Kepercayaan mutlak

2079 Words
Yang Rou We menyandarkan tubuhnya di dinding sambil menatap lurus kosong, dia berpikir keras namun jadinya malah melamun, sampai dia tidak menyadari jika Hanan sudah sampai menyapanya. "Aku bawakan makan siang," ucap Hanan sambil terus berlalu mengambil sendok dan wadah untuk mereka berdua makan. Saat Hanan kembali dia masih mendapati Yang Rou We duduk termangu sambil menatap kosong. Hanan tidak memperhatikan itu, dia langsung duduk di depan Yang Rou We membuka makanan yang dia bawa untuk mereka berdua. "Ayo makan," gumam Hanan menyodorkan semangkok sup iga yang masih mengepul, Hanan sengaja' mencari makanan yang berkuah karena saat hamil Yang Rou We sangat pilih-pilih makanan dia hanya mau makan jika makanan itu berkuah dan tidak begitu pedas, padahal sebenarnya dia sangat pecinta pedas. Hanan harus menyesuaikan lagi saat Yang Rou We hamil karena seleranya sangat berubah saat dia hamil, dia melakukan hal-hal yang dulunya dia tidak suka seperti makan buah-buahan yang asam dan hidungnya begitu sensitif terhadap bau, Hanan tidak bisa mendekati Yang Rou We jika dirinya belum mandi dan menghabiskan banyak parfum. "Sayang ...," panggil Hanan dengan lembut, dan Yang Rou We tidak menyahut, membuat Hanan binggung. Padahal jelas-jelas Yang Rou We berkedip dan menghadap padanya, tapi mengapa seorang pikirannya ada di tempat lain. "Sayang," Yang Rou We di tepuk ringan oleh Hanan yang ada di hadapannya, dan dia malah terperanjat karena kaget. "Hanan kamu mengagetkanku," ucap Yang Rou We sambil ekspresi terkejut. "Ha?" Hanan malah keheranan, bagaimana dia mengejutkan Yang Rou We jelas-jelas dia sudah datang sejak tadi dan terus mengajak bicara Yang Rou We. "Kamu kenapa?" tanya Hanan. "Kenapa apanya?" Yang Rou We balik bertanya. Dengan wajah binggung. "Kamu melamun? Aku sudah datang sejak tadi, sudah menyapamu, bahkan menyuruh mu makan," Hanan menunjukkan satu mangkok sup iga yang ada di depannya. "Benarkah?" Yang Rou We mengaruk kepalanya sendiri yang tidak gatal, "Maaf, sepertinya kau melamun," Yang Rou We tersenyum malu. "Sudahlah, makan dulu sebelum sup ini dingin," Hanan menyodorkan sendok pada kekasihnya itu. "Terimakasih," ucap Yang Rou We sambil menerima sendok dari Hanan dan mulai makan. "Apa yang mengganggumu?" tanya Hanan, dia tidak sabar untuk bertanya setelah makanan mereka habis, karena tidak biasanya Yang Rou We melamun sampai segitunya. "Emm, tidak ada?" jawab Yang Rou We dengan cepat sambil mengunyah daging sapi di mulutnya. "Kamu yakin?" "Emm." "Jika ada masalah, bagilah denganku, kita selesaikan bersama-sama." "Iya," Yang Rou We tersenyum kecil untuk memastikan pada Hanan. Tapi untuk kali ini Yang Rou We ingin menyembunyikan ini dulu, dia takut Hanan akan berpikir yang tidak-tidak, sebelum Yang Rou We memecahkan masalah ini, dia tidak akan memberi tahu Hanan jika malam ini Yang Rou We seperti di jebak dan Yang Rou We ingin mencari siapa pelaku dan dalang dari semuanya. "Sebaiknya berhenti bekerja mulai sekarang saja, aku ingin kamu fokus untuk menjaga bayi kita, aku tidak ingin kamu kecapean." "Terimakasih, tapi aku masih ingin bekerja, aku tidak apa-apa. Aku kuat, lagi pula jika seharian di rumah tanpa melakukan apapun itu cukup membosankan." "Kamu yakin kuat?" "Emmm." "Aku akan mempersiapkan semuanya, tapi maaf mungkin aku tidak akan membuat acara yang besar untuk pernikahan kita nanti." "Tidak apa-apa, sebaiknya uangnya ditabung untuk kita nanti." "Tidak apa-apakan jika hanya mengundang sedikit orang?" "Tidak apa-apa, aku tahu bukannya kamu tidak cukup punya uang, tapi memang sebaiknya uangnya buat bayi kita saja kedepannya." "Aku sangat mencintaimu ...," ucap Hanan merasa gemas pada Yang Rou We karena satu pemikiran dengannya. Itu adalah sebuah anugerah tersendiri memiliki pasangan yang satu frekuensi, tidak melelahkan, menghabiskan waktu hanya untuk berdebat untuk mempermasalahkan yang sebenarnya tidak penting untuk di perdebatkan. Hanan bersemangat memakan sup iga di depannya sambil tersenyum lebar, sedangkan Yang Rou We gerakannya melambat, dia memasukkan ke mulutnya perlahan sambil memperhatikan Hanan yang sedang berbahagia, ada satu ganjalan di hati Yang Rou We, bukan karena tidak adanya restu dari pihak Hanan maupun dari pihak keluarganya, tapi keganjalan kejadian tadi malam yang membuat satu pikiran tidak enak untuk Yang Rou We, saat ini memang tidak terjadi apapun namun Yang Rou takut jika kedepannya ini malah jadi bumerang untuk hubungannya dengan Hanan. Yang tidak tahu kapan akan meledak. Hanan begitu bersemangat untuk segera menikahi Yang Rou We, wanita yang sudah dia kencani lebih dari lima tahun, dan saat ini sedang mengandung buah cinta mereka, dan dia berencana akan segera menikahi Yang Rou We bulan-bulan ini, jika bisa di waktu dekat ini, persiapan mereka tidak banyak karena mereka hanya membutuhkan buku nikah resmi, tidak akan ada acara besar-besaran, selain mereka dalam kondisinya yang tidak memungkinkan untuk melakukan itu, itu juga tidak baik untuk kedua belah pihak, karena nanti saat acara pernikahan mereka berdua, Yang Rou We dan Hanan sama-sama tidak yakin jika ada dari keluarga mereka yang akan hadir untuk menjadi saksi pernikahan mereka, karena memang keduanya tidak mendapat restu dari dua belah pihak. Itu juga tidak akan bagus dalam pandangan orang lain, karena tidak bisa di pungkiri jika orang tua Yang Rou We dan Hanan memiliki wajah yang cukup terkenal di kalangan tertentu, ibu Hanan yang banyak di kenal dan di hormati di kalangan dokter, perawat dan di kalangan rumah sakit. Dan keluarga Yang Yuan tidak juga memiliki banyak bisnis, jika orang lain mengetahui jika putrinya kabur dari rumah hanya untuk menikahi seorang dokter muda yang berbeda keyakinan, mungkin ayahnya tidak akan punya wajah lagi karena malu. *** Hanan yang masih mengunakan jas berwarna putih dengan kemeja warna biru, duduk sambil memainkan pulpen miliknya, saat ini dia beberapa di dalam ruangan yang cukup familiar, sudah ada bertahun-tahun ruangan ini tidak pernah berubah sedikitpun, barangnya tertata cukup rapi tidak ada satupun barang yang tidak berada di tempatnya. Ruangan ini sangat mencerminkan kepribadian pemiliknya yang perfeksionis dan tegas. Foto seorang wanita terpanjang di sana dia hanya sendirian dengan jas putih kebesarannya, Hanan mengunakan jari telunjuknya untuk mengusap papan nama yang ada di meja, nama lengkap ibunya terukir dengan indah di papan nama di atas meja, lengkap dengan sederet gelar yang wanita itu miliki. Hanan sudah menunggu ibunya selama 25 menit tapi ibunya tidak kunjung kembali, dia di landa kejenuhan dan hampir tertidur saat menunggu ibunya kembali ke ruangannya. Namun dia harus bertahan karena dia yang membuat janji pada ibunya, jika hari ini Hanan Bingin bicara berdua saja. Pintu itu terbuka dari luar dan Hanan langsung menoleh kebelakang, itu adalah ibunya yang sedang berbicara dengan seorang perawat, perawat itu banyak membawa berkas yang siap untuk di tandatangani oleh ibunya. "Ibu," Hanan berdiri untuk menyapa ibunya, dan wanita itu hanya mengangguk tanpa tersenyum sedikit pun, wanita berkacamata itu duduk di kursinya yang tepat di hadapan Hanan dan masih di sibukkan dengan setumpuk berkas. "Tinggalkan saja, ambil satu jam lagi, aku akan memeriksanya ulang sebelum menandatangi ini," ucap wanita berkacamata yang sudah berumur itu namun masih terlihat cantik. "Baik," jawab perawat itu dan segera pergi. "Ibu ...," panggil Hanan lagi saat mereka sudah hanya berdua saja. "Ada apa mencariku?" tanya Ibu Hanan dengan sekilas melihat putranya yang duduk di hadapannya setelah itu kembali lagi membuka lembar demi lembar berkas yang ada di hadapannya. Hanan tidak langsung mengutarakan apa yang akan dia sampaikan pada ibunya, ada beberapa keraguan di hati Hanan meski dia sudah mempersiapkan jauh-jauh hari ingin mengatakan ini pada ibunya, namun tatap saja Hanan takut salah bicara karena wanita yang saat ini dia hadapi memiliki IQ tinggi yang jauh lebih baik daripada milik Hanan, dan rencana yang tidak bisa di prediksi oleh Hanan. Dia sangat genius, bisa melakukan banyak pekerjaan secara bersamaan. Beberapa bulan yang lalu ibunya mengatakan akan mengambil ijin praktek Hanan jika dia tidak pulang ke rumah, namun sampai saat ini itu belum juga terjadi meski Hanan tidak menuruti perintah dari ibunya, Hanan malah takut jika ibunya yang napak tenang seperti ini karena bagi Hanan air tenang bukan berani tidak berbahaya, karena Hanan memiliki filing jika ibunya hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengambil tindakan pada putranya yang pembangkang ini. "Ibu, aku datang ke sini ingin menyampaikan jika aku dan Yang Rou We akan menikah dua Minggu lagi," Akhirnya Hanan membuka percakapan antara ibu dan anak itu. Mau bagaimanapun perlakuan ibunya pada Hanan itu tidak akan menghapus fakta jika wanita itu adalah wanita yang sudah melahirkannya dan membesarkannya hingga Hanan menjadi seperti ini, meski banyak tekanan yang harus di alami Hanan. "Lalu?" jawab wanita itu sangat ringan. "Jika ibu berkenan ibu bisa hadir," kata Hanan mengunakan bahasa paling lembut menurutnya. "Aku tidak akan datang," jawab ibu Hanan dengan cepat. "Tidak apa-apa, Hanan hanya ingin memberi ibu kabar bahagia kami, jika ibu tidak ingin menghadirinya, itu pilihan ibu, dan kami tidak memaksa." "Bukan hanya ibu yang tidak akan datang tapi kamu juga," Wanita itu mengangkat kepalanya kemudian melepaskan kacamata baca yang dia gunakan. "Ha?" Tentu saja Hanan tidak mengerti dengan apa yang di katakan oleh ibunya, bagaimana Hanan tidak datang di acara pernikahannya sendiri. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama ibu Hanan akhirnya menunjukkan senyumnya, meski sebenarnya senyuman itu cukup menakutkan. Ibu Hanan mengambil sesuatu di dalam laci dan menyerahkan sebuah amplop pada Hanan. Hanan tidak perlu bertanya, dia langsung menerima amplop itu dan tanpa berpikir dia langsung membukanya. Dan sebelumnya melirik pada ibunya yang nampaknya sedang menunggu reaksi apa yang di tunjukkan Hanan padanya. Saat Hanan mengeluarkan apa isi dari amplop itu tangannya langsung mati rasa, dia seperti tidak sedang memegang apapun, bahkan Hanan lupa untuk berkedip saat melihat foto yang ada di tangannya, dia seorang wanita yang sangat Aghnia kenal, tanpa membuka matanya Hanan sudah hafal semuanya. Namun yang membuat syok bukanlah itu, Yang Rou We di dalam foto itu sedang tertidur lelap di dalam pelukan seorang laki-laki dan sayangnya itu bukan dirinya, dia memiliki wajah oriental begitu tampan dengan rambut blonde nya, dan wajah itu juga cukup sulit untuk di lupakan bagi Hanan karena laki-laki itu salah satu laki-laki yang gigih mengejar Yang Rou We saat mereka masih ada di Jerman, Logan seorang mahasiswa yang satu universitas dengan Yang Rou We saat di Jerman. Tanpa sadar Hanan mengepalkan tangannya sangat erat dan langsung menatap ibunya dengan tatapan tajam, wanita itu masih tersenyum pada Hanan. "Apa ini ibu?" tanya Hanan dengan suara dalamnya, dia datang untuk memberikan kabar baik dengan rencana pernikahannya bagiamana bisa ibunya langsung memberikannya jadi yang membuat jantungnya hampir berhenti berkerja. "Kamu seorang anak muda yang sering berkutat dengan sosial media, tentunya kamu bisa membedakan mana real mana editing?" jawab wanita itu sangat santai. "Ibu, aku tahu jika ini real, tapi yang aku pertanyaan bagaimana bisa ibu memiliki foto-foto ini?" Hanan melempar beberapa foto yang ada di dalam amplop itu, bahkan Hanan sama sekali tidak berniat untuk melihat semua foto-foto yang menunjukkan kemesraan Yang Rou We dengan Logan. "Tidak peduli dari mana aku mendapatkan semua foto-foto ini, bukankah yang terpenting sekarang ada bukti nyata di depan matamu jika wanita yang kamu puja itu ternyata menghianati dirimu, menusuk mu dari belakang," kata wanita itu dengan senyuman merekah dan sangat percaya diri. Hanan yang sedang menatap ibunya sejak tadi tiba-tiba saja tertawa-tawa terbahak-bahak, sampai perutnya sakit. Hanan juga memukul-mukul pahanya beberapa kali seperti sedang melihat pertunjukan yang sangat lucu. Sedangkan ibunya yang tadinya tersenyum lebar kini kehilangan senyumnya sama sekali karena melihat respon yang di berikan oleh putranya karena bukti yang ia sodorkan. "Ibu, ibu ..., kenapa kamu lucu sekali," kata Hanan di sela-sela tawanya. Dan yang di lakukan ibunya sama sekali tidak menunjukkan respon apapun dia hanya menunggu Hanan selesai tertawa. Hanan yang sudah puas tertawa kini mengunakan satu lengannya pada pinggir meja sebagai tumpuan, kemudian dia mendekatkan wajahnya pada ibunya, hilang sudah tawa dari wajah Hanan tidak tersisa meski sedikitpun. "Apa ibu pikir aku akan percaya dengan hal ini? ha?" Sepasang mata Hanan bertemu dengan mata ibunya yang juga tidak ingin kalah dari Hanan. "Bukti ini terlalu lemah ibu, jika hanya untuk menghancurkan kerajaan cinta yang sudah terbangun hampir sepuluh tahun lamanya di kehidupan ku dan Yang Rou We. Jebakan mu saat ini tidak berlaku untuk ku yang sudah dewasa ini ibu, jika ini kamu berikan saat aku masih sekolah mungkin aku akan mempercayainya depan mudah tapi itu untuk aku sekarang ibu, aku mengenal Yang Rou We, aku juga sangat mencintai dan jangan tanyakan kepercayaan yang aku berikan itu mutlak tidak kurang sedikitpun." Hanan bertepuk tangan sambil melihat ibunya dengan senyuman kebanggaan, "Terimakasih ibu, terimakasih," ucap Hanan masih dengan bertepuk tangan untuk ibunya yang sama sekali tidak membalas semua apa yang di katakan Hanan. "Terimakasih atas segala usaha yang sudah ibu lakukan untuk menggagalkan rencana pernikahan kami, terimakasih karena sudah berusaha menghancurkan kehidupan ku ibu, ibu dengan sadar akan merenggut kebahagiaan putramu sendiri, begitu hebatnya ibu ku ini," Hanan masih terus bertepuk tangan untuk memberikan penghargaan kepada ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD