Lukisan dari pemuda asing

1012 Words
Mourent mengalami serangan sakit kepala karena situasi ini namun dia sedikit terhibur karena wajah yang ada di ponsel ibunya ternyata memiliki kenangan tersendiri di memori otaknya. Saat itu Mourent sedang berlibur di sebuah kawasan Padang rumput yang luas dengan di kelilingi beberapa bukti, tempat wisata ini masih di dalam negeri namun fibes nya seperti berada di luar negeri, banyak orang yang datang hanya untuk mengambil foto dan meng-upload nya di sosial media, namun saat itu Mourent dalam suasana hati yang buruk jadi dia tidak bergabung dengan lainnya menikmati tempat yang mereka kunjungi. Banyak dari mereka membawa kamera besar untuk mengambil keindahan ciptaan Tuhan ini, ada juga yang hanya mengunakan sekedar ponsel untuk menyimpan kenangan indah ini. Mourent lebih memilih duduk di atas rumput dan hanya mengawasi kawanan burung yang sedang mengitari tempat ini. Dan setelah beberapa saat dia beru sadar jika dia di awasi oleh seseorang. "Maaf kakak, kenapa sedari tadi kamu terus mengawasi ku?" tanya Mourent pada seorang pemuda yang duduk tidak jauh darinya dengan sebuah pensil dan buku di tangannya. "Bisakah jangan bergerak dulu, lima menit saja?" ucapnya sambil melihat Mourent dan kemudian melihat buku di tangannya, dan itu di lakukan secara berulang. "Kenapa?" Mourent masih binggung namun karena tidak memiliki pikiran buruk Mourent masih melakukan yang di inginkan pemuda asing itu, namun tentu saja itu tidak akan sama dengan sebelum Mourent tahu jika ada yang memperhatikan, sebelumnya dia tenang dan hanya memperhatikan sekeliling, sekarang di sedikit gugup dan mencuri pandang pada itu. Saat itu Mourent masih duduk di kelas 8 dia belum pernah jatuh cinta sama sekali namun saat itu dia cukup terpikat pada pemuda yang duduk tidak jauh darinya, dia nampak dewasa meski mereka sepertinya berumur tidak jauh satu sama lain, senyumnya mengembang dan itu sangat manis, Mourent belum ingin memiliki kekasih seperti kebanyakan temannya selain tidak di perbolehkan oleh orangtuanya dia juga tidak mau memilikinya karena karakter ayahnya yang keras dan main tangan menancap di otaknya yang menganggap semua laki-laki itu memiliki karakter yang sama dengan ayahnya. Namun baru kali ini Mourent melihat karakter lembut yang sangat jauh dari ayahnya yang keras, dari tutur bahasanya, Mourent bisa sangat terpikat meski laki-laki itu hanya sedang menggoreskan pensilnya pada buku di tangannya. "Selesai," ucapnya sambil beranjak dan mendekati Mourent yang tidak berkutik di tempatnya. "Lihatlah," Pemuda itu menyodorkan hasil karyanya pada Mourent. Mourent mengulurkan tangannya pada pemuda itu yang berdiri di depannya namun pandangannya tidak tertuju pada buku yang di ulurnya malah tertuju pada wajah pemuda itu. "Waaaahhh ...!" Hanya kata itu yang bisa lolos dari bibir Mourent saat mengalihkan pandangannya dari wajah pemuda itu ke buku gambar di tangannya. Mourent sangat terpesona dengan goresan tangan di depannya, ternyata hasil karya pemuda itu tidak kalah mempesona dengan senyumannya. "Ini sangat indah? Berapa aku harus membayarnya?" Mourent kira jika pemuda itu mencari uang dengan pekerjaan itu. "Tidak, tidak. ini untukmu! Aku memang suka menggambar ini bukanlah suatu yang besar," Pemuda itu begitu ramah dan selalu tersenyum. "Terimakasih banyak," Tentu saja Mourent sangat bahagia. Dia kembali menatap lukisan dirinya sendiri di tangannya saat dia mengangkat kepalanya dia sudah tidak mendapati pemuda itu di hadapannya, Mourent mencari pemuda itu namun tidak menemukannya, begitu banyak orang di sini Mourent tidak bisa mencarinya satu persatu, jadi dia menyerah dan kembali pada lukisan di tangannya. Goresan pensil itu sangat detail, hanya ada dua warna di sana hitam dan putih, namun Mourent sangat terpesona, Mourent mengungkapkan dress dengan rambutnya yang terurai sebahu namun di gambar itu dia memiliki rambut yang panjang dan mahkota yang terbuat dari bunga, Mourent dua kali lipat lebih cantik di dalam lukisan itu. Pemuda itu hanya menggambar dirinya saja dengan bukit yang indah di depannya, meski lukisan ini di gambar dari samping kecantikan Mourent sangat terpancar. Pemuda itu hanya menggambar objek yang penting saja dan membuang yang tidak penting, hanya ada padang rumput yang luar dan bukit yang mengelilinginya dan Mourent menjadi objek utamanya, begitu banyak orang namun mereka hanya objek tidak penting bagi sang pencipta. Mourent mengambil ponselnya dan memotret lukisan tangan itu, menjadikan gambarnya sendiri sebagai welpaper di ponselnya, dan menggulung gambar itu, alih-alih melipatnya agar tidak merusak gambar itu sendiri, suasana hati Mourent saat ini lebih baik, jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Mourent menoleh kebelakang tidak ada satupun yang dia kenal namun ada seseorang di antara mereka yang sudah mencerahkan dirinya hari ini, sejak saat itu Mourent tidak pernah mengganti welpaper ponselnya, pernah beberapa kali namun itu tidak pernah bertahan dua hari, Mourent masih akan mengubahnya dengan lukisan itu. Siapa yang menyangka jika saat ini Mourent di hadapkan dengan situasi seperti ini, dia tidak ingin di jodohkan namun laki-laki yang akan di jodohkan dengan dirinya adalah seorang pemuda yang dia temui dari masa lalu yang namanya saja tidak di ketahui namun sudah menghiburnya sampai Mourent berusia 25 tahun, hanya dengan melihat layar ponselnya Mourent sudah lebih baik jika sedang bersedih. Mourent sekarang dilema, dia duduk di depan komputer dengan civi milik Hanan terpampang nyata di sana dan ponselnya yang menyala dan ada lukisan Hanan 11 tahun yang lalu, pertemuan pertama mereka di tempat wisata yang sangat membekas untuk Mourent. Mungkin saat itu Mourent jatuh cinta pada pandangan pertama namun dia tidak menyadarinya karena dia masih labil dan belum mahir mengartikan sebuah perasaan, apalagi pertemuan itu hanya satu kali, rasa yang ada di dalam hatinya seperti tunas yang akan hidup namun di tepa kemarau kepanjangan yang membuat tunas itu mati sebelum tumbuh, namun saat hujan datang tunas itu kembali tumbuh dengan mudahnya dan cepat menjadi besar. Mourent menyandarkan kepalanya, dia tidak tahu dengan rencana Allah, tapi dia cukup tahu satu hal Allah hanya akan memberikan cobaan di batas kemampuan hambanya, dan Allah selalu memberikan sesuatu yang baik pada hambanya, meski terkadang umatnya yang tidak tahu diri menganggapnya sebagai hal yang buruk. Mungkin saat ini Mourent harus bersyukur karena kenikmatan nampaknya sudah muncul di hadapannya, Allah memberikan jalan untuk dirinya dari semua masalah yang ada. Tiba-tiba Mourent teringat akan Alexy, dia seorang yang di cintai oleh Mourent dalam waktu yang lama tapi ternyata mereka tidak berjodoh, dan sekarang Mourent di beri seorang laki-laki yang mungkin baik untuknya dari pada Alexy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD