Dokter Alhaf Hanan Farras

1017 Words
Mourent menghela napas memberikan ruang di dadanya agar tidak merasa sesak, baru seminggu kemarin dia berargumen dengan ayahnya, dan kini ayahnya sudah memulainya lagi dan lagi. "Bagaimana dia bisa mendapatkan seorang yang mau menikahinya, mencari pekerjaan saja tidak mampu apalagi mencari pendamping hidup," Suara ayahnya masuk ke gendang telinga dan terus menerobos sampai jantung Mourent. Memberikan hantaman keras pada d**a Mourent. "Jika kamu tidak mampu aku akan mencarikan seseorang yang bersedia membawamu pergi dari sini." Mourent masih ingin membuka mulutnya namun ayahnya sudah berlalu dari hadapannya, dia belum di beri kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya kenapa orang tuanya mengambil keputusan dengan sepihak, apa karena Mourent seorang yang tidak pernah membantah perintah dengan begitu ayahmu menganggap keinginannya adalah perintah untuk Mourent dan harus di patuhi. Mourent tidak di beri kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya, dia tidak ingin di jodohkan, tidak ingin menikahi dengan orang asing tapi dia tidak memiki keberanian mencari waktu untuk mengatakan hal itu pada ayahnya dan tidak di beri kesempatan akan hal itu. Mourent belum bisa membuka pembicaraan tentang hati ke hati dengan ayahnya. Dan Mourent di kejutkan kembali oleh ayahnya, dia sama sekali tidak menyangka jika ayahnya ternyata sangat cekatan, dalam waktu satu Minggu ayahnya sudah mendapatkan calon untuk Mourent. Pada awalnya Mourent tidak mengambil serius perkataan ayahnya tentang dia mencarikan calon untuk Mourent karena dia tidak kunjung mendapatkannya, waktu yang di berikan ayahnya hanya satu Minggu, dari mana Mourent mendapatkan dengan waktu yang amat singkat itu, apa menurut ayahnya mencari calon suami seperti mencari sebuah barang yang di sediakan di toko dan bisa di pesan via online. Andai saja jodoh bisa di pesan via online mungkin saat ini tidak ada seorang yang masih melajang di dunia ini karena bisa memesan apa kriteria yang di inginkan. Selain waktu yang amat singkat Mourent juga terkendala dengan perasaan, dia sampai detik ini belum muve on dari Alexy, dia belum tahu caranya membuka pintu hatinya lagi untuk orang lain. Dan kini mau tidak mau dia harus mempersiapkan hatinya untuk orang asing yang disiapkan oleh ayahnya. Siap tidak siap Mourent harus siap, ada seseorang yang akan menemaninya saat ini meski dia belum pernah bertemu dengannya. "Namanya Alhaf Hanan Farras," ucap wanita yang duduk di samping Mourent yang sedang melipat baju. "Siapa? Ibu membicarakan tentang siapa?" Mourent tentu saja tidak paham akan apa yang di katakan ibunya, karena mereka sedari tadi sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri. "Orang-orang memanggilnya dokter Hanan, dia bekerja di rumah sakit besar di Jogja," Wanita itu terus berbicara namun tidak melihat Mourent. "Ibu ...," panggil Mourent, dan akhirnya wanita itu melihatnya, dia menatap Mourent yang masih bertanya-tanya. "Dia adalah orang yang akan di jodohkan denganmu oleh ayah," suara ibunya tidak tinggi dan tidak rendah namun Mourent masih meminta ibunya mengulanginya lagi. "Ha? Apa?" Mulut itu terbuka lebar tidak percaya dengan apa yang di katakan ibunya. "Mereka akan datang dua Minggu lagi." "Ibu?" Mourent menatap ibunya, dia tidak percaya jika wanita itu juga setuju dengan keputusan suaminya. "Apakah jika kita tidak setuju dengan keputusan ayahmu, akan merubah keadaan?" Ibunya tahu apa yang ada di otak putrinya, Wanita itu nampak sudah putus asa. "Aku kira ibu berpihak padaku, tapi mengapa sekarang ibu setuju dengan rencana ayah, ibu ...? Bagaimana aku bisa menikah dengan orang asing, aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya apalagi mengenalnya?" Wanita itu tidak menjawab dia hanya menghela napasnya panjang dan melanjutkan melipat baju. "Ibu ini tahun 2022, bagaimana kalian bisa berperilaku seperti orang jaman dahulu, menikah sekarang tidak seperti jaman dahulu? Ini sangat jauh berbeda?" Mourent saat ini rasanya ingin menangis selain dia tidak ingin tahu bila dengan orang asing dia juga tidak bisa bertengkar dengan ibunya, seumur-umur dia belum pernah berdebat dengan orang yang sudah melahirkannya itu, ibunya selalu membelanya saat suaminya memarahi putri mereka satu-satunya itu dan juga sebaliknya Mourent selalu berusaha menjadi perisai untuk ibunya. Mourent tidak tahu apa maksud ayahnya meminta ibunya menyampaikan semua ini padanya, mungkin laki-laki itu berpikir jika Mourent bicara dengan ibunya akan luluh karena mereka sama-sama seorang perempuan. Tapi ayahnya lupa jika Mourent memiliki watak seperti dirinya yang keras, hanya saja Mourent masih menyembunyikannya karena ibunya selalu mengajarkan hal baik untuk menghormati yang lebih tua. "Jika kamu berpikir perjodohan di jaman sekarang sudah tidak layak lagi, maka berperilaku lah seperti anak jaman sekarang, kamu punya smartphone yang sudah canggih, sinyal yang tidak pernah putus, Hanan adalah seorang dokter dan kamu bisa mengeceknya lewat internet, semua datanya pasti ada." Mourent tidak menjawab dia masih belum bisa menerima kenyataan jika ibunya kini ada di pihak berlawanan dengannya, Mourent mau menikah namun bukan berarti dia di jodohkan juga. "Kamu ingin tahu mengapa ibu menyetujui dan berdiri di tempat yang sama dengan ayahmu?" Mourent tidak bisa menjawab dia hanya memandangi wanita yang amat dia sayangi itu. "Dia dari keluarga baik-baik, ayah dan ibu sudah mengenal keluarganya sejak lama, dia memiliki pekerjaan bagus dan terlebih dia cukup tampan," Ibu Mourent membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah tangkapan layar di ponselnya. Sebuah foto seorang laki-laki memakai jas putih khas dokter ada di sana, ponsel itu menyala di atas meja namun Mourent sama sekali tidak meliriknya sedikitpun, dia masih fokus pada ibunya. "Dia baik, dan juga usianya beda tiga tahun denganmu. Dia menerima perjodohan ini karena tidak memiliki waktu untuk mencari seorang pendamping yang cocok, pekerjaannya sangat padat yang membuat dia tidak bisa banyak bergerak untuk mencari seorang pendamping hidup." Mourent sebenarnya seorang anak yang tidak ingin melawan pada orang tua, tapi sampai kapan, untuk saat ini dia diam. Perdebatan ini mungkin tidak akan berujung, Mourent juga tidak bisa meninggikan suaranya pada ibunya sendiri. Wanita itu sudah sangat menderita dengan memiliki suami seperti ayahnya dan Mourent tidak ingin membuat beban baru pada ibunya karena memiliki seorang putri pembangkang seperti dirinya. Pandangannya menunduk, mungkin mulai sekarang Mourent akan meminta daftar penyakit baru yaitu migrain, kepalanya tiba-tiba terasa sakit dan itu hanya sebagian saja. Tidak segaja Mourent melihat ponsel ibunya yang masih menyala di atas meja dan menapakkan seorang laki-laki yang ibunya bilang bernama Alhaf Hanan Farras, untuk beberapa detik Mourent menatap foto laki-laki itu. Wajahnya rupawan seperti yang di katakan ibunya, tapi bukan itu yang mencuri pandangan Mourent, wajah itu tidak asing dan Mourent seperti Dejavu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD