Episode 3

1202 Words
"Aku pulang!" Aku berteriak tetapi rumah sangat sepi, pada kemana sebenarnya. Papa kemana yah? Apa belum pulang? Masa sih, tidak seperti biasanya. Aku berjalan menuju kamar Papa dan membukanya setelah mengetuknya. "Papa kenapa?" aku sangat khawatir melihat Papa yang sedang terbaring di atas ranjang. Ini masih sore dan Papa tidak seperti biasanya tidur di sore hari. "Papa tidak apa-apa Sayang, hanya kelelahan saja nantinya juga sembuh," ucap Papa, aku tau Papa hanya berpura-pura saja untuk menenangkanku, tapi mudah-mudahan Papa memang tidak apa-apa. "Hei Sayang, kenapa melamun?" Papa mencolek hidungku. "Papa benar tidak apa-apa?" tanyaku lagi. "Apa perlu di panggilkan Dokter?" "Tidak perlu Sayang. Papa tidak apa-apa, Kamu tidak perlu khawatir." Akupun hanya bisa mengangguk pasrah. "Sekarang pergi mandi sana, Papa mau istirahat," ucapnya dan aku pun segera beranjak setelah mencium pipi Papa. ♥ Sinar matahari masuk ke celah jendela. Hmmmp rasanya aku malas sekali bangun. Aku melirik jam becker kelinciku dan Waw!!! "Astaga jam 7 lewat 15 menit! aku kesiangan!!!" Aku langsung melompat dari atas ranjang dan berlari ke kamar mandi. 15 menit aku sudah siap dengan rok sepan warna pink di padu dengan kemeja putih dan blezer pink juga. Rambutku aku ikat biar terlihat rapi. Aku segera menyambar tas dan berlari keluar kamar. Aku menghampiri Papa di meja makan yang ternyata sudah ada Reno di sana. "Sayang, kamu datang ?" tanyaku heran, tidak biasanya Reno datang sepagi ini. "Ya, aku mau mengantarkanmu ke kantor," ucapnya. "Ya sudah, ayo sekarang kita berangkat, aku sudah sangat terlambat.” "Baiklah, ayo," ucapnya beranjak dari duduknya. Aku menghampiri Papa dan memeluknya dari samping lalu mencium pipinya. "Bagaimana kondisi Papa?" aku khawatir Papa masih sakit. "Papa sudah merasa jauh lebih baik, apa kamu tidak lihat Papa sehat bugar begini," ucap Papa diiringi kekehannya. Papa memang paling bisa menenangkan anaknya agar tidak khawatir. "Syukurlah, aku berangkat dulu yah Pa, muachh!" Aku mencium pipi Papa dan beranjak pergi. "Kamu tidak sarapan dulu?" teriak Papa saat aku sudah beberapa langkah meninggalkannya. "Tidak akan sempat Pa, nanti saja di kantor," jawabku tak kalah keras. Selama perjalanan aku benar-benar resah, waktu sudah menunjukkan pukul 8 tepat. Pasti aku kena semprot lagi sama Ceo galak itu. Aku terus menerus melihat jam tanganku. Reno terlihat sesekali memperhatikan tingkahku. "Tenanglah honey, sebentar lagi juga sampai," sahut Reno. "Iya tapi ini sudah jam 8 lewat, pasti aku di semprot lagi sama atasanku.” "Iya memang, tetapi kamu bisa bilang macet atau apa gitu," ucapnya enteng. Aku tak menjawabnya hanya melihat keluar jendela. Sejujurnya aku tidak terbiasa berbohong. Tak lama, akhrnya sampai juga di perusahaan tempatku bekerja. Setelah mencium pipi Reno, aku segera berlari masuk ke dalam kantor dan menaiki lift. Ting Aku berlari lagi hingga sampai mejaku dan ternyata sudah ada Ceo galak itu sedang melipat kedua tangannya di d**a. Tatapannya menakutkan sekali. Aku masih mengatur nafasku di hadapannya, jantungku berdetak lebih kencang,  mungkin karena sehabis lari marathon. "Ma...afkan sa..ya P..aa," ucapku terbata-bata. "Atur dulu nafasmu," sahutnya. Akupun menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya. "Jadi?" tambahnya mungkin karena melihatku sudah mulai tenang. "Pa Felix maafkan saya, saya tadi bangunnya kesiangan karena menyelesaikan dokumen untuk meeting Bapak hari ini. Saya sungguh-sungguh Pa, saya tidak berbohong!" ucapku tanpa jeda karena takut langsung di potong oleh pa Felix. "Saya tidak mau tau alasan kamu, saya tidak suka dengan karyawan yang tidak disiplin !!" bentak pa Felix. Membuatku tersentak kaget, aku hanya bisa menundukkan kepalaku saja menerima omelannya "Dan lagi ini kantor bukan lapangan olahraga!" omelnya lagi. "Maafkan saya pa Felix, saya janji tidak akan mengulanginya lagi," ucapku memperlihatkan wajah memelasku sebaik mungkin. Mudah-mudahan si pria muka datar dan dingin ini bisa tersentuh. "Oke!" Apa ini, dia berjalan mendekatiku terus dan memojokanku hingga pantatku menabrak mejaku sendiri. Dia mengurungku dengan kedua tangannya, membuatku tidak bisa bergerak. Ya Tuhan... Apa yang akan dia lakukan? Papa... Tolonglah anakmu yang cantik ini... Wajahnya semakin mendekat, sampai-sampai parfum maskulinnya bisa tercium olehku. Nafas mintnya menerpa wajahku. Aku takut sekarang, apa yang mau dia lakukan. "Aaaaa!" teriakku spontan dan menutup wajahku dengan kedua tanganku saat wajahnya semakin dekat dengan wajahku. Dia tertawa? Astaga apa aku salah dengar? sungguh merdu sekali tawanya. Kamu pikir dia sedang bernyanyi.’ "Yak,, kau pikir aku mau melakukan apa? Kenapa menutup wajah segala. Dasar aneh!" ucapnya masih terkekeh. Seenaknya sekali dia berkata. Kalau tidak mau ngapa-ngapain kenapa harus bersikap seperti itu. Huh dasar aneh... Aku menurunkan kedua tanganku dan membuka mataku saat mendengar pintu ruangannya di tutup. Akhirnya aku mampu bernafas lega saat tau dia sudah masuk ke dalam ruangannya. "Apa tadi dia bilang, aku aneh! enak saja. Yang ada dia yang aneh" gerutuku sambil menghentak-hentakkan kedua kakiku dan beranjak untuk duduk di kursiku. ♥ Sudah waktunya makan siang, tiba-tiba ada seorang gadis cantik, anggun memakai setelan formal datang mendekati mejaku sepertinya dia karyawan di sini juga. "Hai" sapanya tersenyum padaku. "Hai," jawabku membalas senyumannya. "Kamu Sekretaris barunya pa Felix yah, kenalkan aku Clara dari divisi keuangan," ucapnya menjabat tanganku. "Aku Keysa, panggil saja Key. Senang bertemu denganmu Clara." "Baiklah, apa pa Felixnya ada? Aku mau memberikan laporan ini kepadanya," sahutnya seraya mengangkat dokumen di tangannya. "Ada, masuklah.” Dia berjalan ke dalam ruangan pa Felix dengan anggun. Sempurna sekali Clara itu. Aku kembali menyelesaikan pekerjaanku. Tak lama Clara keluar dari ruangan Felix dan mengajakku untuk makan siang bersama. Dan aku menyetujuinya. Kami memilih cafe sekitar kantor untuk makan siang. Setelah memesan makanan, dia mulai berbincang "Di sini makanannya enak banget lho" sahutnya antusias. "Oya? Sering yah makan siang di sini?" "Heem sering banget." ucapnya dan aku hanya ber-oh saja. "Gimana bekerja dengan pa Felix?" tanya nya padaku. Kenapa menanyakan si Ceo perfectionist itu. "Pa Felix? Dia sangat menakutkan." Dan seketika dia tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban dariku. Aku heran memang apa yang lucu? "Memang apanya yang lucu?"  Aku merasa bingung, apa jawabanku menurutnya lucu? "Lucu saja mendengar komentar kamu, tapi memang sih, dia sangat dingin dan tegas. Banyak sekali yang segan dan takut padanya, tapi banyak juga yang mengaguminya secara diam-diam," Jelasnya. Tapi memang benar yang dia ucapkan pasti banyak sekali yang mengaguminya, soalnya dia sangat tampan, bisa di katakan lebih malahan. "Dia sering marah-marah sama aku dan seenaknya," keluhku. "Ya dia memang begitu orangnya, tapi di sisi lain dia sangat baik. Percayalah, asal kamu bisa lebih dekat dan mengenalnya," ucapnya. "Orang sedingin es gitu bisa baik juga yah? Masa sih?" tanyaku tak percaya. "Kamu lihat saja nanti," ucap Clara terkekeh dan tak lama pesananpun datang. Kami segera menyantap makanan kami dengan lahap. "Emmphhhh bueneur beuneur eunak!" ucapku mengacungkan jempol di saat mulutku penuh dengan makanan dan Clara hanya terkekeh melihat tingkahku. Kami makan dengan sangat lahap hingga makananku tandas. "Wah, enak sekali!" "Gak sia-sia kan aku ajak kamu ke sini?" ucapnya tak kalah antusias dan aku hanya mengangguk. Kami kembali ke kantor setelah jam makan siang habis. Dan baru saja pantatku akan mendarat di kursi empuk ini, eh si Ceo galak itu sudah memanggilku lewat intercom. Aku langsung menuju keruangannya. "Ada apa Pak?" setelah sampai di depan mejanya. "Persiapkan dirimu, nanti malam kita berangkat ke Yogyakarta. Mungkin selama satu minggu, ada undangan dari client dan untuk membahas masalah kontrak kerjasama juga di sana," ucapnya masih memasang wajah datar. "Malam ini pak?!" pekikku. "Iya, sekarang kamu boleh pulang dan nanti pukul 7 malam, saya tunggu kamu di sini," ucapnya tanpa menoleh padaku. "Kok di sini Pak? Kenapa tidak Bapak jemput saya saja di rumah?" Kini dia menatap ke arahku dengan eerrr tatapan tajamnya yang sangat menggoda. "Memangnya kamu siapa? Saya harus jemput kamu ke rumah? Saya bukan sopirmu!” tegasnya membuatku terdiam. “Pokoknya pukul 7 malam kamu sudah ada di sini," ucapnya dengan tegas. Cih,, sombong sekali dia! Dasar mr. Pemaksa. Akupun  bergegas keluar ruangan, tidak ingin berlama-lama dengan makhluk sedingin es itu. ♥  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD