Sedikit lebih dekat dengan Miss Mourent

1222 Words
Suasana Coffee shop ini cukup ramai pengunjung apalagi di jam malam karena mereka yang ingin meeting Atua sekedar nongkrong akan memilih tempat ini, ada beberapa layanan tempat yang di sediakan oleh coffee shop yang bisa dipilih para pengunjung. Pemuda yang mengunakan apron barista datang dengan nampan yang di atasnya ada secangkir kopi dan satu cake coklat. "Silahkan," ucap A Wan sambil menyajikan pesanan untuk Mourent. "Terimakasih," jawab Mourent, namun dia segera mengangkat kepalanya karena dia tidak merasa memesan cake. "Tapi maaf, saya tidak memesan ... A Wan?" tanya Mourent dengan wajah terkejutnya. "Tapi maaf, A Wan memang tidak bisa di pesan," jawab A Wan masih dengan wajah datarnya. "Siapa yang ingin memesan dirimu," jawab Mourent. Baru setelah itu A Wan kembali tersenyum kecil pada Mourent. "Kamu kerja di sini?" "Ya." "Pantas saja kamu merekomendasikan tempat ini." "Itu karena saya tidak tahu tempat lain selain tempat saya bekerja sendiri, maaf soal itu." "Di maafkan selama tawaran traktir masih berlaku." "Tentu saja, Miss Mourent bisa memesan untuk apapun di sini," Kali ini ketika A Wan mengatakan membebaskan Mourent untuk memesan apa saja itu terasa sangat ringan karena ada satu kata persetujuan dari owner Bang Saif yang mendukungnya. "Terimakasih," ucap Mourent. "Tapi maaf, saya tidak bisa menemani Miss Mourent karena saya harus mulai bekerja." "Tidak masalah," jawab Mourent. "Selamat menikmati," jawab A Wan sambil berlalu kembali di depan mesin kopinya. Mourent langsung terasa mengambil ponselnya dan mengabdikan secangkir kopi dan cake yang di antarkan oleh A Wan, setelah mendapatkan fotonya, Mourent mengirim ke orang lain dan tentunya itu Hanan. Tapi Mourent tidak menulis apapun, dia tidak bisa menulis enak karena dia sendiri belum menikmatinya, setelah mencicipi keduanya barulah Mourent kembali mengirim pesan pada Hanan. "Nikmat." Sambil menunggu suaminya membalas pesan yang dia kirim, Mourent segera menikmati cake coklat yang nampak menggoda itu, tanpa dia sadari sejak tadi A Wan mencuri pandang pada Mourent yang selalu tersenyum meski di depannya hanya ada secangkir kopi dan cake, dan juga ponsel yang ada di tangannya. "Senyum teruuuuuussss ...," Sebuah suara terdengar dari punggung A Wan dan itu bisa di pastikan milik owner coffee shop ini tidak lain tidak bukan adalah Bang Saif. A Wan tidak menanggapi dia hanya mengeleng kecil karena jika semakin di tanggapi bukannya malah berhenti malah semakin parah, meski bini adalah pengalaman pertama A Wan membawa seorang wanita ke coffee shop ini tapi para pegawai lainnya sudah sering melakukannya dan mereka mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu di ledek terus hingga mereka malu namun tergantung orangnya karena jika mental kuat mereka malah seperti pro. Sedangkan A Wan bukan keduanya, dia akan memilih diam karena wanita itu tidak memiliki juga apapun dengan A Wan, meski Mourent adalah wanita yang di cintai oleh A Wan. Dan soal gratis, A Wan tidak tahu menahu akan hal itu, mungkin karyawan yang lainnya juga mendapatkan perlakuan yang sama tanpa A Wan ketahui. Mourent sudah selesai dengan semua yang ada di depannya, waktu 30 menit lebih dari cukup untuk Mourent mengabiskan itu, Mourent juga sudah bersantai sekalian, setelah ini Mourent berencana akan langsung pulang tanpa pergi kemanapun. Sebelumnya Mourent melihat A Wan yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, dia tidak diam dalam satu tempat dengan waktu lama, dia akan bolak-balik dengan cekatan. "Begitu rajin," puji Mourent, ketika melihat A Wan yang nampak sangat serius dengan pekerjaannya dan wajahnya tidak sedingin biasannya karena sedang menikmati apa yang sedang dia kerjakan. Mourent bertemu dengan mata milik A Wan saat dia mengawasi A Wan bekerja, A Wan mengisyaratkan pada Mourent apakah dia menginginkan hal yang lain, dan dengan cepat Mourent mengeleng. Dia sudah cukup dengan apa yang di sajikan oleh A Wan, selain merasa cukup dia tidak ingin memanfaatkan kebaikan yang di berikan A Wan padanya. Tidak lupa untuk mengembalikan dompet milik A Wan yang sejak tadi berada di atas meja, Mourent beranjak dari duduknya untuk menghampiri A Wan yang berdiri di balik pantry. "Terimakasih untuk traktirannya," ucap Mourent sambil menyodorkan dompet milik A Wan. "Sama-sama, lain kali jika lewat sini bisa kembali berkunjung." "Apakah tehnik marketing? Untuk mendapatkan pelanggan pertama kamu mentraktir dan selanjutnya aku akan datang sebagai pelanggan untuk selanjutnya." "Tidak, jangan datang siang hari karena aku mulai bekerja 20:30." "Oh, baiklah, dan lain aku yang akan mentraktir mu," jawab Mourent. "Di tunggu kesempatan itu," A Wan mengambil dua cangkir kopi yang dia tempatnya di wadah kotak kopi, kemudian menyerahkan pada Mourent. "Mana bisa," ucap Mourent, "Aku belum mentraktir kamu bagaimana bisa kamu sudah membelikan aku minuman lagi?" "Titip untuk suami Miss Mourent," jawab A Wan yang membuat Mourent tidak bisa berkata-kata lagi selain menerimanya. "Aku akan datang secepatnya ke sini lain waktu dan akan mentraktir mu," ucap Mourent sambil menerima dua cangkir cup dari A Wan. "Di tunggu," jawab A Wan. Mourent tidak menjawab lagi dia hanya tersenyum dan pergi dari hadapan A Wan dengan dua cangkir cup kopi di tangannya. Dia tidak menoleh lagi padahal ada seseorang yang berharap sebentar saja Mourent menoleh kebelakang, dan tentunya sebuah kekecewaan sudah di persiapkan oleh A Wan untuk dirinya sendiri. Sedangkan Mourent melenggang tanpa beban keluar dari coffee shop dengan dua cup kopi di tangannya, dia berhenti sebentar saat mendengar notifikasi dari ponselnya dan itu dari Hanan. "Nampaknya enak," balas Hanan. "Aku punya lagi, aku bawa pulang," balas Mourent dengan di sertai foto kopi di tangannya. "Aku masih pulang besok pagi," jawab Hanan. "Aku akan menyimpannya di lemari pendingin, lagi pula ini gratis, aku dapatkan dari baristanya langsung." "Bagaimana bisa kamu mendapatkannya dari baristanya langsung?" "Kebetulan baristanya A Wan dan dia mentraktir ku malam ini, bahkan dia menitipkan ini untukmu tapi sayangnya kamu masih pulang besok." "Aku akan meminumnya besok sesampainya di rumah." Hanan tersenyum kecil penuh arti ketika melihat foto kopi cup dari Mourent. "Ternyata benar dugaan ku jika A Wan menyukai Mourent," gumam Hanan sendiri. namun senyuman itu segera pudar ketika melihat balasan dari Mourent. Ada sebuah foto seorang wanita rambutnya tergerai panjang namun wajahnya hanya terlihat sebagian karena dia menggunakan masker. Dan sebuah pesan dari Mourent tertulis di bawahnya. "Aku tidak yakin dengan apa yang aku lihat, tapi wanita ini mengingatkan aku pada Yang Rou We, apakah mereka orang yang sama?" Hanan tidak butuh satu menit untuk memastikan jika foto itu bukanlah Yang Rou We namun yang membuat syok bagaimana bisa wanita ini, wanita bernama Mourent langsung mengambil gambar dan mengirimkan kepadanya jika wanita yang dia lihat seperti Yang Rou We, wanita yang sedang di cari oleh Hanan, yang jelas-jelas Hanan ingin bertemu dengannya, jelas-jelas Yang Rou We adalah wanita dari masa lalu Hanan yang sampai detik ini masih di cintai oleh Hanan. "Bukan." Hanya itu yang sanggup di tulis oleh Hanan. Hanan mendorong jauh ponsel miliknya dari jangkauan dirinya sendiri. Setelah itu Hanan menunduk menggunakan kedua lengannya sebagai tumpuan kepalanya menunduk. "Betapa jahatnya aku," gumamnya. Hanan berhenti sejenak kemudian bergumam kembali. "Apa yang harus aku perbuat terhadap wanita sebaik Mourent?" Hanan mengunakan satu tangannya yang mengepal untuk memukul meja. "Aaaacccchhh ...," Satu pukulan keras lagi Hanan berikan kepada Maja yang tidak bersalah, dia marah pada dirinya sendiri karena di hadapannya dengan situasi seperti ini. Bayangan wajah cantik Mourent melintas di benaknya namun masih ada bayangan air mata mengalir dari wanita lain yang ada di balik senyuman indah Mourent, semua keindahan yang di tawarkan oleh Mourent belum bisa menggeser kepahitan yang di tinggalkan oleh wanita dari masa lalunya, Yang Rou We terlalu kuat untuk di gantikan oleh seorang pemain baru seperti Mourent.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD