Tidur satu ranjang dengan orang asing

1023 Words
Dua orang asing sedang berbaring berdampingan di satu ranjang, mereka sudah pindah di sebuah apartemen yang di beli Hanan dengan hasil kerja kerasnya sendiri, pada awalnya apartemen ini dia beli untuk dia dan Yang Rou We nanti setelah menikah, namun sayangnya saat ini orang yang berbaring di sampingnya adalah orang lain yang sekarang sudah sah menjadi nyonya Hanan. "Mourent," panggil Hanan lirih. "Ya?" Mourent menoleh pada orang yang berbaring di sampingnya. "Apa kamu ingin punya anak secepatnya?" Mourent mengangkat alisnya, dia sama sekali tidak menyangka jika Hanan akan membahas itu dengan cepat, saat mereka baru pertama kali tidur di ranjang yang sama karena beberapa hari ini mereka masih tidur terpisah. Meski ini pertanyaan wajar karena mereka sudah sah menikah tapi tetap saja Mourent masih sedikit malu. "Belum tahu, aku belum berpikir sampai kesana!" jawab Mourent sedikit malu, dia tidak lagi melihat Hanan yang sedang menatap langit-langit kamar mereka. "Jika aku belum, tidak untuk saat ini." "Alasannya? Maaf aku hanya bertanya?" "Meski semuanya aku sudah miliki dan siap jika ada bayi di antara kita, tapi maaf Mourent, kita dua orang asing yang di pertemuan oleh orang tua kita, belum ada apapun di antara kita, kimistri saja belum ada apalagi rasa suka satu sama lain," suara Hanan sangat lembut menjelaskan pendapatnya. "Aku mengerti," jawab Mourent. "Terimakasih telah memahaminya." "Kita dua orang asing yang di jadikan satu, tentu saja kita harus belajar memahami satu sama lain." "Sepertinya kamu bisa di jadikan teman yang asik untuk bertukar pikiran, bisakah kita berteman terlebih dahulu?" "Kenapa tidak?" jawab Mourent. "Terimakasih. Maafkan aku karena saat ini hanya bisa membuatmu menjadikan temanku saja." "Tidak apa. Menjadi teman lebih baik daripada kita menjadi canggung satu sama lain." "Baiklah teman, waktunya tidur, aku harus bangun pagi-pagi untuk melakukan operasi," ucap Hanan. "Kamu akan bekerja besok pagi? Aku kira cutinya masih beberapa hari lagi?" "Tidak, ada begitu banyak pekerjaan, dan jika aku menundanya makan aku akan kerepotan sendiri, aku memilih banyak pasien yang di jadwalkan setiap harinya, aku tidak bisa membuat mereka menungguku begitu lama." "Ok baiklah, jama berapa kamu ingin bangun?" "Emm, setidaknya aku sampai di rumah sakit tidak lebih dari jam 6 pagi." "Baiklah, aku akan memasang alarm." "Ok, selamat beristirahat," Hanan mematuk lampu di sampingnya dan siap untuk tidur. Tapi sebenarnya dia sama sekali tidak merasa mengantuk tapi dia memaksakan dirinya untuk tidur, dia memiliki banyak masalah namun hari ini ada sedikit yang membuatnya lega, yaitu Mourent. Istrinya itu ternyata lebih baik dan dewasa dari pada ekspetasinya, dia juga sangat mudah di ajak berdiskusi, itu memudahkan Hanan untuk bertahan di dalam pernikahan yang sama sekali tidak dia inginkan, alasan Hanan yang sesungguhnya mereka tidak ingin memiliki keturunan dulu itu sebenarnya karena Yang Rou We, Hanan belum bisa melupakannya, Hanan tidak akan mungkin bisa menggantikan kekasihnya itu dengan orang lain walaupun itu istrinya sendiri, meskipun Mourent sangat baik, ini masalah hati dan itu sangat rumit. Dan juga dia tidak bisa berhubungan dengan wanita lain saat ini, meskipun Mourent begitu cantik dan memiliki tubuh yang indah, cinta Hanan hanya untuk Yang Rou We dia tidak bisa menyentuh wanita lain karena di hati, pikiran dan mata Hanan hanya ada Yang Rou We saja. Hanan dan Mourent sama-sama belum bisa tidur dan mereka masih sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, Mourent kini sedang tersenyum kecil karena dia senang sudah membuat sedikit kemajuan dalam hubungannya dengan Hanan, meski itu sebatas sebuah pertemanan. Mourent tidak tahu sejak kapan dia bisa menggeser posisi Alexy dari benaknya dan tergantikan oleh Hanan, Mereka hanya tidak canggung saja Mourent sudah sangat bahagia, karena beberapa hari ini otaknya terus berkutat mencari cara bagaimana dia mencari jalan untuk lebih dekat satu sama lain dan ternyata Hanan datang sendiri kepadanya dan tidak ada lagi rasa canggung di antara mereka meski itu hanya sebagai teman, Mourent percaya jika berawal dari pertemanan dan hidup bersama rasa itu akan ada dengan sendirinya, mereka pasti akan melangkah lebih dalam lagi jika terus berinteraksi dengan baik. Mourent di bangunkan oleh mimpi buruk, dia tidak tahu mengapa dia bisa bermimpi tentang Alexy padahal dia sama sekali tidak pernah memikirkannya, bagaimana bisa dia berkunjung di dalam mimpinya jika Mourent sudah tidak punya keinginan dan waktu untuk Alexy. Dia menggoyangkan kepalanya, menghilangkan pikirannya tentang mantannya yang sudah dia buang dari sudut memorinya, dan kini dia sudah memiliki kehidupannya yang baru dan tidak ingin dia rusak karena orang yang sudah tidak penting lagi di kehidupan Mourent. Mourent meraih ponselnya dan melihat ternyata ini masih pagi buta, dia mematikan alarm yang belum sempat berbunyi, dan mengubah posisinya, melihat wajah rupawan suaminya yang sedang terlelap. Tangan Mourent terulur ingin menyentuh wajah itu, namun berhenti di udara. "Terimakasih ya Allah," gumamnya di dalam hati, dia mensyukuri nikmat yang dia dapatkan. Mourent dengan hati-hati turun dari ranjangnya agar tidak menggangu tidur Hanan, dia pergi membersihkan dirinya, menyiapkan semua keperluan Hanan dan hari ini Mourent ingin membuatkan sarapan untuk Hanan. "Mas, mas bangun," Mourent menepuk dengan lembut lengan Hanan dan laki-laki itu segera terbangun. Jika boleh jujur Mourent sangat menyukai wajah bantal Hanan yang baru saja bangun dari tidurnya, mau bagai manapun dia masih terlihat tampan dengan apa adanya. "Sudah pagi." "Emm," gumam Hanan. Dia sudah sadar tapi tidak langsung bangun. Hanan tipe seorang yang di siplin dan hidupnya tertata dengan baik, dia nampak perfek di mata Mourent. "Aku berangkat dulu," ucap Hanan saat dia selesai dengan sarapannya. "Hati-hati." "Emm." Mourent melihat laki-laki itu sampai hilang di balik pintu, Mourent sadar jika Hanan masih bersikap sedikit dingin dengannya, tapi itu wajar. Mourent tidak bisa berharap jika Hanan akan bersikap manis, romantis, dan banyak bicara, Mourent tidak bisa berharap hal itu, ini terlalu dini untuk semua itu. Mourent mendengar jika ponselnya berdering dan saat di lihatnya dari nomor yang tidak tersimpan, Mourent menatapnya sebentar, dan masih mengangkatnya meski ragu. "Hallo," sapa Mourent setelah menekan tombol hijau. Namun tidak ada sautan dari pihak lawan, "Hallo?" Mourent mengulanginya kembali, tetap tidak ada respon namun panggilan itu masih berlangsung. Setelah beberapa saat, ada nama terbesit di pikiran Mourent dia memancingnya, "Bicaralah, jika tidak jangan aku tutup," Mourent menggunakan nada yang sangat dingin sangat berbeda saat dia menyapa pertama kali. "Mourent," Terdengar suara di ujung panggilan dan Mourent sangat tahu suara milik siapa itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD