Sedang tidak baik-baik saja

1044 Words
Hanan hanya merebahkan tubuhnya saja di kamar tanpa melakukan apapun, sebenarnya dia ada jadwal les sepulang sekolah namun Hanan tidak memiliki kekuatan itu, bukan raganya yang lelah namun jiwanya yang sedang tidak baik-baik saja. Sebuah notifikasi masuk, Hanan menjulurkan kepalanya untuk melihat siapa yang mengiriminya pesan, dan nama Yang Rou We nampak di sana, Hanan sama sekali tidak ada niatan untuk mengambil ponselnya apalagi membalas pesan Yang Rou We yang sudah untuk kesekian kalinya. Hanan kembali ke tempatnya semula bersembunyi di balik selimutnya, dia benar-benar sedang tidak ingin melakukan apapun, bahkan dia masih mengunakan baju sekolah, dia hanya memejamkan mata namun tidak kunjung tidur juga. Ponselnya berdering itu bukan notifikasi namun sebuah nada dering, Hanan menutup telinganya dia menduga jika itu panggilan dari Yang Rou We karena Hanan tidak kunjung membalas pesan yang dikirim oleh Yang Rou We, nada dering itu berhenti namun berbunyi lagi setelahnya, Hanan masih teguh dan tidak akan mengangkat panggilan itu, tapi panggilan itu tidak kunjung berhenti setelah tiga kali berbunyi. Hanan menyibakkan selimutnya dan menatap layar ponselnya yang masih menyala, "Ibu ...?" hanya kemungkinan itu yang bisa terjadi karena Yang Rou We tidak akan mungkin menelponnya sampai berkali-kali tidak tahu seperti itu dan hanya ibunya yang bisa melakukannya. Hanan mencoba menenangkan diri, mengatur pernapasannya sebelum mengangkat panggilan dari ibunya, "Hallo," ucap Hanan dengan suara amat lemah. "Di mana kamu?" Ibunya tanpa basa-basi langsung ke tujuan utama untuk apa dia menghubungi putranya. "Di rumah," jawab Hanan dengan rasa takut. "Kenapa kamu tidak pergi ke les? pembimbing mu menghubungi ibu dan mengatakan jika kamu tidak masuk dan tanpa keterangan?" Wanita itu berbicara penuh dengan penekanan yang membuat Hanan sangat takut. "Ibu aku sakit," ucap Hanan berbohong, ibunya yang keras dan super disiplin membuat dirinya sering berbohong untuk menghindari ibunya marah dan dia akan mendapatkan hukuman jika dia melakukan kesalahan. "Sakit apa? Bukankah tadi pagi kamu baik-baik saja?" "Aku pusing ibu." "Minum obat, ada obat pereda sakit kepala di kotak obat." "Aku sudah melakukannya." "Jika sudah pergi ke tempat les, ibu tidak akan menghukum mu karena bolos les pertama, tapi kami masih punya waktu untuk ikut les kedua." "Ibu ...? Aku sedang sakit," Hanan menekan ucapannya. "Hanan, apa kamu lupa jika ibu seorang dokter? Ibu tahu toleransi sakit kepala, setelah meminum obat itu akan reda dengan sendirinya, kamu masih punya waktu satu jam, obat itu juga akan berkerja dengan baik." "Tapi ibu? Aku ingin di rumah, biarkan aku istirahat satu hari saja," Hanan meminta pada ibunya meski dia tahu itu tidak akan pernah berhasil karena keputusan ibunya adalah mutlak, rasanya Hanan ingin memohon sambil menangis, namun nampaknya itu ide yang buruk, karena ibunya bukan seperti wanita pada umumnya yang akan luluh dengan air mata, dia akan semakin mengeras dan marah jika mengetahui anak laki-lakinya menjatuhkan air mata di depannya. "Jangan berdebat dengan ibu, aku akan menghubungi pengawas mu satu jam lagi untuk memastikan jika kamu mengikuti bimbingannya," Wanita itu langsung menutup panggilannya. Hanan menutup matanya, dia sudah tidak memiliki pilihan selain melakukan apa yang dikatakan oleh ibunya, Hanan melempar ponsel di tangannya, dan menendang selimut dengan kasar yang menutupi tubuhnya. Dia marah dan kesal pada ibu kandungnya yang lebih mengerikannya dari pada ibu tiri. Hanan memejamkan matanya dengan tubuh terlentang, tidak bergerak sedikitpun walau itu ujung jarinya, itu berjalan sekitar sepuluh menit namun pada akhirnya Hanan bangkit dengan raut wajah yang mengerikan. Dia menuju meja belajarnya dengan banyak buku yang tersusun rapi di sana, Hanan memasukkan beberapa buku yang sudah dia pilah dengan sangat-sangat kasar, dia marah dengan hal itu namun masih dia lakukan. Menutup resleting pun dengan kekuatan penuh karena emosi, karena kesal dia mengayunkan tangannya untuk menyapu bersih semua barang yang ada di atas meja, dari buku, alat tulis, alat lukis, dan perlengkapan sekolah lainnya, semua barang-barang itu berserakan di lantai. Hanan mengungkapkan kedua tangannya untuk menumpu tubuh Hanan di atas meja, dia sedikit membungkuk dan kepalanya terkulai. Pundaknya naik turun mengikuti napasnya, dia menendang barang yang ada di kakinya, setelah berperang dengan dirinya sendiri, akhirnya Hanan pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya saja, dan tidak punya keinginan untuk mandi. Melepaskan seragam yang masih melekat di tubuhnya dan mengambil pakaian dengan sangat acak dari lemari pakaiannya, dia menemukan kaos putih dan di padukan dengan celana jeans. Dia akan pulang malam tentu membutuhkan sebuah jaket, tangannya dengan kasar mengambil jaket hitam yang tergantung di balik pintu, karena tidak memiliki mood yang baik untuk berdandan rapi, Hanan menutupi rambutnya yang kusut dengan topi putih. Dalam sekejap dia sudah siap, namun hatinya yang tidak siap. dia mengambil tas punggungnya melewati kekacauan yang ada di kamarnya. Hanan hampir lupa dengan ponsel yang dia lempar tadi, dan untungnya ponsel itu berada tepat di depan pintu, dan dia bisa membawanya tanpa mengeluarkan tenaganya lagi untuk mencari keberadaannya. Hanan cukup kecewa karena ponselnya dalam keadaan baik-baik saja tanpa ada lecet sedikitpun di sana meski Hanan sudah melemparkannya dengan keras. "Lain kali aku tidak akan membeli produk ini lagi," ucap Hanan sambil memasukkan ponselnya dalam kantong, dia menyesal membeli ponsel Made in Korea itu. Itu sangat bagus dan tidak rusak saat di banting sekalipun, yang di inginkan Hanan ponsel itu harus rusak setidaknya ada sebuah goresan. Dan dia bisa meminta ponsel baru lagi ke ibunya. Hanan tidak tahu jika produk ini sangat bagus, dia membelinya karena hanya ingin sedikit lebih beda dari ponsel yang sedang ngetren saat ini, dia tidak suka memiliki ponsel sejuta umat yang harganya selangit itu, karena ponsel yang di gadang-gadang hanya bisa di miliki oleh kalangan atas saja, tapi Hanan tidak menyukainya, karena semua temannya memiki ponsel yang sama dengan gambar buah di belakangnya. Hanan pergi dengan mood yang berantakan, dan itu bisa dipastikan meski dia mengikuti bimbingan, tidak akan ada satupun materi yang bisa dia serap ke dalam otaknya yang sudah penuh sesak dengan permasalahan dengan ibunya yang tidak pernah berujung. Apalagi saat ini Hanan sedang patah hati mengetahui fakta jika wanita yang dia taksir sudah memiliki yang lain, belum juga mengutarakan isi hatinya, Hanan sudah di tampar kenyataan. Dia dipaksa mundur saat dia masih berada di ambang pintu, itu cukup menyakitkan, apalagi mengingat jika Yang Rou We sangat welcome padanya, lalu apa gunanya selama ini Hanan melakukan pendekatan dan di tanggapi dengan baik oleh Yang Rou We, apa semua wanita seperti itu, bisa mencintai lebih dari satu laki-laki dalam satu waktu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD