Tolong gunakan tata bahasa yang baik dan benar

1127 Words
Mourent ingin sekali menutup panggilan ini, panggilan dari Alexy, dia tidak tahu mengapa laki-laki itu menghubunginya setelah sekian tahun berlalu. "Bicaralah, aku sedang sibuk," kata Mourent beralasan, padahal dia tidak memiliki kegiatan apapun saat ini. "Apa kamu sibuk melayani suamimu?" "Iya," jawab Mourent berbohong. Itu lebih baik agar panggilan ini segera berakhir, dia sudah tidak ingin berurusan dengan Alexy lagi, meski dia tahu dan cukup mengenal laki-laki itu, dia baik hanya saja dia melakukan satu kesalahan yang merusak segalanya. "Apa kamu bahagia?" "Tentu saja," Mourent bersikap sangat dingin pada Alexy. "Mourent, bisakah kita bertemu?" "Alexy, aku sudah menikah mana mungkin kita bisa bertemu dan juga aku aku sekarang di luar kota." "Jogja, di Jogja bukan?" Mourent diam, dia tidak tahu mengapa Alexy mengusik kehidupannya lagi dan dia tahu dari mana semuanya. "Sudahkah Alexy, kita sudah selesai bertahun-tahun yang lalu, untuk apa sekarang kamu mengusik kehidupan ku lagi." "Aku masih belum bisa melupakanmu." "Terimakasih, aku tersanjung. Tapi itu sudah usang cerita kita sudah selesai, biarkan aku hidup dengan baik dengan kehidupanku saat ini, aku sudah memaafkan mu, apakah kamu berencana akan membuat luka baru untukku?" "Tidak, aku hanya ingin bertemu kamu sekali saja, kebetulan aku dalam perjalanan pekerjaan, Mourent tolong kabulkan satu permintaan ku." "Tidak dan tidak. Sekarang aku memiliki seorang yang harus aku jaga hatinya dan kepercayaannya, aku tidak bisa membuat kesalahan demi sesuatu yang tidak berguna. Aku sudah tahu bagaimana rasanya kepercayaan di khianati maka aku tidak akan melakukannya. Ok Alexy ... dan tolong jangan hubungi aku lagi." Mourent menutup panggilan itu, dan langsung memasukkan nomor itu ke daftar hitam, dia sudah melakukannya pada Alexy dua kali. Mourent menghembuskan napasnya dari mulut dia berpikir siapa yang memberikan nomor barunya pada Alexy, kenapa dia datang lagi dia saat Mourent sudah memiliki orang lain, kemana perginya Alexy beberapa tahun ini di saat Mourent tidak memiliki siapapun di hidupnya. *** Mourent menjalani hidupnya dengan sangat baik, meski dia hanya berteman dengan Hanan itu sangat-sangat baik jika di bandingkan dengan kehidupannya yang sebelumnya, mereka hidup hanya berdua di sebuah apartemen dan tidak ada seorangpun yang pernah berkunjung di tempat mereka. Mourent menemukan satu fakta jika ternyata Hanan juga memiliki hubungan yang tidak sehat dengan ibunya sendiri, ibunya memiliki sifat yang amat tertolak belakang dengan Hanan yang santai dan mudah bergaul, sedangkan ibunya dia ambisius dan keras, nampaknya sifat Hanan di peroleh dari almarhum ayahnya. "Apa tidak apa-apa, jika aku tidak berkunjung ke rumah ibu mertua?" tanya Mourent pada Hanan saat mereka m mutuskan untuk makan malam di luar. "Tidak apa, kamu tidak perlu merasa bersalah, aku akan bicara dengannya." "Emm," Mourent menyetujui begitu saja. "Walaupun kamu kesana aku tidak yakin jika kamu mendapatkan perlakuan yang baik," Mourent mengerutkan keningnya meminta penjelasan dari Hanan. "Bukannya aku menjelekkan orang tuaku sendiri tapi aku akan mengatakannya sebelum kamu sakit hati karena mendapatkan perlakuan yang berbeda dari saudara-saudara ipar ku yang lain." "Sudahlah jangan di bahas, aku tidak apa-apa," Mourent tersenyum pada Hanan, untuk saat ini tidak ada yang terpenting di dalam hidupnya kecuali Hanan, Mourent sudah bahagia dengan kehidupannya saat ini dia sudah tidak lagi mendengar gumaman ayahnya yang bisa berjam-jam dan bayangan Alexy yang sangat menggangunya, semuanya sudah tergantikan oleh Hanan jika otaknya bisa terlihat mungkin hanya akan ada nama dan wajah Hanan yang menjadi penghuninya. Hanan dan Mourent memilih sebuah warung makan yang sederhana dan ada di sebuah gang, Namun menurut Hanan rasa masakan di sini tidak jauh berbeda dengan makanan yang di jual di restoran, bukannya Hanan pelit namun lidahnya sudah sang cocok dengan rumah makan sederhana itu, dan itu yang sulit di cari. Saat Mourent menanti makanan mereka jadi dia tidak sengaja memperhatikan pasangan yang duduk tidak jauh dari mereka. Ada seorang wanita yang cantik menghampiri pasangan itu dan berdiri di depan laki-lakinya. "Mas, aku hamil," ucap wanita berambut panjang itu. "Ha?" Laki-laki itu membuka mulutnya lebar, dia mengurungkan niatnya menghisap rokok yang ada di sela-sela jarinya. "Apa?" Suara istrinya meninggi dan langsung berdiri, tanpa pikir panjang dia mengguyur suaminya mengunakan teh manis miliknya. "Memangnya aku kurang apa ha?" Wanita itu melorot kepada suaminya. "Tunggu dulu, ini salah paham," Laki-laki itu mencoba menenangkan istrinya namun istrinya sudah kalap. "Mbak kamu hamil?" tanya sang istri pada wanita yang mengaku hamil itu. "Iya," jawabnya singkat. "Lihatlah, dia sudah mengaku hamil, apalagi yang harus di jelaskan? Kamu laki-lakinya tidak berperasaan bagiamana kamu bisa berpaling dari mas, mas." "Mbak tunggu, dengarkan dulu?" ucap wanita itu pada sang istri tidak sudah berlinangan air mata. "Kamu juga, kamu seorang wanita harusnya punya malu, bagaimana kamu bisa hamil dengan suami orang?" "Mbak ...? Dengarkan dulu!" Wanita itu berteriak lebih keras dari sang istri. "Kenapa kamu lebih galak daripada aku? Bukankah di sini aku yang harusnya marah pada kalian?" "Siapa yang hamil dengan suami mu ...?" Wanita itu menegaskan ucapannya. "Ha bagiamana? Bukankah kamu tadi mengatakan jika kamu hamil?" Sang istri akhirnya berhenti menangis dan me dengarkan wanita itu. "Aku menang hamil tapi bukan dengan suami kamu, yang aku maksud jangan merokok di sini, saya sedang hamil." Mourent mengunakan satu tangannya untuk menutup mulutnya, agar suara tawanya tidak keluar, bahkan dia sampai menunduk agar meredam suara tawanya. "Itulah pentingnya tata bahasa yang baik dan benar," ucap Hanan dengan suara lirih di samping Mourent, ternyata Hanan juga memperhatikan mereka, dia juga ikut tertawa namun tidak sampai seheboh Mourent. "Astaga, perutku sakit karena menahan tawa," jawab Mourent sambil memegangi perutnya, dan tawanya kembali pecah saat melihat laki-laki yang sedang merokok itu memasang wajah sangat memprihatikan dan kondisi basah kuyup dengan air teh manis milik istrinya sendiri. Dan sekarang mereka masih berdebat namun nampaknya suaminya sekarang lebih dominan daripada istrinya. "Mau dengan kisah yang serupa?" bisik Hanan pada Mourent. "Apa?" tanya Mourent dengan bibir yang masih bergerak-gerak dari sisa tawanya. "Aku punya kenalan, dia seorang atasan di perusahaan swasta, dia punya asisten tidak baru saja menikah. malam itu pikul 10 malam asistennya mengirimkan pesan padanya dan dia sudah tidur untuk membuka itu istrinya, dan kamu tahu apa isi chat itu?" "Apa?" "Pak saya hamil." Mourent sudah hampir tertawa lagi namun masih dia tahan, "Isi chat itu tidak jauh berbeda dengan kejadian tadi namun asisten itu nampaknya lebih pintar dari wanita itu, dia segera melanjutkan chatnya itu, namun sayangnya sedikit terlambat, istrinya sudah naik darah dia mengambil bantal di sampingnya dan memukuli suaminya yang sedang tidur." "Lalu?" "Pertengkaran mereka menjadi bahkan istrinya langsung minta cerai karena hal itu." "Kenapa malah sedih?" "Tapi mereka tidak sampai bercerai karena sang istri membaca kelanjutan dari chat itu, jika asistennya hanya ingin minta cuti pada atasannya. Mourent dan Hanan tertawa bersama sampai makanan yang mereka pesan sampai, Mourent tidak langsung memakannya, dia masih saja menahan tawa kecilnya, karena otaknya membayangkan bagaimana laki-laki itu menghadapi istimewa minta cerai hanya gara-gara debu chat malam dari asistennya. Waktu, isi chat dan pengunaan bahasa yang kurang tepat benar-benar meresahkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD