Bab 1-PESTA
Sinar matahari mulai merayap memasuki jendela kamarku, aroma masakan Ibu menyeruak ke seluruh penjuru rumah. Berulang kali aku menggeliat karena Ibu menggoyang tubuh yang masih terbuai mimpi, sementara kedua mata masih terasa berat untuk dibuka. Rasanya aku masih malas untuk beranjak dari ranjang tidur yang nyaman.
Namaku Asti, gadis berusia dua puluh tahun yang baru setahun lalu lulus Sekolah Menengah Atas. Aku hanya tinggal berdua dengan Ibu yang seorang janda, sedangkan Ayah meninggal karena kecelakaan dua tahun lalu. Meski hanya tinggal berdua, tapi aku cukup bahagia. Ibu sangat menyayangiku, meskipun kadang bawel dan suka memberi ceramah dadakan. Aku tahu semua yang beliau lakukan adalah untuk kebaikan.
"Asti, ayo bangun! Astaghfirullah, anak gadis Ibu udah jam segini belum bangun. Gimana rezeki gak dipatok ayam, coba." Suara Ibu ngomel-ngomel pagi itu membuatku terbangun dari mimpi indah.
"Ya ampun Ibu, gangguin orang lagi mimpi indah saja," gerutuku sambil memanyunkan bibir, lalu duduk di tepi ranjang dan mengucek kedua mataku yang masih mengantuk. Pelan-pelan aku berdiri sambil terus menguap.
"Jangan cuma mimpi doang, Nduk, tetapi juga usaha. Gimana mau sukses kalau kerjaannya tidur mulu, ngimpi mulu. Hadeh, cape Ibu!" Ibu menggelengkan kepalanya sambil berbalik ke dapur.
"Ibu gak tau sih, kalau orang sukses itu berawal dari sebuah mimpi. Makanya aku tidur biar mimpi indah," jawabku asal. Sebel banget sih padahal baru juga tadi ngimpi ketemu cowok keren, kaya raya lagi. Pas lagi mau kenalan, udah deket banget dan mau jabat tangan, eh ... keburu dibangunkan. Kesel, kan?
"Wes sana cepet mandi, gak usah banyak mimpi. Itu di luar ada Reza dari tadi nungguin kamu. Buruan, kasian kalau kelamaan," teriak Ibu sambil melanjutkan aktivitas memasak.
"Mas Reza? Ngapain dia ke sini, Bu?" tanyaku heran seraya mengikuti ibu ke dapur.
"Ya nyari kamu to, Nduk! Masak iya nyari Ibu," jawab ibu sambil memukulku dengan sayuran yang ada di tangannya. Ih, Ibu seenaknya saja mukul kepalaku. Untung aku sayang.
"Males ah, Bu! Bilang aja Asti gak ada!" Aku berbalik arah mau masuk kamar lagi.
"Ibu udah terlanjur bilang ada, udah cepat sana mandi! Lagian kurang apa Reza itu, udah ganteng, baik, sholih lagi. Ibu suka sama dia," bisik ibu sambil senyum-senyum.
"Kalau Ibu suka, Mas Rezanya buat Ibu saja!" balasku sewot.
"Eh, anak semprul. Maksud Ibu ya suka buat dijadiin mantu." Kembali Ibu memukulku dengan sayuran yang sedang di kupasnya.
Uh, males berdebat sama ibu, seleranya payah banget. Aku kan pingin cowok yang ganteng dan tajir. Lha Mas Reza, ganteng sih lumayan, tapi kere. Ah, udah bosen hidup susah aku tuh!
"Eh, Asti, mau kemana?" tanya ibu menghentikan langkahku.
"Katanya suruh nemuin Mas Reza? Ya ke depan lah nemuin dia. Gimana, sih, Ibu ini," jawabku sambil mencebik.
"Mandi dulu dong, Nduk. Mosok mau ketemu cowok kok bangun tidur kayak wewe gombel gitu." Ibu mengerutkan keningnya.
"Biarin, kalau dia gak suka ya syukur alhamdulillah," jawabku cuek sambil terus melangkah ke teras depan tempat Mas Reza menungguku.
Ibu hanya bengong melihat tingkahku. Biarin salah sendiri njodoh-njodohin aku. Mas Reza tuh bukan tipe aku banget tau.
Sesampainya di depan, aku lihat Mas Reza duduk di teras sambil memainkan ponselnya. Sesekali pandangan cowok itu beralih ke arah jam di pergelangan tangannya. Aku berdeham membuatnya terkejut dan menoleh ke arahku.
"Eh, Asti. Baru bangun tidur, ya?" tanya Mas Reza sok manis.
"Iya. Memang kenapa, Mas? Aku jelek, ya?" tanyaku tanpa melihat ke arah cowok di depanku itu.
"Enggak kok, kamu tetep cantik meskipun baru bangun tidur," pujinya sambil senyum-senyum. Ih, gombal banget. Mana ada orang bangun tidur cantik? Syahrini saja kalau bangun tidur tanpa make up juga jelek.
"As ... nanti malam ikut aku, ya!" Mas Reza berdiri dan pindah duduk di dekatku.
"Ke mana?" jawabku malas.
"Ke pesta pernikahan temanku. Jangan menolak ya, plis! Nanti kita kesalon dan beli baju, deh. Biar kamu tambah cantik. Meskipun tanpa itupun sebenarnya kamu sudah cantik," ucap Mas Reza merajuk. Beli baju, ke salon, pesta? Boleh juga nih, biar gak jenuh di rumah.
"Boleh, Mas. Jam berapa?" tanyaku antusias.
"Habis magrib aku jemput, kita beli baju trus ke salon. Acaranya jam 8 malam," jelasnya. Aku mengangguk, tak berapa lama kemudian, Mas Reza pamit pulang.
Malam pun tiba, Mas Reza memenuhi janjinya. Setelah menjemputku, dia mengajak membeli baju dan ke salon. Aku benar-benar merasa dimanjakan saat perawatan di salon. Ah andaikan aku punya banyak uang, tentu aku akan rutin mengunjungi tempat ini untuk memanjakan diri. Meskipun aku sudah cantik, tetapi kecantikanku tidak akan tampak bersinar tanpa perawatan di salon yang mahal. Ketika aku keluar dari salon, Mas Reza benar-benar bercengang karena kagum dengan kecantikanku.
Jangankan dia, aku sendiri saja juga baru tahu aura terpendam dalam diriku. Seandainya aku punya banyak uang untuk sering perawatan ke salon, mungkin aku tidak akan kalah cantik dengan artis-artis papan atas ibukota.
Di pesta pernikahan teman kerja Mas Reza yang lumayan mewah, aku menjadi pusat perhatian cowok-cowok, dari yang tidak punya pasangan sampai yang udah om om, hihihi ....
Bahkan diantara mereka banyak yang salah tingkah karena melihatku. Mas Reza sangat bangga menggandengku sebagai pasangannya. Saat dia bertemu dengan teman lamanya, kemudian mereka asyik ngobrol, tiba-tiba seorang cowok keren plus tajir mendekatiku.
"Boleh kenalan, Cantik?" katanya setelah mendekat padaku. Dia mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis.
"Aldo." Tangan cowok itu putih mulus, di pergelangannya terdapat jam tangan bagus yang mungkin harganya sangat mahal.
"Asti," jawabku seraya mengulurkan tangan dan si Aldo mencium punggung tanganku serta menatap wajahku dengan senyuman menggoda. Aku jadi salah tingkah dibuatnya.
"Aku seorang produser rekaman, ini kartu namaku. Mungkin suatu saat kamu membutuhkan." Aldo menyerahkan kartu namanya kepadaku.
"Terima kasih," jawabku seraya menerima kartu nama itu.
"Kamu cantik, kalau mau, aku bisa mengorbitkanmu menjadi model video klip," ucap cowok bernama Aldo itu sambil terus menatap wajahku.
"Benarkah, Aldo?" tanyaku tak percaya.
"Datanglah ke kantorku kapan pun kamu mau, Asti. Aku tunggu, ya!" Aldo kemudian berlalu dari hadapanku setelah sebelumnya mengedipkan sebelah matanya. Tiba-tiba dadaku berdebar kencang dan hatiku terasa berbunga-bunga, pesona Aldo benar-benar telah menjeratku pada pandangan pertama.
"Siapa cowok tadi, As? Apa kamu kenal?" tanya Mas Reza membuyarkan lamunanku. Tiba-tiba cowok ini sudah berdiri di belakangku.
"Bukan siapa-siapa kok, Mas, hanya ingin kenalan sama aku," jawabku sambil mengedarkan pandangan mencari sosok Aldo yang sudah hilang ditelan kerumunan orang-orang di pesta itu. Mas Reza hanya tersenyum kecut, sepertinya dia cemburu. Bodo amat!
Aldo, tunggu aku, ya! Tawaranmu benar-benar menarik buatku. Aku tak mau terus-menerus hidup pas-pasan. Aku juga ingin punya pekerjaan dan karir yang bagus. Tentunya dengan kecantikanku dan dengan bantuanmu, Aldo.