Dokter Santika

1061 Words
Dengan hati-hati Mourent membuka pintu ruangan itu, dia tidak ingin menganggu penghuni di dalamnya, sebelumnya dia sudah menata hatinya, mempersiapkan diri agar nanti tidak terkejut melihat kondisi Hanan. Namun tetap saja saat melihat Hanan terbujur dengan selimut yang hanya menutupi sebagian tubuhnya, mata Mourent langsung terasa panas ketika melihatnya kondisi Hanan yang sebagian besar tubuhnya di lilit perban, Hanan sedang beristirahat dan Mourent tidak ingin dia terbangun karena kedatangannya. Jadi Mourent berjalan sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara yang akan mengusik ketenangan di kamar ini. Saat Mourent duduk di samping Hanan yang yang terbaring di ranjang dengan mata sendunya memperhatikan Hanan yang sedang mengecamkan matanya dengan banyak luka yang dia miliki banyak memar goresan yang tidak tertutup oleh perban, luka kecil saja Mourent bisa membayangkan rasa sakitnya bagaimana luka yang ada di balik perban yang tidak terlihat oleh matanya. Saat Mourent masih memperhatikan Hanan yang ada di depannya dia mendengar jika pintu terbuka yang membuatnya menoleh ke arah pintu dan mendapati wanita dengan pakaian sangat rapi dengan wajah dengannya wajah dinginnya. "Ibu ...," sapa Mourent sambil berdiri melihat kedatangan ibu mertuanya itu. "Emm," jawab wanita itu. Mata Mourent sekilas melihat tanda pengenal yang ada di d**a ibu mertuanya itu, dan Mourent segera mengalihkan pandangannya, dia hanya sempat membaca Santika saja tanpa sempat membaca gelar yang ada di depan dan di belakang nama mertuanya itu, Mourent sedikit minder karena dia dan ibu mertuanya lebih banyak memiliki gelar daripada dirinya, dan juga ini adalah kali pertamanya m mengetahui nama mertuanya. Setelah sekian lama menikah dengan Hanan karena biasanya dia hanya menyebutkan dengan nama ibu dan ketika orang lain menyebut mertuanya hanya dengan Ibu kepala, tanpa menyertakan embel-embel apapun di belakangnya karena semua orang sudah tahu jika mertuanya itu adalah kepala pemimpin rumah sakit. Untuk beberapa saat tempat itu jatuh ke dalam kesunyian, Mourent tidak berani bertanya apapun kepada dokter Santika dan wanita yang disebut Hanan ibu itu juga tidak ada niatan berbincang dengan dia hanya memeriksa tubuh Hanan yang memiliki banyak perban diseluruh tubuhnya dan hanya menjadi penonton untuk kedua orang yang ada di depannya yang berstatus sebagai anak dan ibu. Dokter Santika memeriksa semua peralatan yang sedang digunakan pada Hanan dan juga perban perban yang melilit tumbuh Hanan. Bahkan dokter Santika melepaskan perrban milik Hanan yang penuh dengan darah dan menggantinya dengan yang baru yang lebih bersih dan bisa dilihat dengan nyaman oleh Mourent. "Kemana Hanan pergi semalam?" Tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulut dokter Santika. "Ehh ..., saya tidak tahu," jawab Mourent dengan jujur. "Bagiamana kamu bisa tidak tahu? Kamu kan istrinya?" Suara dokter Santika memang tidak begitu keras namun percayalah jika itu lebih tajam daripada sebilah pisau. "Dia kecelakaan di bawah jam 6 pagi, dan kemana dia akan pergi di pagi seperti itu, dan itu jauh dari apartemen kalian?" "Ibu ... saya tidak tahu," jawab Mourent sambil menunduk, saat ini dia sedang bersedih namun dia harus mendapatkan tekanan dari mertuanya. "Apa kamu tidak tahu jam berapa Hanan pergi?" "Tengah malam," jawab Mourent, dia tidak memandang dokter Santika namun sedikit melirik ke Hanan yang masih memejamkan matanya, namun entah mengapa Mourent merasa jika sebenarnya Hanan sudah siuman, tapi Mourent tidak mempersalahkan itu karena masih ada dokter Santika yang perlu dia layani untuk menjawab semua pertanyaan lebih tepatnya tuduhan untuknya. "Apa sering Hanan pergi seperti ini?" "Tidak? Ini untuk pertama kalinya," jawab Mourent dengan cepat. "Aku tidak menemukan ponsel Hanan, dan di tempat kejadian pun tidak menemukannya. Aku perlu melihat ponsel Hanan sekarang, aku rasa itu tidak hilang karena barang berharga lainnya yang menempel di tubuh Hanan masih utuh." "Hanan meninggalkan ponselnya di apartemen," jawab Mourent. "Mana?" Wajah itu begitu datar tidak menunjukkan emosi apapun, dan Mourent harus waspada dengan orang macam ini. "Ada di apartemen, saya tidak membawanya," jawab Mourent dengan cepat. Baru setelah itu ada Mourent melihat sedikit emosi di wajah dokter Santika, dia sedikit kecewa karena Mourent tidak memenuhi keinginannya. Mourent bingung sendiri, bagiamana seorang ibu bisa sebebas ini memeriksa ruang pribadi anaknya, ponsel adalah hal yang sangat pribadi untuk seseorang, karena rahasia apapun ada di sana, dan orang tua punya batasan untuk hal itu terlebih anak mereka sudah dewasa dan memiliki keluarga sendiri. Lagi-lagi Mourent melihat Hanan, dia bertanya-tanya sejauh mana kebebasan yang di miliki oleh Hanan, saat ini Hanan hampir kepala 3 namun ibunya masih dengan mudah masuk keranah privasi. "Apa mungkin suamimu berselingkuh?" "Ha?" Mourent cukup terkejut dengan pertanyaan ini, bagaimana ibunya bisa menyimpulkan jika putranya sendiri berselingkuh, bahkan Mourent yang tinggal satu atap dengannya sama sekali tidak memiliki pemikiran seperti itu, karena memang Hanan tidak mungkin melakukannya, jadwal Hanan sangat teratur dan Mourent mengetahuinya dan juga Hanan sama sekali tidak pernah menunjukkan keanehan atau menyembunyikan sesuatu yang mungkin akan di curigai oleh Mourent. Meski hubungannya dengan Hanan masih berjalan di tempat, namun bukan berarti Mourent tidak tahu jika Hanan memiliki tanda-tanda berselingkuh. Mourent sangat menjaga hubungan baik dengan Hanan, sampi Mourent tidak berani menyentuh hal-hal yang berbau privasi. Meski Mourent tidak menutup matanya jika dia tahu kalau dirinya belum ada di hati Hanan, jika iya mungkin Mourent akan tahu jika Hanan kecelakaan bukan dari pelatara ibu mertuanya. Hanan tidak membawa ponsel, maka dokter perlu menunggu Hanan siuman untuk menanyakan anggota keluarga mana yang bisa di hubungi, karena Hanan tidak ingat nomor siapapun maka Hanan hanya menyebutkan nomor ponselnya sendiri yang ada di rumah, namun sayangnya karena terlalu menjaga privasi Hanan, Mourent tidak mengangkat panggilan yang berbunyi berkali-kali itu. Dan setelah itu Hanan mengaku jika dirinya seorang dokter yang praktek di rumah sakit Kasih ibu maka pihak rumah sakit langsung menghubungi pihak rumah sakit Kasih ibu, karena rumah sakit kasih ibu hanya memiliki nomor kontak dokter Santika maka tidak di hubungi adalah dokter Santika. Dokter Santika yang mengetahui Hanan kecelakaan dan sekarang di rawat di ruang sakit lain, meminta pihak rumah sakit untuk memindahkan Hanan ke rumah sakit kasih Ibu. Baru setelah setelah semuanya beres dokter Santika teringat pada Mourent, kemudian menghubungi Mourent, memberikan kabar buruk tentang kecelakaan yang di alami oleh Hanan. "Aku rasa tidak, Dia tidak pernah melakukan hal yang eneh," jawab Mourent. "Siapa yang tahu," sahut dokter Santika. Setelah itu dokter Santika pergi, meninggalkan Mourent dan Hanan di ruangan ini berdua saja. "Bagaimana Ibu, bisa mencurigai Putranya sendiri?" ucap Mourent setelah melihat ibu mertuanya meninggalkan ruangan ini. Namun tetap saja itu membuat Mourent kepikiran, "Apakah itu ada kemungkinan terjadi?" tanya Mourent di dalam hatinya, sambil melihat Hanan yang masih dengan posisi yang sama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD