"Ann, ponselmu bunyi, kenapa kau biarkan?" tanya Stefan sambil menunjuk dengan dagunya.
Anne mengangkat bahu,"Entah, dari tadi salah sambung terus." Dalam hati ia ketar-ketir, apa Stefan akan curiga?
Benar saja, alis mata tebal Stefan bertaut, "Oh, begitu ya?"
"Biarkan saja, nanti juga berhenti sendiri. Paling-paling orang nawarkan asuransi." Anne tersenyum tipis. Dan untungnya ponsel itu pun senyap kembali, Anne pun cepat mengalihkan atensi Stefan.
"Sayang..., aku tak sabar dengan kejutan darimu.. " kata Anne lembut, mengulas senyum andalannya.
Stefan lalu mengeluarkan dua tiket dari tas kerja yang dibawanya.
"Aku ingin mengajakmu bulan madu ke Jepang awal musim semi." tutur Stefan yang ditanggapi antusias oleh istri rupawannya.
"Wow, I like it... " Mata Anne berbinar. Namun, sedetik kemudian redup tatkala Stefan melanjutkan kalimatnya,"Kebetulan aku ada pertemuan bisnis dengan CEO perusahaan mobil listrik sana."
Anne mendengkus kesal,"Apa ga bisa kita pergi tanpa embel-embel urusan bisnis?"
Suara Anne yang sedikit meninggi membuat pria yang berkulit putih kemerahan itu menghela napas,"Ann, aku sudah berusaha menyenangkan hatimu. Coba kamu lebih bisa menghargai susah payahku. Kamu tahu 'kan? Aku sudah meluangkan waktu untukmu." Wajah lelaki itu tampak kecewa.
Anne diam, bibir mungilnya mengerucut, terakhir kali ia ditinggalkan sendiri oleh Stefan mengurus bisnis kala mereka menginap di hotel ternama di Korea Selatan. Alih-alih menikmati kebersamaan malah sepanjang hari itu Anne mendekam di kamar hotel.
"Apa aku akan ditinggalkan lagi?" sindir Anne.
Stefan membuang napas,"Kamu masih mengingatnya padahal aku sudah berkali-kali minta maaf padamu.. "
"Itu sudah menjadi semacam trauma bagiku,"desis Anne, tak peduli dengan helaan napas panjang Stefan.
"Anne, aku... "
"Baiklah, kita akan ke Jepang! Tak masalah jika ini juga bagian urusan bisnis, daripada aku harus memikirkan dengan siapa kau di hotel nanti." potong Anne cepat.
Stefan tersenyum tipis,"Kamu tidak bisa menyembunyikan rasa cemburu mu, ya 'kan?"
"Itu karena sekretaris-mu.." Anne menekan ujung kalimatnya, mata tajamnya mengunci mata Stefan. Bagaimana dia bisa lupa kala wanita yang bertubuh aduhai itu mencoba menggoda suaminya?
"Tapi aku tetap milikmu' kan?" Stefan mengedipkan mata, mengoda sang istri.
"Iya, itu karena ketahuan, coba kalau... " Anne tidak mau melanjutkan ucapannya, membayangkannya pun ia enggan.
Stefan meraih jemari lentik Anne, meremasnya dengan lembut,"Sayang, aku sangat mencintaimu, tidak ada siapapun di hatiku kecuali kamu. Kamu tahu kan?"
Anne tersenyum, ya, dari dulu Stefan selalu tergila-gila padanya.
"Aku harap selamanya begitu sampai aku menua.. "
"Tentu saja, Sayang. Kamu tentu mengenal karakterku, aku bisa loyal kepada orang yang juga loyal padaku, termasuk kesetiaan."
"Kesetiaan..? O ya, tentu saja!" Anne menimpali, wajah wanita cantik itu sedikit berubah, memucat tapi ia cepat menguasai dirinya untuk kembali tenang.
Perubahan ekspresi Anne menarik atensi Stefan, ia mengernyit,"Apa ada yang salah, Ann?"
Anne tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan rasa gelisah,"Tidak ada yang salah, sayang. Aku hanya sedikit..lelah," Ia mengalihkan topik. Stefan mengangguk, tapi tatapan pria itu masih penuh keraguan Apakah ada sesuatu yang tidak beres dengan Anne?
"Sayang...mengapa kamu menatapku seperti itu? Apa aku semakin cantik di matamu?" goda Anne bertopang dagu. Namun, sejujurnya ia takut Stefan mengetahui apa yang dipikirkannya.
Ini semua gara-gara pria itu! Aku harap ia tidak menggangguku lagi! Batin Anne gelisah.
Seorang pelayan datang menghampiri mereka membawakan makanan penutup. "Silahkan dinikmati.. "katanya sopan sembari menaruhnya di atas meja itu dan berlalu dari situ dengan postur tubuh sedikit membungkuk.
"Kelihatannya enak.. " gumam Stefan memandang puding buah sirsak itu.
"Tapi jangan kebanyakan loh, ingat gula darah.. " Anne mengingatkan.
"Makasih, Sayang. Kamu selalu peduli dengan kesehatanku.. "
"Kita'kan suami-istri harus saling mengingatkan, benar 'kan?" Anne mengambil sepotong puding sirsak dan memasukkan ke mulutnya, rasa puding yang asam manis membuatnya menggedikkan bahu,
Stefan mengacungkan jempol, memuji Anne,"Kamu istriku dan penolongku yang handal."
Selesai menikmati makanan penutup, Anne pamit ke toilet,"Sayang, aku mau ke toilet dulu.. "
"Yah, aku akan tunggu.. " Stefan mempersilahkan Anne lalu ia memanggil pelayan untuk meminta bill.
Sepuluh menit berlalu, Anne belum kembali dari toilet, Stefan melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya, kenapa lama sekali Anne? Ia mulai bosan menunggu.
Tak lama, Anne kembali, wanita itu cepat meminta maaf,"Lama nunggu yah, Sayang. Maaf yah, aku sakit perut mungkin karena makanan asam, lambungku jadi tidak enak."
"Tidak apa-apa. Yo, kita pulang... " ajak Stefan merangkul pundak Anne. Berdua mereka melangkah keluar dari restoran bintang lima tersebut. Waktu itu jam menunjukkan jam sepuluh kurang lima belas menit.
***
"Apa yang kau inginkan dariku? Aku kan sudah bilang jangan hubungi aku lagi?" desis Anne pelan penuh tekanan, tangan kiri menutup mulut, tangan kanan menggenggam ponsel yang menempel di telinganya.
Suara kekehan terdengar di ujung sambungan telepon. Anne berdecak kesal,"Kau! Katakan apa mau-mu, kalau tidak... "
"Jangan begitu, Anne. Aku hanya kangen. Sudah satu tahun lebih kita tidak berjumpa." Suara bariton lelaki.
"Kita sudah sepakat kan, menutup masa lalu kita. Kenapa kau terus menelponku?" geram Anne wajahnya menegang.
"Aku rindu kamu, Ann. Aku rindu mendengar suara desahanmu.. "
"Kau!" Anne menelan ludah kasar, sambungnya,"Aku mohon, lupakan semuanya! Anggap kita tak pernah bertemu."
Lelaki di ujung telepon kembali terkekeh,"Mana bisa aku melupakanmu, Sayang? Kau sudah merasuk di hatiku."
Anne menggigit bibir kuat, wanita yang berbalut baju tidur satin itu cemas. Ia takut lelaki ini nekad datang ke kediamannya. Saat ini saja ia sembunyi--sembunyi berada di dapur untuk menerima panggilan pria tersebut kala dilihatnya Stefan, sang suami sudah terlelap.
"Lupakan aku, lupakan semuanya.. " mohon Anne dengan suara bergetar.
"Kamu nangis, Ann?"
"Tidak!"
"Aku tahu kamu nangis, suaramu bergetar."
"Kalau kau tak ingin aku sedih, jangan pernah nelpon aku lagi. Kamu tau kan akibatnya jika suamiku tahu?" Anne memberikan sedikit ancaman.
"Justru aku ingin suamimu tahu hubungan kita, Ann."
"Jangan coba-coba!" Mata Anne melotot.
Tap.. Tap.. Tap..
Terdengar langkah kaki menuruni tangga. Di tengah malam yang sunyi, suara itu terdengar keras, Anne tahu siapa pemilik langkah kaki itu, ia pun langsung meletakkan ponselnya di atas kursi meja lalu pura-pura membuka pintu kulkas untuk mengambil air putih dingin.
"Ann, kamu belum tidur?" tanya Stefan berbalut piyama memindai Anne dalam temaram cahaya lampu neon kecil.
"Hmm, aku haus lalu terbangun." Anne memberi alasan.
Stefan mendekati Anne, "Aku juga haus. Biarkan aku mengambilkan air untukmu." Anne tersenyum, "Tidak perlu, sayang. Aku sudah mendapatkannya." Stefan memandang Anne dengan mata yang tajam, seolah mencoba membaca apa yang ada di balik ekspresi istrinya. "Apa kamu baik-baik saja, Ann? Kamu terlihat sedikit gelisah," tanya Stefan sembari mengambil botol berisi air dan menuangkannya ke dalam gelas kristal. Anne berusaha mempertahankan senyumnya, "Aku baik-baik saja, Sayang. Mungkin aku hanya perlu istirahat." Stefan mengangguk, tapi ia masih heran dengan perilaku Anne.
Pria itu meneguk air putih tapi matanya tak lepas dari Anne, sedangkan Anne yang risih diperhatikan terus ikut meneguk segelas air itu perlahan, tapi bukan Anne namanya jika ia tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk menggoda sang suami. Dengan gelas bening kristal dalam genggaman tangan, ia mendekati Stefan pelan, katanya lembut,"Mari, kita kembali ke kamar, Sayang." Jemari lentik menyentuh d**a bidang Stefan turun sampai ke perut six pack-nya.
Stefan tersenyum lalu merangkul Anne lebih menempel ke tubuhnya lalu berbisik,"Apa kamu lagi b*******h, Ann?"
Anne mengedipkan mata,"Menurutmu?" Ia meletakkan gelas yang dipegangnya ke atas meja.
Stefan terkekeh kecil, jemari lelaki itu tak mau kalah menyusuri bagian tubuh sexy Anne, dimulai dari leher jenjang turun menyusup ke dalam tonjolan daging kenyal di balik lingerie satin warna gading Anne.
"Uuuh... " Anne berdesah ketika kedua jemari Stefan menjepit ujung buah dadanya. Dalam gairah yang membumbung tinggi, Anne berbisik terbata-bata,"Ap.. Apa kita harus lakukan di sini, Sa.. Sayang?"
Desahan Anne terdengar sexy di telinga Stefan membuat ia tak bisa menahan diri lagi, sesuatu di bawah sana di balik piyamanya sudah mengembang dan minta penuntasan.
"Kenapa tidak, Sayang?" bisik lembut Stefan, dan satu detik kemudian bibirnya sudah menyentuh bibir tebal Anne dan melumatnya penuh gairah, salah satu foreplay yang paling disukai Anne.
Sepasang insan yang dibalut birahi tidak menyadari bahwa setiap suara desahan dan lenguhan mereka berdua dari awal sampai klimaks di dengar oleh seorang pria di ujung telepon. Sial bagi Anne, ia lupa mematikan sambungan telepon tadi.
Dan saja pria itu ikut menikmati adegan penyatuan tubuh dua insan sampai akhir walau hanya suara desahan saja.
Di seberang sana, pria yang sedang mendengar lenguhan Anne yang hanyut dalam gairah membara, membatin, kau memang sexy, Ann, kamu membuat aku tergila-gila. Hm, aku pastikan, kamu akan jadi milikku kembali!
***