa melihatnya, mata aku masih bisa melihat dengan normal bagaimana ada laki-laki sejahat aku memiliki wanita sebaiknya sebaik kamu kamu terlalu baik Mourent untuk laki-laki sepertiku." "Apakah ini karena Yang Rou We?" Hanan tidak langsung menjawab. Dia juga tidak tahu ini ini ada hubungannya atau tidak dengan mantan kekasihnya tapi Hanan sudah memikirkannya berulang kali dan sudah berusaha 3 malam dan pada akhirnya dia tetap gagal. "Aku tidak tahu," jawab Hanan tidak yakin. "Apa kamu ingin kembali pada Yang Rou We?" "Itu tidak mungkin," jawab Hanan dengan cepat. "Lalu apa yang kamu harapkan dari perpisahan ini kita perlu mencoba kembali Hanan mungkin waktu setahun lebih kita bersama belum cukup untuk menumbuhkan rasa cinta padamu jujur untuk detik ini aku sudah sangat mencintaimu Aku akan melakukan kan apapun yang mungkin bisa membuatmu jatuh cinta padaku dan melupakan mantan kekasih mu itu." "Aku sudah mencobanya 3 kali Mourent, pada akhirnya aku menyakitimu dan juga aku mah sangat merasa bersalah atas ketidak mampuan ku menerimamu sepenuhnya menyingkirkan semua bayangan tentang Yang Rou We di dalam benakku." Hanan mencengkram rambutnya sendiri dengan kedua tangannya ketidakmampuannya membuatnya frustasi karena selain menyakiti orang lain Hanan juga sangat tersiksa karena bayangan wanita lain dibenaknya yang selalu muncul ketika Hanan mencoba menyentuh istrinya sendiri. "Apakah seburuk itu aku di matamu?" "Tidak, tidak Mourent," Hanan menjawabnya dengan cepat dia menyangkal Apa yang dipikirkan oleh Mourent pada dirinya sendiri. "Kamu baik, sangat baik, tapi sayang mungkin kita tidak berjodoh." "kamu mengatakan jika aku baik asal kamu tahu kamu juga laki-laki baik jika laki-laki sepertimu bukan jodohku lalu laki-laki macam apa yang akan menjadi jodohku bukankah jodoh itu cerminan diri lalu laki-laki seperti apa yang pantas menjadi jodohku?" "Kamu akan menemukannya nanti," jawab Hanan lirih. "Nanti? Bahkan kamu tidak yakin dengan apa yang aku ucapkan," sahut Mourent. Mourent dan Hanan jatuh dalam keheningan keduanya sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing Hanan tidak lagi bimbang dengan keputusannya tapi dia tidak tahu bagaimana Hanan meyakinkan pada wanita di depannya ini jika berpisah mereka adalah jalan yang paling baik untuk dua belah pihak karena tidak ingin menyakiti dia lagi dan tersisa dengan keadaan ini. "Mourent, bisakah aku jujur padamu," Hanan membuka pembicaraan kembali, setelah mereka saling diam untuk waktu yang lama. "Hemm ...," gumam Mourent untuk mengiyakan permintaan Hanan. "Jika boleh jujur sebenarnya aku menikahimu karena terpaksa lebih tepatnya karena sebuah ancaman," ucap Hanan dengan pelan. Mourent yang awalnya melihat berkas yang ada di atas meja ini mengangkat kelopak matanya untuk melihat Hanan yang ada dihadapannya lebih jelas, dia mencari jejak kebohongan di mata Hanan yang juga sedang menatapnya namun sayangnya tidak menemukannya. "Siapa?" "Dokter Santika," jawab Hanan, yang tidak lain adalah ibu kandungnya sendiri. Mourent tersenyum kecil, dia ingin tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh anak namun wajah anan sama sekali tidak mendukung dengan tawa kecil yang di buat oleh Mourent. Hanan begitu serius dan tidak sedang bercanda tapi seorang ibu mengancam anaknya sendiri bukankah itu sedikit konyol. "Mungkin kamu tidak akan mempercayai apa yang aku katakan tapi aku Aku mengatakan yang sesungguhnya kamu adalah orang pertama yang akan mendengar cerita ini langsung dariku bahkan Yang Rou We tidak tahu soal itu." Mourent tidak menjawab dia memandang Hanan lebih lekat karena bagaimana Hanan sangat mencintai dan mempercayai Yang Rou We tapi Yang Rou We tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara hubungan mereka. "Saat itu Yang Rou We sedang hamil sekitar 3 atau 4 bulan kami berencana akan menikah bulan berikutnya tapi dokter Santika merusak segalanya dengan ancaman yang tidak pernah terpikirkan olehku. Kamu tahu Mourent wanita sihir itu mengatakan padaku jika aku menikah dengan dia wanita hasil ritual akan membunuh Yang Rou We dan juga calon bayi kami." "Ancaman pembunuhan? Oleh Ibu kandung mu sendiri?" tanya Mourent tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Hanan. "Iya, ancaman pembunuhan akan dilakukan kepada calon menantu dan cucunya lalu aku harus berbuat apa memilih memilih memilih melihat mereka hidup dengan baik dengan aku tersiksa selama ini atau melihat mereka dalam wujud tidak bernyawa karena egoku?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD