IX SITMA

1911 Words
Author's Point of View Seharusnya ini akan mudah bagi Sam. Ia tetap dapat menyelamatkan Sitma sesuai dengan instingnya dan tak perlu keluar dari pekerjaan karna Mr. Ekuador ada dipihaknya. Sama halnya seperti seorang pegawai yang merangkap jabatan. Sudah semalam Sam tidur di tempat ini. Ia mendapat ruangan yang cukup luas dibanding anggota tim lain kecuali, Mr. Equador. Mungkin besarnya sama dengan milik Zlo dan Kare karena mereka adalah inti dari misi ini. Hari ini menu utama di kantin adalah salmon yang ditemani dengan farro, spinach (toasted with sesame), dan r****h. Memang sedikit membosankan karna tujuan utama adalah jumlah gizi dalam tiap menu, tapi perpaduan bahan sederhana ini akan menghasilkan rasa yang kompleks. Dengan nampan penuh makanan Sam menghampiri Zlo dan Kare lalu duduk di sebelah dan depan salah satunya. Ia merasa seperti nyamuk (pengganggu) di antara dua temannya yang sebenarnya mereka biasa saja. Bukankah jika sedang makan akan lebih baik tidak mengobrol? Begitu pikir Zlo dan Kare. "Mr. Ekuador bilang aku boleh bertanya apa saja padamu." Mulutnya bergerak untuk dua hal, yang pertama makan dan selanjutnya berbicara. "Aku tak menerima pertanyaan saat jam makan siang." Mantra singkat Kare membuat Sam diam. Sebenarnya ada banyak sekali yang ingin ditanyakan oleh Sam mengenai semua tentang misi ini. "Jadi kapan kau membuka sesi tanya jawab?" Ternyata mantra itu tidak bertahan lama. Sam tidak begitu saja menyerah dengan menutup mulutnya. "Pukul tiga, di ruanganku." Itu adalah kata-kata terakhir Kare karena setelahnya mengatakan itu, ia langsung meninggalkan Sam dan piring yang sudah tak tersisa apapun. Sam hanya menganggukan kepalanya pelan sambil meminum s**u segar yang pastinya selalu tersedia di kantin kantor ini. Sejak kecil Sam terbiasa untuk minum s**u. Bahkan saat ia sekolah dasar, ia sempat berpikir kalau ingin memiliki istri hasil hybrid antara manusia dan sapi sehingga memiliki glandula mamae seperti sapi dan bisa menghasilkan s**u segar untuknya. Agar ia bisa menikmatinya setiap waktu. Anak kecil memang selalu mengatakan apa yang ada dipikirannya tanpa berpikir panjang. Sam dan Zlo pun kembali ke kamar mengikuti Kare yang sudah mendahuluinya Saat sampai di kamar, Sam mengambil teleponnya dan tiba-tiba terlihat sangat sedih. Home screen teleponnya adalah foto Hobit. Kini Hobit ditipkan di tempat penitipan hewan langganannya. Sam tak mungkin membawanya ke Camp ini dengan beberapa pertimbangan. Tapi Sam sudah berjanji setelah menyelamatkan Sitma, ia akan segera menjenguk Hobit. Tapi sebelum semua itu pertama-tama Sam harus memanfaat waktu bertanya yang diberi Kare. Arloji Sam membuntuk sudut 90 degress dengan x dan y positif. Waktunya untuk bertanya. Sam keluar kamarnya dengan tujuan ruangan Kare. Ini sangat membingungkan karna Ia sebelumnya belum pernah tau ruangan itu. Dengan berbekal pandai membaca, Sam menyusuri lorong-lorong yang ada hingga sampai ke suatu ruangan bertuliskan K-4R3. "Ini dia yang kucari." Katanya sambil sedikit mengeluh. Sam langsung membuka ruangan yang tertutup itu. Mungkin Kare lupa untuk menguncinya hingga Sam dapat melakukannya. "Bisakah kau mengetuk pintunya terlebih dahulu?" Sambut Kare saat kepala dan 2/3 badan Sam baru masuk melewati pintu yang belum terbuka penuh. Tanpa menjawab apapun Sam keluar dan menutup pintu tersebut. Kare kaget, apa ucapannya itu membuat Sam marah? Kare secara tidak sadar panik dan langsung berdiri hendak mengikuti Sam untuk memastikan. Baru sampai di depan pintu yang tertutup, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Kebetulan, Kare memang mau keluar untuk mengejar Sam. Kare membuka pintu sesaat setelah orang itu mengetuknya. Saat Kere membukanya.. "Apa?! Kenapa kau kembali?" Tanya Kare yang cukup terkejut. "Kau yang menyuruhku untuk mengetuknya Nona Kare. Apa aku harus mengulangnya lagi?" Sam menegaskan kata lagi, entah artinya ia sudah malas untuk mengulangnya atau ia hanya mengejek Kare. "Tidak tidak. Sudah sini masuk." Jawab Kare setengah gugup. Sam dan Kare duduk di sofa yang saling berhadapan. "Kau tak bilang kalau ruanganmu itu kamarmu. Kupikir akan terpisah" Celetuk Sam "Kenapa kita tidak mulai? Apa yang ingin kau tanyakan?" "Jadi… Sudah berapa lama kau berbungan dengan sahabatku?" "Bisakah kau menanyakan sesuatu yang lebih penting?" "Oke. Apa yang harus aku lakukan dalam misi itu?" "Aku tak bisa menjawabnya sekarang." "Kenapa tidak? Kau ditugaskan untuk menjawab yang kutanyakan. Semua pertanyaan ku." "Akan ku jawab. Tapi tunggu waktu yang tepat." "Oke. Sekarang pihak mana saja yang mengetahui perihal misi ini? Setidaknya aku tau siapa teman dan musuhku." "Hanya Sir Anaro yang mengetahuinya." "Presiden Auroert? Lalu bagaimana tanggapannya?" "Tentunya tidak setuju. Sejak awal dijadikannya Auroert sebagai Center of Earth semua Presidennya memiliki misi yang sama. Yaitu menjadikan Auroert sebagai bumi bagian kuasa. Sekarang pusat militer ada di sana. Semua akan mudah baginya." "Ironis. Tapi apa hubungannya dengan misi penyatuan ini? Bukankah bumi akan lebih baik?" "Tentu lebih baik. Tapi Auroert belum tentu selamanya menjadi pusat militer dan lainnya. Semua akan di bagi rata ke penjuru bumi. Dan hak kuasa mereka hilang." "Dan temanmu Si mata-mata. Dia akan diperalat Sir Anaro. Sesudah teamnya mengetahui portal tersebut, Sitma akan dibunuh." Lanjutnya Sam hanya terpaku. Apa semua yang diucapkan Kare itu benar? Sam adalah tipekal orang yang sulit untuk percaya. "Bisakah kau tunjukkan tempat Sitma tinggal? Kau pasti punya akses melebihi mata-mata." "Tentu ku punya. Kapan kau akan menolongnya dan bagaimana?" Kare si wanita robot akhirnya menunjukkan sisi kemanusiaannya. Ia terlihat sangat peduli bahkan berniat untuk menolong Sam, ini sangat langka terjadi. "Akan ku pikirkan nanti malam." Sam mengikuti langkah Kare untuk megambil hologramnya. "Ini dia Sitma. Rumahnya di iflaret." Kare menunjukkan semua informasi tentang Sitma termasuk kartu identitas dan citra satelit yang menunjukkan letak rumah Sitma. Sam's Point of View Ini saatnya. Ini saatnya. Ini saatnya. Tapi apa aku serius? Apa aku benar tertarik pada Sitma? Aku tak tau apa yang membuat mulutku berbicara seperti itu dua hari yang lalu. Apa ini serangan cinta mendadak? Aku tak bisa menjawab pertanyaan ku sendiri walau yang tau jawabannya juga hanya diriku. Pastinya untuk mengetahui semua, aku harus mencoba. Akan ku selamatkan Sitma. Lagi pula, bukankah menyelamatkan orang lain adalah suatu hal yang mulia? Baiklah. Aku yakin. Ku coba dulu. *** Dari pagi aku sudah mencoba menelepon Zlo tiga kali. Tapi ia tak mengangkatnya. Sekarangpun masih pagi dan aku sangat gugup. Aku akan mencoba lagi untuk yang ke-empat. Z: ada apa kau meleponku empat kali berturut? S: Zlo ada sesuatu yang penting. Z: kamar kita hanya terpisah dua ruang. Kenapa kau tidak menghampiriku saja? S: kenapa kau tidak bilang. Aku mematikan teleponnya. Zlo memang teman yang jail. Kenapa dia tidak memberi tauku sebelumnya. Kalau aku tahu kamar kita bersebelahan, tak bakal aku menelponnya terus menerus. Aku langsung menyipkan badanku (mandi) dan bergegas ke kamar Zlo. Benar. Kamar kita hanya terpisah dua ruang. "Jadi, apa hal penting yang kau maksud?" Tanya Zlo dengan buah pir di tangannya. "Aku akan ke tempatnya sekarang. Aku akan memberi taunya." "Siapa itu 'nya' yang kau maksud?" Aku curiga Zlo pura-pura tidak tahu di sini. "Sitma." "Oh Si mata-mata itu. Lalu apa yang kau mau?" "Dia hanya diperbudak. Aku mau pesawat untuk ke ifralert." Mulutku selalu membelanya. "Akan ku beri dengan satu syarat. Kau tidak boleh mengucapkan apapun tentang apa yang kau ketahui mengenai misi dan tempat ini." "Aku bisa diam untuk itu." Jawabku singkat. Zlo mengantarku ke lapangan udara rahasia di atas bangunan ini. Sebenarnya aku berharap untuk lewat kedai Ding Dong lagi, aku rindu wangi waffle. Lagi pula wakti itu Zlo pernah mengancamku untuk diam dan menjanjikan magma choco waffle jika aku melakukannya. Aku sudah diam pada saat itu, Zlo yang belum menepati janjinya. Setelah sampai, Zlo menyuruh salah satu pilot untuk mengantarkan ku ke Ifralert. Mungkin bisa dihitung jari saat diriku di belakang kemudi seperti ini. Akhirnya aku bisa merasakan menjadi penumpang lagi, walau mengemudikannya tentu lebih menyenangkan bagiku. Baru tiga langkah lagi aku masuk pesawat, perasaan ini campur aduk. Entah apa yang harus aku rasakan antara senang, sangat yakin, dan sangat ragu. Setelah mendapatkan semua kesempatan ini tidak seharusnya ada rasa ragu yang keluar dari diriku sendiri. "Zlo sebenarnya aku gugup. Apakah ini sudah benar? Apa Sitma mengingatku?" "Tujuanmu adalah menyelamatkan nyawa orang lain Sam, kenapa kau khawatir ia akan mengingatmu atau tidak? Apa kau punya alasan khusus untuk itu? Tapi karna kau teman baikmu aku akan memberi mu saran, cobalah untuk terus mengingatnya saat kau takut untuk dilupakan. Lagi pula seharusnya kau takut karna dia mungkin akan membunuhmu." Jawab Zlo si bijak. Aku tidak menyangka ia akan menjawab pertanyaanku sepanjang dan serinci itu. Ia memang terbaik. Aku pasti mengikuti sarannya, pada kalimat pertama dan mencoba melupakan kalimat terakhir. Aku duduk dengan terus memikirkan Sitma. Berharap apa yang diucap Zlo itu benar separuhnya. *** Ifralert. Sampai juga! Ternyata tak seburuk yang ku kira. Peternakan dan pertanian di sini sudah sangat maju dan terlihat natural. Memang teknologi yang dimanfaatkan untuk alam akan menghasilkan sesuatu yang sangat bermanfaat dan menguntungkan untuk semua makhluk. Ternyata inilah yang membuatku merasa seperti terikat dengan Sitma. Rumahnya adalah tempat di mana minuman yang paling ku suka dihasilkan. s**u! Aku tak keberatan jika kelak aku harus pindah ke sini. Dengan data yang diberi Kare aku sampai di rumah Sitma setelah menumpang beberapa truk hasil pertanian dan truk pengantar s**u. Entah kenapa aku malas menggunakan taksi, tempat ini membuatku seperti terikat dengan alam. "Halo!" Tak ada satupun yang menjawab, rumah itu seperti rumah tak berpenghuni. Ku coba lagi, lagi, dan lagi hingga ada sesosok bayangan dari dalam. Bentuk postur tubuhnya, aku tau dia Sitma. "Hey Sitma keluarlah!" Aku berteriak, menyebut namanya agar ia sadar kalau aku mengetahui ia ada di sana. Suara kunci yang dibuka mulai terdengar. Syukurlah Ia membukakan pintu. "Apa yang kau inginkan?" Apa? Ku kira kepalanya  akan keluar dari pintu dengan bibir yang tersenyum menyambut kedatanganku. Ternyata todongan pistol yang kudapat. Perkataan Zlo benar-benar dikabulkan separuhnya, tepat di kalimat terakhir yang ingin sekali aku lupakan. "Pergilah!" Teriak Sitma. "Aku ke sini hanya untuk menolongmu." "Pergilah atau akan ku tembak!" "Hey aku tak berniat jahat. Kenapa kau melakukan ini padaku? Oke aku akan pulang dan akan melupakan kemungkinan yang akan terjadi kepadamu setelah ini." Aku menyerah. Wanita selalu susah untuk diberi tahu, sangat keras. "Tunggu! Kembalilah." Apa mau wanita ini? Kenapa ia memanggilku setelah menodong pistolnya sambil teriak agar aku segera pergi? Aku kembali mendekati rumahnya dan ia menyuruhku untuk masuk. Rumahnya sangat sepi. Aku tak yakin kalau dia tinggal sendiri sebelumnya melihat dari beberapa barang yang sepertinya bukan miliknya. Salah satunya kaus kaki kuning panjang dengan motif bergaris hitam itu, tidak mungkin itu milik Sitma. "Kemana anggota keluargamu?" "Mereka mati. Dibunuh. Sebentar lagi giliranku." Jawabnya dengan pandangan kosong seperti pasrah akan apa yang dia hadapi sebentar lagi. "Ya. Aku sudah tau. Kau sangat bodoh." "Maaf?" "Tidak, tidak maksudku kau kurang lihai dalam berpikir." Sungguh. Itu benar.  Tidak, itu salah. Ia wanita yang pandai, hanya keadaan yang membuatnya tidak bisa memilih.  "Terserah kau! Aku punya alasan untuk melakukan ini. Sekarang apa tujuanmu datang kemari? Mau membunuhku juga karna telah mendengarkan misi rahasia itu?" "Dengarkan aku Ms. SPY. Aku tau kau menguntit ku dan aku tau kalau kau tak tau akibatnya. Dari situ aku berniat menolongmu." "Pertama, aku sangat tau akibat dari apa yang kulakukan tapi aku tidak punya pilihan. Kedua, ini tidak logis. Setelah apa yang aku lakukan padamu dan tim mu, kau mau menolongku? Aku tidak mengerti" Sepertinya ia takut kalau aku menipunya dan pada akhirnya membunuhnya. Jika aku ada di posisi Sitma saat ini, aku juga akan memiliki peniliaian yang sama. Tapi orang sepertiku, aku akan coba untuk percaya beberapa persen. "Sekarang aku tanya padamu, apakah perbutan baik butuh logika?" Aku mencoba menjelaskan. Tapi ku tak tau tindakan ini benar atau salah. Sekejap kami diam.Tanpa suara napaspun. Karena hanya jantung berdebar terdengar, entah untuk alasan ketakutakutan, ketidak percayaan, atau perasaan asing yang masih belum bisa dideskripsikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD