buket mawar merah

1056 Words
Mourent duduk di hadapan Lina, wanita itu menceritakan banyak hal tentang masa lalu yang sangat ingin di ketahui oleh Mourent. "Yang Rou We cukup lama tinggal di kosan milikku, aku juga yang memaksa dia untuk memeriksanya kandungan Yang Rou We waktu itu," ucap Lina sambil menerawang jauh x mengigat kejadian beberapa tahun yang lalu. "Dia tidak pernah menghubungi Mbak setelah itu." "Pernah sekali," jawab Lina dengan cepat. "Setelah berbulan-bulan mengurung diri di dalam kos dia keluar ingin jalan-jalan malam itu, aku tidak tega karena dia sudah jalan sendirian malam-malam aku berniat menemaninya tadi dia menolak tawaran ku jadi aku menemani Yang Rou We secara diam-diam." "Kemana dia pergi?" "Hanya menyusuri jalan dia masih belum bisa keluar pada siang hari maka dia keluar malam hari. Tapi aku masih ketahuan oleh Yang Rou We dan aku harus benar-benar pergi karena aku tidak ingin dia marah padaku. Aku merasa lega karena dia kembali dengan keadaan baik-baik saja dan wajahnya tersirat sebuah senyuman bahagia, namun ternyata aku salah. Aku berpikir jika dia sudah lebih baik dari pada hari-hari tertentu sudah dia lalui dan ternyata itu adalah babak baru di dalam kehidupannya. Siang itu dia pamit padaku jika dia ingin jalan-jalan mencari angin dan tentunya aku mengiyakan karena itu aku anggap sebagai kabar bagus karena dia sudah membuka dirinya untuk khalayak umum. Dia pergi dengan senyuman namun itu adalah senyuman terakhir yang aku lihat karena dia pergi dan tidak pernah kembali." "Dia pergi kemana?" tanya Mourent. "Tidak tahu, saat itu dia sedang hamil 6 bulan, dia pergi tanpa apapun hanya pakaian yang dia kenakan, dia tidak membawa apapun. Itu yang membuat ku sangat khawatir pada Yang Rou We. Jika dia pergi membawa barang-barang berharga ataupun yang dia miliki di sini mungkin aku sampai detik itu tidak akan banyak berpikir tentangnya." "Dia tidak pernah kembali, atau hanya mengirimkan pesan?" "Dia tidak pernah kembali namun aku mendapatkan pesan terakhir dari Yang Rou We, jika apapun yang dia miliki yang dia tinggalkan dia berikan padaku, sebagai tanda terimakasih telah merawat dia beberapa bulan ini namun aku sama sekali tidak suka hal itu, aku tidak mengharapkan apapun karena membantu dia, aku takut jika dia kekurangan ketika pergi dan aku hanya berharap jika dia kembali ke rumah orang tuanya dan hidup lebih baik daripada sendirian di dalam kos." "Tapi dia tidak kembali," jawab Mourent. "Kemana dia?" "Tidak tahu kemana dia, tapi aku tahu di mana sekarang." "Di mana?" Lina nampak khawatir, dia memang tidak memiliki hubungan apapun dengan Yang Rou We namun Lina sudah menganggapnya sebagai keluarga dan pantas saja jika dia merasa khawatir. "Di Jepang." "Jepang?" "Dia sudah menikah dan memiliki bayi laki-laki." "Kamu yakin?" "Tentu." "Baguslah jika dia sekarang hidup dengan baik, dia juga berhak mendapatkan Kebahagiaannya." Mourent mengalihkan pandangannya dari Lina dia menoleh melihat keluar tempat mereka mengobrol begitu banyak kendaraan lalu lalang yang sedang melakukan aktivitas warga masing-masing. "Lalu jika Yang Rou We sudah menikah lalu kenapa kalian bercerai." "Kamu tidak berjodoh." Sayang sekali," ucap Lina penuh penyesalan. "Aku dulu sering mengutuk Hanan, sebelum melihat Hanan dan kenal secara pribadi karena hanya memandang dari satu sisi saja, Namun siapa pun akan mengambil pemikiran yang sama karena siapa pun akan mempunyai seorang laki-laki yang meninggalkan kekasihnya yang sedang hamil besar dan tidak mau bertanggung jawab terlebih aku mendengar jika menikah dengan wanita lain." Mourent hanya tersenyum kecil melihat ekspresi yang di tunjukkan oleh Lina. "Namun setelah aku mengenal dokter Hanan sendiri aku mengubah persepsi ku aku melihat dari sudut pandang Dokter Hanan, Dia seorang yang baik namun keduanya dipermainkan oleh takdir yang membuat mereka menyakiti satu sama lain dan tidak mungkin untuk bersama meskipun memiliki cinta dan kasih yang tak terbatas." Mourent hanya bisa tersenyum ketika kebanyakan orang hanya melihat sudut pandang dari Hanan dan Yang Rou We, dan juga tidak pernah ada seorang pun yang melihat dari sudut pandangnya yang juga menyakitkan, Mourent adalah orang ketiga yang terpaksa menikah karena melihat keindahan yang dimiliki oleh Hanan, namun tidak mendapatkan dan tidak bisa mendengar dimiliki oleh seorang bernama Hanan. Mourent menerima sebuah pesan dari A Wan dan A Wan akan segera menyusul Mourent sebentar lagi. Mourent tersenyum kecil mendapatkan pesan di ponselnya dan segera mengakhiri percakapannya dengan Lina tentang masa lalu yang menyakiti banyak orang sekarang memiliki kehidupan barunya menjalani apa adanya apapun yang ada di depan matanya dan saat ini hanya ada satu orang yang sangat dengan dia yaitu A Wan. "Maaf Mbak, saya pulang dulu," ucap Mourent sambil membersihkan dirinya. "Pulang naik apa?" "Belum tahu," jawab Mourent. Mourent belum siap untuk saat ini, untuk berkata jujur tentang semuanya, terlebih dia masih merasa belum cukup lama berpisah dengan Hanan, meski sudah 4 bulan wajar saja jika Mourent dekat dengan laki-laki lain namun menolak membahas ini dengan Lina, dia hanya berpamitan pada Lina. Mourent ingin lebih dulu keluar dari tempat bekerjanya karena dia tidak ingin A Wan datang lebih dulu dan Lina akan melihat keberadaan A Wan. Mourent melangkah dengan cepat namun tetap saja A Wan juga memiliki langkah besar dia datang ketika Mourent baru saja beberapa langkah meninggalkan tempat kerjanya. A Wan datang dengan sebuah buket bunga kecil di tangannya dan berjalan dengan santai namun dengan langkah besar menunju Mourent. "Terimakasih," ucap Mourent sambil menerima buket mawar merah itu. "Kenapa harus repot-repot?" tanya Mourent. "Sebenarnya aku ingin mengatakan jika Miss ingin bulan pun aku akan mengembalikan untuk Miss, tapi itu terdengar begitu mustahil dan tidak masuk akal, meskipun aku jatuh cinta aku masih mengunakan otakku untuk berpikir secara benar." "A Wan," Mourent tidak menanggapi ucapan A Wan yang panjang lebar, dia malah hanya memanggil namanya. "Apa?" "Kamu banyak bicara sekarang?" ucap Mourent sambil tersenyum kecil menahan tawanya. "Itu hanya untuk Miss, hanya dua wanita yang tidak aku abaikan, bunda dan Miss." "Tidak ada wanita lain?" "Hanya Miss," jawab A Wan dengan cepat. Mourent mendahului A Wan, dia pergi dan di ikuti A Wan di belakangnya, dia tidak sedang puber kedua tapi di perlakukan dengan istimewa oleh seseorang siapa yang tidak menyukainya, terlebih itu dari seorang yang terkenal dingin seperti A Wan. "Miss tidak tanya mengapa aku memberikan Miss bunga?" tanya A Wan yang ada dibelakangnya. "Apa?" "Saya sudah mendapatkan pekerjaan bagus." "Wahh ... selamat." "Semoga ini lebih dari cukup, agar nantinya Miss tidak perlu bekerja lagi." "Kenapa aku?" tanya Mourent binggung. "Miss tidak perlu bekerja keras lagi, jika Miss mau menerima lamaran ku." Mourent tersedak karena pengakuan dari A Wan yang tiba-tiba.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD