Sentimental

1034 Words
Sepasang kelopak mata itu terbuka lebar setelah mendapati ruangan ini sunyi senyap, hanya suara napas milik Mourent yang tertidur dengan tumpuan lengannya sendiri. "Maaf," kata Hanan di dalam hatinya. Tangannya terulur dan tepat di atas puncak kepala Mourent, Hanan cukup merasa bersalah dengan keadaan ini, dia tidak tega melihat wanita sebeik Mourent harus dia sia-siakan, sebenarnya bukan Mourent yang tidak pantas untuk Hanan melainkan sebaliknya. Sejak tadi saat Mourent datang Hanan sebenarnya dia tidak sedang beristirahat, Hanan hanya sedang pusing ketika dia membuka matanya dan memilih untuk memejamkan matanya, Hanan akan menyapa Mourent namun Hanan di hentikan oleh suara Mourent yang menyapa Dokter Santika. Hanan saat ini benar-benar tidak ingin menjawab sederet pertanyaan dari ibunya itu, yang pastinya akan berbuntut panjang, apalagi saat ini ada Mourent di sini, jika ibunya kelepasan bicara dan sampai dia membahas tentang masa lalu, Hanan bum siap karena dia tidak ingin menyakiti perasaan Mourent untuk saat ini. Hanan memilih untuk tetap diam berpura-pura masih beristirahat hanya karena dia tidak ingin berbincang dengan wanita yang dia panggil dengan sebutan ibu. "Jika saja aku bertemu denganmu lebih dahulu mungkin aku tidak akan pernah menyesal menikah dengan wanita sebaik kamu, tapi sayangnya aku sudah memiliki seseorang yang tidak akan mungkin tergantikan karena perasaan bersalahku padanya lebih besar dari pada kebaikan yang aku terima dariku," ucap Hanan dengan masih meletakkan tangannya di kepala Mourent. Namun sampai detik ini Hanan masih belum menyadari fakta jika sebenarnya Hanan bertemu Mourent lebih dulu daripada Yang Rou We, namun sayangnya Mourent kalah poin di perasaan, Hanan langsung jatuh cinta pada Yang Rou We di pandangan pertama sedangkan saat bertemu Mourent, yang jatuh cinta pertama kali bukan Hanan melainkan Mourent. "Dulu aku kira aku hanya akan menikah dengan wanita pilihan Ibuku dan akan bertahan beberapa bulan saja, dan aku bisa terbebas dengan konspirasi yang di buat oleh Ibuku." Hanan dengan luka-luka di sekujur tubuhnya nyatanya masih belum bisa mengalahkan beban berat yang ada di dadanya yang tidak terlihat namun bisa membaut dadanya sakit karena susahnya bernapas dengan teratur. "Ternyata ini lebih sulit dari yang aku pikirkan, jika kamu wanita yang nakal susah di atur itu malah mempermudah aku untuk menjalani pernikahan ini, tapi kamu begitu baik dan menjadi seorang istri yang ideal itu malah membuat aku binggung untuk menempatkan diriku sendiri padamu, aku tidak bisa mencintaimu layaknya seorang pria pada umumnya, namun aku merasa bersalah jika menyakiti wanita berhati lembut seperti dirimu." Banyak hal yang di katakan di dalam hati Hanan yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, Hanan ingin mengatakannya pada Mourent namun Hanan tidak siap jika melihat wanita ini menangis karena dirinya, sebenernya Hanan sudah cukup puas membuat satu wanita menangis untuk dirinya, dia tidak butuh Mourent menangis karena dirinya. Cukup satu hanya Yang Rou We saja yang menangis darah dan banyak berkorban untuk dirinya, jangan Mourent mengikuti langkah Yang Rou We, Hanan tidak akan pernah mampu jika Mourent banyak berkorban dan membuang banyak waktu Mourent hanya untuk dirinya, dan Hanan mungkin nantinya akan menyia-nyiakan apapun usaha Mourent yang sudah di lakukan hanya untuk Hanan. Hanan segera menarik tangannya saat melihat Mourent mengerakkan kepalannya, Hanan pikir Mourent akan bangun namun dia salah, ternyata Mourent hanya merubah posisi kepalanya, mencari tempat yang nyaman untuk dirinya menaruh kepalanya. Mourent memindahkan posisi kepalanya, sekarang Mourent menghadap langsung pada Hanan, Hanan bisa melihat dengan jelas wanita yang masih memejamkan matanya itu. Hanan memperhatikan sepasang mata yang memiliki kantong mata yang cukup besar, yang menandakan jika Mourent banyak menagis sebelum dia jatuh tertidur dan itu bisa di pastikan jika Mourent menangisi dirinya. "Jangan menangis aku Mourent, aku tidak pantas untuk itu, andai saja kamu tahu kemana aku pergi kemarin? Aku tidak yakin jika kamu masih bisa menangis untuk aku." Tangan Hanan kembali terulur ke puncak kepala Mourent, dia tadi hanya menaruh tangannya di sana tanpa bergerak, namun sekarang Hanan sedikit mengerakkan tangannya untuk benar-benar mengelus kepala Mourent. Nampaknya Mourent merasakan itu kemudian dia bangun dan mendapati jika Hanan sedang menatapnya. "Hanan ...?" panggil Mourent sedikit terkejut karena melihat Hanan yang membuka matanya dan tangan Hanan yang baru sasa di tarik dari kepalanya. "Aku baik-baik saja," ucap Hanan dengan suara lirihnya. Mourent meremas kedua tangannya karena ingin memeluk tubuh Hanan namun dia tidak bisa melakukannya jadi dia hanya menggenggam tangannya sendiri. "Baik apanya?" ucap Mourent protes. "Lihatlah seluruh tubuhnya sebagai besar di perban, bagaimana ini masih di bilang baik-baik saja?" "Aku masih hidup Mourent ...," balas Hanan. "Hanan ...," Mourent sudah mengangkat tangannya akan memberikan pukulan ringan pada Hanan namun itu berhenti di udara karena Mourent sadar jika Hanan sedang cidera. "Kenapa bicara seperti itu?" protes Mourent. "Itu fakta, untung saja aku masih hidup, dan tidak mengalami cidera yang lebih parah dari ini, tidak ada luka dalam hanya goresan luar dan beberapa retak di kaki, itu masih ringan Mourent. bagaimana jika aku mengamati latah kaki atau mati di tempat." "Hanan?!" Mourent menghentikan bicara Hanan yang ngelantur jauh. Mourent menunjukkan kedua matanya yang berkaca-kaca dengan bibirnya yang ingin mengatakan sesuatu namun tidak ada satu katapun yang bisa dia keluarkan dari mulutnya. Hanan mengulurkan tangannya untuk membelai pipi Mourent, air mata itu sudah siap tumpah namun masih tertahan di pelupuk matanya. "Tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa. Tidak perlu begitu khawatir," ucap Hanan sambil membelai pipi Mourent, mengusap sebutir air mata yang lolos meluncur dengan bebas di pipi Mourent. Saat Hanan mencoba menenangkannya, menguburnya, bukannya merasa lebih baik tapi Mourent malah sebaliknya, tangisan itu malah pecah dan Mourent sudah tidak bisa lagi menahan dirinya sendiri, dia menghamburkan dirinya ke dalam pelukan Hanan. Mourent tidak mengatakan apapun di dalam pelukan Hanan, dia tidak bisa mengucapkan satu kata pun, namun isak tangisnya menjelaskan semuanyal, Hanan sebenarnya merasakan nyeri saat Mourent memeluknya, namun Hanan menahannya dia tidak ingin merusak momen milik Mourent, dia nampak bersedih lebih darinya. Hanan membalas pelukan Mourent dengan satu tangganya saja karena satunya tidak bisa digunakannya dengan semestinya. "Maaf," Mourent segera melepaskan pelukannya setelah sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan. Mourent menghapus air mata yang ada di dua pipinya, Mourent tidak ingin Hanan melihat dia yang seperti ini. "Apakah lebih baik?" tanya Hanan. "Bukankah terbalik?" tanya Mourent, "Di sini kamu yang sakit?" "Tapi kamu yang menangis? Aku mengatakan jika aku baik-baik saja." "Baik-baik saja tapi seluruh tubuh penuh dengan lebam dan perban?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD