Jika dia sudah janda, beri tahu aku

1057 Words
Ruangan di coffee shop ini sudah di sesuaikan dengan sedemikan rupa sesuai dengan kebutuhan, namun Saif merasa jika dia masih merasa kedinginan, apakah mungkin wajah dingin milik A Wan mempengaruhi suhu tubuhnya. Saif sebagai owner coffee shop ini tahu apa yang sedang terjadi pada salah satu pegawainya, Yaitu A Wan. Laki-laki itu masih sama seperti biasannya, berdiri di depan mesin kopi sambil membuat pesanan untuk banyak pelanggan yang datang ke tempat miliknya, namun hari ini A Wan nampak berbeda dari sudut pandang Saif, Saif sangat tahu jika A Wan memang memiliki kepribadian dingin dan sangat tertutup namun Saif tidak buta, dia masih bisa membaca apa yang ada di mata A Wan. Saif mengikuti sudut pandang A Wan yang sedang melihat salah satu bangku pengunjung, namum Saif tidak menemukan apapun, yang di temukan Saif hanya pasangan yang sedang menikmati hidangan yang di sediakan coffee shop, itu bukan suatu hal baru di tempat ini, biasanya A Wan adalah orang yang paling tidak peduli dan tidak ingin ikut campur dengan masalah pasangan yang datang ke mari. Namun kali ini A Wan nampak berbeda, dia lebih diam seperti biasanya, dia ketika Saif mengajaknya berkomunikasi, A Wan akan menjawabnya hanya dengan sebuah anggukan, jika di butuhkan A Wan menjawabnya dengan beberapa kata saja dengan suara rendahnya. Setelah di perhatikan lagi, Saif baru di serahkan ketika dia melihat siapa pasangan yang sedang di perhatikan oleh A Wan. "Pantas saja," gumam Saif, ketika dia berjalan keluar, karena saat melihat dari sudut pandang A Wan, wajah wanita itu tidak nampak dengan jelas. Ketika Saif mencari sudut pandang yang berbeda dia baru mengingat siapa wanita itu. "Siapa namanya," tanya Saif kepada A Wan setelah dia kembali di samping A Wan. A Wan menoleh dan meminta Saif untuk memperjelas pertanyaannya. "Maksudku, wanita itu siapa namanya?" ucap Saif menunjuk Mourent dengan dagunya. "Miss Mourent," jawab A Wan lirih tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaan yang sedang dia lakukan, A Wan sedang menuangkan s**u yang akan dia gunakan untuk salah satu jenis kopi di sini. "Dia cantik," puji Saif sambil melihat Mourent berbincang dengan Hanan. "Sabar," imbuh Saif sambil menepuk pundak A Wan. "Sabar dari apa?" tanya A Wan dengan tatapan mengintrogasi Coffee shop ini. "Dia cantik sekali," jawab Saif sambil berlalu, ketika Saif pergi A Wan langsung kembali melihat Mourent yang sedang tersenyum kepada Hanan, mereka, mereka sedang mengobrol ringan dan itu wajar di lakukan oleh pasangan suami istri. Namun ada perasaan tidak terima dengan apa yang di lihat oleh A Wan. Dia hanya orang asing yang kebetulan lewat di depan rumah tangga orang lain dan dia merasa sakit hati dengan apa yang dia lihat di dalam rumah tangga itu. Lalu apakah ini salah pemilik rumah yang memiliki keluarga yang baik, tentu tidak itu kesalahan A Wan yang hanya seorang pejalan kaki namun memiliki penyakit hati yang di namakan iri. A Wan sedikit gugup ketika melihat Mourent beranjak dari duduknya dan menghampirinya dengan senyuman di wajahnya Mourent berdiri di depan A Wan. "Masih sibuk?" tanya Mourent. "Emm, lumayan," jawab A Wan dengan wajah di buat senormal mungkin. "Aku dan Hanan berencana ingin mentraktir kamu hari ini, tapi nampaknya kamu cukup sibuk." "Maaf." "Tidak, tidak. Kenapa kamu yang minta maaf. Lain kali aku akan mentraktir mu, sekarang kami akan pergi dan jika ada kesempatan mungkin aku akan sering datang kemari." "Terimakasih." "Kami pergi dulu," ucap Mourent dan A Wan hanya mengangguk pelan dan A Wan kembali mengangguk ketika Hanan yang sedang melihatnya dari tempat duduknya menganggukkan kepalanya. "Kenapa mereka terburu-buru sekali?" Saif yang tiba-tiba berada di belakang A Wan membuat A Wan terkejut. "Tidak tahu," jawab A Wan lirik kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. "Wan, A Wan ...," panggil Saif yang masih berdiri di dekat A Wan namun matanya masih memantau Mourent dan Hanan yang keluar coffee shop, jika Saif tidak di sini mungkin A Wan juga akan melakukan ha yang sama. "Apa?" jawab A Wan tanpa melihat ownernya itu. "Jika nanti wanita itu menjadi janda berita tahu aku," ucap Saif yang langsung membuat A Wan mengangkat kepalanya melihat Saif yang masih melihat Mourent dan Hanan yang masih bisa terlihat dari sudut pandangannya. "Untuk apa?" tanya A Wan tidak mengerti. "Aku juga ingin ikut bersaing dengan sehat bersamamu," jawab Saif dengan senyuman namun senyuman itu segera hilang seketika saat Saif mengalihkan pandangannya dari Mourent dan Hanan ke A Wan yang ada di dekatnya. "Aku hanya bercanda," Klarifikasi Saif dengan cepat, bagaimana tidak wajah A Wan sudah seperti indukan harimau yang sudah siap menerkam. Saif bisa merasakan hal itu meskipun A Wan tidak melakukannya apapun, dia hanya diam menatap ke Saif, tidak mengatakan apapun pandangnya pun biasa namun Saif merasakan dingin di punggungnya. Hanya lirikan dari A Wan saja Saif sudah mundur sebelum melangkah. A Wan menarik kembali pandangannya dan melanjutkan apa yang sedang dia kerjakan tanpa satu katapun keluar dari mulutnya, namun Saif sudah bisa membuang napas dengan lega. "Kenapa aku begitu takut padanya, bukanlah di sini aku yang atasannya?" tanya Saif pada dirinya sendiri sambil membalikkan tubuhnya berjalan menjauh dari A Wan. "Bahkan dia hanya pengagum rahasia wanita itu tapi kenapa dia lebih galak dari suami wanita itu?" Saif masih sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada di otaknya. Sedangkan A Wan menoleh ke luar melihat Mourent berdiri di samping Hanan untuk menyebrang jalan. Coffee shop kehabisan tempat parkir yang membuat Hanan memarkir mobilnya di tempat lain. Yang ada di tempat lain. Mourent dan Hanan segera hilang karena tertutup akan banyaknya kendaraan umum, namun A Wan di buat kaget karena beberapa saat kemudian A Wan melihat Mourent sudah kembali di depan matanya. "Miss Mourent," tanya A Wan tidak percaya, karena baru saja dia melihat jika Mourent menyebrang jalan dengan Hanan dan kini sudah ada di depannya lagi. "Ini untukmu," jawab Mourent. "Apa ini?" tanya A Wan sambil melihat apa yang baru saja Mourent berikan padanya. "Makan malam, Hanan tidak suka jika aku berhutang janji padamu." A Wan melihat makanan yang di kemas di dalam kotak, dan senyuman kecil muncul di sudut bibirnya, meskipun ini bukan murni keinginan dari Mourent namun A Wan sudah begitu senang karena Mourent repot-repot membelikan makan malam untuk dirinya dan menyerahkan langsung padanya. "Terimakasih," ucap A Wan pada wanita yang sudah melambaikan tangannya pada A Wan dan pergi lagi dari hadapannya. A Wan memandangi kotak yang berisi makanan yang baru saja di berikan Mourent, jika ini bisa bertahan mungkin A Wan memilih untuk tidak memakannya dan menyimpannya aja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD