Terlalu puitis

1013 Words
A Wan menyodorkan air minum yang dia ambil dari tasnya untuk Mourent yang masih tersedak karena dirinya sendiri meskipun Mourent tidak sedang makan maupun minum, hanya karena mendengar A Wan mengatakan pada Mourent jika dia akan melamar Mourent. "Jangan bicara yang aneh-aneh," ucap Mourent lirih. "Lalu apa yang Miss harapkan dari seorang pria yang mendekati seorang wanita, jika serius tentu saja tujuan utamanya menikah kecuali jika hanya untuk main-main, dan aku sama sekali tidak main-main," jawab A Wan dengan santai. "Kamu banyak sekali bicara sekarang," ucap Mourent sambil melihat pemuda yang ada di hadapannya ini. "Aku bisa lebih cerewet jika aku sedang dihadapkan pada orang yang aku sukai." A Wan berjalan di depan Mourent, Mourent menatap punggung pemuda itu pemuda yang nampak dingin namun ternyata sehalus sutra dia sangat cuek terhadap wanita lain namun ketika dia menyukai satu wanita dia menunjukkan jatidirinya yang sesungguhnya jika dia sangat perhatian dan peduli terhadap wanita yang dia sukai. Tiba-tiba A Wan berhenti dan membalikkan tubuhnya untuk menghadap Mourent yang ada di belakangnya. "Sebenarnya saya tidak begitu suka melihat Miss, bekerja keras seperti ini tapi untuk saat ini saya tidak milik hak untuk melarang Miss untuk berhenti bekerja." "Aku harus bekerja A Wan, menyambung hidup ku," jawab Mourent. "Tapi cukup aku yang melakukannya jika Miss jadi Istri ku." Mourent melihat wajah A Wan yang nampak tenang namun Mourent hampir meleleh mendengar ungkapan manis yang di katakan oleh A Wan. Jika saja Mourent mendengar ini beberapa tahun yang lalu sebelum dia mengalami kegagalan pernikahan Mungkin dia tidak akan berpikir dua kali untuk menerima lamaran dari seseorang yang begitu baik seperti A Wan. Ada seorang pejalan kaki yang berjalan dari arah berlawanan, dia setengah berlari karena terburu-buru karena kecerobohannya dia menabrak A Wan yang sedang berbicara dengan Mourent, hingga A Wan terhuyung dan hampir memeluk tubuh Mourent yang ada di hadapannya. Untung saja A Wan bisa mengendalikan dirinya, A Wan bisa menghindari Mourent, agar tubuhnya yang tinggi tidak menimpa tubuh Mourent yang ada di hadapannya, dan memilih untuk jatuh ke jalanan yang keras. "Maaf, maaf, maaf," ucap laki-laki itu sambil terus berlalu pergi sambil berteriak meminta maaf namun tidak memiliki keinginan untuk berhenti. Mourent tidak memiliki waktu memarahi orang yang sudah membuat mereka hampir berpelukan namun A Wan memilih m jatuhkan diri ke jalan. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Mourent di samping A Wan, dia ingin membantu namun dia ingat jika A Wan selalu menolak uluran tangannya, dia tidak ingin bersentuhan langsung dengan wanita yang tidak memiliki hubungan dengan dirinya. "Aku baik-baik saja," jawab A Wan. Mourent tidak membantu A Wan yang masih duduk di jalan, dia malah ikut berjongkok di samping A Wan dengan tangannya yang masih memegang buket bunga di tangannya. Dengan memasang wajah serius Mourent bertanya pada A Wan. "A Wan?" "Ya?" "Apa yang kamu suka dariku?" tanya Mourent memberanikan diri. "Tidak tahu," jawab A Wan, dia malah memposisikan dirinya dengan nyaman sambil membersihkan kedua telapak tangannya dari beberapa butiran batu kecil yang menempel di tangannya. "Bagaimana kamu bisa tidak tahu, tapi kamu kamu ingin menikahiku?" "Aku mencintaimu tanpa alasan, karena cinta tidak bisa memilih. Jika aku menyukai Miss karena alasan, karena Miss pintar atau kecantikan yang Miss miliki atau apapun jika nanti alasan itu hilang maka mungkin cintaku juga kan hilang," A Wan menoleh pada Mourent yang kini tidak lagi melihat ke arahnya. "Tapi A Wan, aku butuh alasan untuk bisa menerima mu di hidup ku," jawab Mourent. Mourent mengambil napas kasar menerawang kehidupan yang sudah dia jalani dalam beberapa tahun yang lalu. Dia jarang sekali mengingat masa lalu tentang kepedihan dan perasaan kecewa yang dirasakan namun ketika di saat-saat seperti ini ketika dia merasa sedih ketika dia merasa sendirian maka Mourent akan mengingat masa lalunya dimana dia merasa sakit merasa sedih dan merasa dikecewakan rasa sakit yang dia rasakan saat ini akan bercampur dan melebur menjadi satu masa lalu dan masa saat ini yang membuatnya merasakan rasa sakit untuk yang berlapis-lapis. Mourent sudah melupakan perasaan kecewa dan rasa sedih yang dia terima dari ke kekasih mantan kekasihnya dan juga sahabat baiknya tapi tiba-tiba perasaan itu datang lagi rasa sakit itu muncul lagi seakan-akan baru saja kemarin dia merasa dikecewakan oleh dua orang yang sangat dekat dengannya. Perasaan kecewa karena dikhianati muncul lagi bertemu dengan perasaan tidak diharapkan dari suaminya dia merasa menjadi seorang wanita yang gagal dan tidak diinginkan lalu bagaimana dia bisa percaya pada dirinya sendiri ketika ada orang baru yang datang untuk mengajak dia memulai semuanya dari awal, bukannya Mourent tidak percaya kepada A Wan tapi Mourent tidak percaya pada diri sendiri dia akan bisa memulainya semuanya dari awal lagi. "Jangan terlalu banyak berpikir," ucap A Wan yang kembali melihat Mourent merenung. "Jalani apa yang ada di hadapan kita saat ini, jangan menerawang jauh ke depan dan tidak perlu lagi menoleh kebelakang, aku hanya ingin berjalan di samping Miss untuk menjalani kehidupan ini," imbuh A Wan. "Seandainya aku bisa berpikir seperti seorang laki-laki yang menggunakan akal untuk memutuskan semua permasalahan kehidupan tapi aku adalah seorang perempuan yang memutuskan semua masalah dengan hati bukan pikiran," jawab Mourent sambil melihat mobil yang lalu lalang di depan mereka dan tentunya melihat keduanya yang duduk dengan santai di tas aspal yang keras. "Mari menua bersamaku," ucap A Wan yang membuat Mourent tersenyum kecil. "A Wan, A Wan. Kamu begitu gigih? Apa tidak tahu kata penolakan?" "Aku tidak pernah di tolak sebelumnya, aku juga belum pernah jatuh cinta selain pada Miss dan aku berharap aku tidak akan kecewa. Maka aku akan berjuang sampai titik penghabisan." "Kamu berjuang sendirian A Wan, aku masih berdiri di tempat yang sama," jawab Mourent. "Aku mungkin tidak akan bisa menyembuhkan trauma yang di alami Miss, namun aku akan menemani Miss membuat kenangan baru hingga Miss bisa mengalihkan perhatian Miss dari luka ke kehidupan yang akan kita jalani bersama." "Kenapa kamu begitu puitis," jawab Mourent sambil beranjak dari kerasnya jalanan, dan di ikuti A Wan yang dengan cepat berdiri di sisi Mourent. "Aku juga heran pada diriku sendiri, aku belum pernah seperti ini sebelumnya," Hilang sudah sifat dingin yang biasa di tunjukkan oleh A Wan kini malah A Wan meras aneh karena sikapnya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD