Memainkan peran

1813 Words
Matahari sudah tengelam namun masih meninggalkan sebagian kecil sinarnya, menghiasi langit sore ini, begitu indah hingga mata ini enggan untuk bisa berpaling. Tanpa ragu Yang Rou We mendudukkan dirinya di pasir yang masih terasa hangat, kedua kakinya dia luruskan dan sebagian Yang Rou We masukkan ke dalam pasir pantai, dia memperhatikan deburan ombak dengan latar belakang warna jingga yang elok. Rambutnya yang sudah kembali tumbuh panjang di mainkan oleh angin yang berhembus. Di pantai ini masih banyak orang yang sedang bermain-main dengan anak ombak, waktu senja memang menyenangkan bermain di pantai, karena sinar matahari yang tidak terik membakar kulit. Yang Rou We tahu jika ada seseorang yang sedang memperhatikan dirinya namun tempat ini adalah tempat umum siapapun bisa memperhatikan dirinya, Yang Rou We di sini juga sedang menunggu seseorang dan itu adalah Hanan. Tidak biasanya Hanan mengajaknya ke tempat wisata seperti ini, mungkin juga karena jaraknya yang dekat atau mungkin Hanan ingin melepaskan penat meski ini bukan weekend. Yang Rou We menoleh saat dia melihat sepasang sepatu sudah berdiri di sampingnya, tanpa ada suara orang yang di tunggunya sudah datang, mungkin juga karena suara ombak yang mendominasi di sini membuat kedatangan Hanan sama sekali tidak terdengar, Yang Rou We mengangkat kepalanya untuk melihat Hanan yang masih berdiri tanpa mengucapkannya satu katapun, tapi saat Yang Rou We melihatnya wajah Hanan sangat datar dan pandangannya lurus menatap senja. Karena tidak ingin mengganggu Hanan menikmati suasana damai ini Yang Rou We menarik kembali pandangannya dan ikut menatap lurus ke depan, kakinya dia tarik dan Yang Rou We bersila, mencari posisi ternyaman menurut dia yang sedang hamil, tidak peduli pakainya akan kotor karena pasir yang terpenting saat ini dia bisa menjadi dirinya sendiri menikmati apa yang ada di hadapannya. Tidak begitu lama Hanan akhirnya ikut duduk di samping Yang Rou We namun tidak langsung membuka percakapan, menyapa Yang Rou We pun tidak, Yang Rou We tahu jika ada yang salah pada Hanan jadi dia juga tidak terburu-buru untuk bertanya. "Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" Akhirnya setelah saling diam Hanan membuka percakapan dengan basa-basi yang menurut Yang Rou We tidak berbobot. "Baik," jawab Yang Rou We lirih, suara Yang Rou We hampir tenggelam karena kerasnya suara ombak yang menderu. Hanan dan Yang Rou We kembali tengelam dalam kesunyian, tiba-tiba mereka seperti orang asing yang baru saja bertemu, kehabisan topik untuk di bicarakan, Hanan sudah berusaha membuka topik namun Yang Rou We mematikan topik percakapan itu. Sebuah kecanggungan terjadi di antara mereka berdua, padahal mereka tidak ada pertengkaran semuanya baik-baik saja, meski Yang Rou We merasakan jika tiga hari ini Hanan lebih sering diam dan tidak menghubungi Yang Rou We terlebih dahulu, saat Yang Rou We mengirimkan pesan Hanan akan membalas apa kadarnya dan topik pembicaraan akhirnya buntu, pada awalnya Yang Rou We mengira jika Hanan kecapean hingga dia sedikit aneh namun itu tidak hanya sekali hingga tiga hari lamanya, membaut Yang Rou We berpikir ada apa dengan Hanan. hingga pagi ini Hanan mengirim pesan jika dia ingin bertemu di pantai ini setelah pulang bekerja, dan kebetulan Yang Rou We ada pekerjaan di sekitar sini dia datang lebih awal dari jam yang mereka sepakati. "Tidak, terimakasih," ucap Yang Rou We saat ada seorang anak perempuan sekitar umur 10 menjajakan bunga dagangannya pada Yang Rou We, namun saat gadis kecil itu akan pergi, Hanan menghentikannya dan membeli satu tangkai bunga putih, Hanan mengambil satu lembar uang berwarna biru tua dan menyerahkan pada pedagang kecil itu. "Uangnya terlalu besar, saya tidak memiliki kembalian," ucap gadis itu sambil memegang uang dari Hanan. "Kembaliannya untukmu," jawab Hanan. "Benarkah?" tanya gadis itu dengan mata berbinar. "Hemm." "Terimakasih banyak, terimakasih banyak. Semoga cinta kalian bertahan sampai kalian tua," Doa pedagang kecil itu. "Amin," jawab Hanan. Namun hatinya menyangkal karena ada yang kurang dari doa anak itu, Hanan ingin meminta doa lebih namun anak itu sudah berlalu dengan rumah gembira karena mendapatkan uang dari Hanan. "Seharusnya kamu juga mendoakan kami akan terus bersama dengan cinta kami sampai tua," kata Hanan di dalam hatinya, dia cukup menyukai dia dari anak kecil karena doa mereka cepat terkabulnya, anak kecil belum begitu memiliki dosa, dia mereka sering terkabulkan terlebih jika mereka yatim. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Hanan menyerahkan setangkai bunga mawar putih tanpa wadah itu, itu benar-benar hanya setangkai bunga mawar putih tanpa ada wadah tanpa ada plastik transparan yang membungkusnya, tapi mawar itu terlihat masih fresh baru saja di petik kemudian di jajakan. Yang Rou We tidak tahu mengapa Hanan memilih mawar yang berwarna putih, padahal di sana ada mawar berwarna merah yang pada umumnya di berikan pada pasangan karena warna mawar merah yang sangat cocok untuk pasangan kekasih. Yang Rou We mencium bunga mawar putih itu, itu cukup harum untuk bunga yang baru saja di petik. Yang Rou We memainkan bunga itu menghirup keharuman bunga itu, memutar-mutar. Dia hanya fokus pada bunga yang ada di tangannya, Yang Rou We tidak melihat Hanan yang ada di sampingnya sedang memperhatikan dirinya dengan tatapan yang sudah untuk di artikan. Tanpa mengucapkan apapun Hanan menyodorkan sebuah amplop berwarna putih kepada Yang Rou We. "Apa?" tanya Yang Rou We sambil menatap tangan Hanan yang membawa amplop itu. "Untukmu," jawab Hanan lirih. "Untuk apa memberikan aku uang, aku masih bekerja tabunganku masih lebih dari cukup untuk membiayai hidup ku," jawab Yang Rou We. "Ini bukan yang," jawab Hanan. "Ohh," Baru setelah itu Yang Rou We mengambilnya namun tidak langsung membukanya. Hanan menunggu Yang Rou We membukanya namun setelah menunggu Yang Rou We tidak kunjung membuka amplop pemberiannya. "Kita makan apa hari ini," tanya Yang Rou We. "Yang Rou We ...," panggil Hanan, Yang Rou We menoleh dan memberikan senyum kecil. "Ya," sahut Yang Rou We tersenyum menunjukkan giginya. "Kamu tidak ingin membuka amplop itu?" Hanan kembali membawa topik ke semula yang ingin di alihkan oleh Yang Rou We. "Sekarang?" tanya Yang Rou We dengan wajah polosnya. "Ya," jawab Hanan lemah, sangat lemah. Yang Rou We mengambil napas terlebih dahulu, dia berusaha tersenyum namun sulit, amplop itu ringan sangat ringan untuk Yang Rou We, namun ada beban tersendiri ketika dia akan membukanya. Yang Rou We berharap ini benar-benar uang namun kenyataannya ini bukan. Amplop itu di buka begitu saja oleh Yang Rou We, namun dia belum bisa melihatnya, tapi Yang Rou We harus tetap melihatnya, tangannya yang memegang beberapa lembar foto, Yang Rou We langsung memejamkan matanya ketika dia melihat dirinya sendiri sedang berada dalam pelukan seorang laki-laki, itu hanya beberapa persekian detik namun Yang Rou We sudah lebih dari cukup untuk mengenali dirinya sendiri. Yang Rou We membalikkan lembaran foto yang ada di tangannya, dia tidak akan sanggup melihat dirinya sendiri, Yang Rou We tidak peduli siapa laki-laki yang sedang bersama dirinya di dalam foto itu, yang jelas itu bukan Hanan, jika itu Hanan untuk apa Hanan memberikan ini padanya. Tapi Yang Rou We juga tidak ingin mengetahui siapa laki-laki itu meski tidak perlu banyak upaya untuk melihatnya, dengan membalikkan tangannya Yang Rou We sudah mendapatkan jawaban, tapi Yang Rou We memilih untuk tidak melakukannya. "Ada sesuatu yang ingin kamu jelaskan padaku tentang hal ini?" tanya Hanan. Dan Hanan cukup terkejut dengan jawaban Yang Rou We. "Tidak ada," jawab Yang Rou We tanpa melihat ke arah Hanan. Hanan yang malah melihat Yang Rou We, dia sudah mempersiapkan diri ketika Yang Rou We akan membantah bukti yang ada di tangannya, Hanan sudah mempersiapkan hatinya untuk melihat Yang Rou We menangis. Hanan menunggu Yang Rou We marah padanya, mempersiapkan hatinya agar tidak terbawa perasaan. "Tidak ada?" tanya Hanan. "Emm." "Lalu bagiamana kamu bisa tidur dengan Logan?" "Logan?" tanya Yang Rou We binggung, dia binggung kenapa Hanan menyebutkan nama Logan, bahkan butuh beberapa saat Yang Rou We untuk mengingat nama Logan di hidupnya. Karena binggung Yang Rou We melihat foto di tangannya dan melihat dengan seksama siapa laki-laki yang sedang memeluknya. "Logan?" tanya Yang Rou We tidak percaya, "Bagaimana ini bisa jadi Logan?" tanya Yang Rou We di dalam hati. "Jangan berlagak bodoh di depan ku, setelah membodohi aku, bagaimana wajah polos mu menipuku selama ini?" Yang Rou We binggung harus menanggapi Hanan apa, dia menaruh foto itu menghadap ke bawah, Yang Rou We juga menaruh bunga yang baru saja di berikan oleh Hanan. "Maaf," ujar Yang Rou We sambil menunduk. Yang Rou We yang meminta maaf yang kaget malah Hanan, Hanan membelalakkan matanya. "Jadi benar kamu memiliki hubungan dengan Logan di belakang ku?" Ini bukan rencana Hanan. "Iya," jawab Yang Rou We lirih. "Aku tidak menyangka Yang Rou We, setelah apa yang aku berikan apa yang aku korbankan padamu kamu sampai hati bermain di belakang ku. "Maafkan aku," ucap Yang Rou We dengan pandangan menunduk. Hanan langsung berdiri dengan d**a penuh, dia menahan amarahnya tapi sekarang perasaannya campur aduk. "Jangan hubungi aku lagi, aku akan kembali ke rumah ibuku, perjuanganku tidak di hargai selama ini," Setelah mengatakan itu Hanan memejamkan matanya. "Kita putus," ucap Hanan kemudian mengambil langkah besar untuk meninggalkan Yang Rou We yang masih ada di pantai sendirian sedang menunduk dan tidak mengucapkan sepatah katapun, Hanan tidak melihat jika dia menangis, Hanan sangat sangat ingin mengetahui apa isi dari otak Yang Rou We. Hanan di hadapkan dengan dua pilihan, antara maju atau mengambil jalan memutar, dia ingin maju namun keadaan mereka sudah ada di ujung jalan dan di sana sudah ada jurang kematian yang siap menanti mereka berdua, jika itu Hanan sendiri tidak melibatkan Yang Rou We dan calon bayinya mungkin Hanan akan memilih maju, dia tahu jika dia sudah di ujung jalan dan jurang menantinya tapi Hanan tidak ingin memilih jalan memutar, ia ingin terjun bebas karena Hanan memiki keyakinan jika masih ada jalan keluar di bawah jurang sama Namun Hanan tidak bisa melakukannya, karena dia tidak berjalan sendirian, ada wanita yang dia cintai dan bayi mereka yang belum melihat dunia, bagaimana mungkin Hanan akan mengajak mereka ikut terjun bebas ke jurang, Hanan tidak akan bisa melihat mereka berdarah-darah di dasar jurang, Hanan tidak akan sampai hati melakukannya, karena masih ada pilihan ke tiga, ketika Hanan memilih jalan memutar sendirian makan akan ada sebuah jembatan kokoh tercinta di ujung jalan yang menghubungkan jalan, jembatan yang berada di atas jurang yang kokoh. Hanan dengan berat hati memilih jalan memutar, membiarkan Yang Rou We yang sedang mengandung melewati jembatan besar sendirian, dan Hanan melihatnya dengan sangat bahagia karena Yang Rou We sudah berada di sebrang dengan kehidupan barunya, Hanan rela berpisah dengan kedua orang yang di sangat dia cintai asalkan Hanan masih bisa melihatnya dari pada Hanan terus memegang erat tangan Yang Rou We namun tidak ada jaminan untuk Hanan terus bisa menggenggam tangan Yang Rou We saat terjun ke dasar jurang, dia bisa sekuat tenaga memegang tangan Yang Rou We tapi pada akhirnya Hanan akan tetap harus melepaskannya. Betapa rumitnya dunia hanya karena sebuah rasa, yang membuat banyak hati menjadi jera untuk memulai cinta yang baru, apalagi seorang laki-laki yang belum selesai dengan masa lalunya tidak akan pernah berhasil memulai hubungan yang baru dengan banyak wanita, jika masih ada satu nama wanita di hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD