Ibu sakit, Kai bohong

1128 Words
Kai bangun terlambat, dia hanya melihat tempat di sisinya kosong, artinya wanita itu sudah bangun. Kai melihat waktu di ponselnya, itu sudah hampir pukul tujuh pagi. Sedangkan dia harus segera ke rumah sakit, adiknya ada tugas pagi ini di sekolahnya. Jadilah dia harus menemani ibunya sarapan sebelum ke resort. Dia buru-buru bangun dan langsung masuk ke kamar mandi. Untunglah kamar mandi itu dilengkapi oleh fasilitas air hangat. Jadi dia bisa langsung mandi tanpa keluhan. Anima sedang meminum kopinya sambil mempelajari file di laptopnya. Dia sudah bangun sejak subuh. Badannya sakit semua, bahkan dia merasa sangat buruk. Tapi setelah berendam, tubuhnya jadi lebih rileks. Melihat jam yang melingkar manis di tangannya, Anima jadi melihat ke arah pintu kamarnya. Laki-laki itu belum juga bangun, padahal dia mendengar percakapan dengan adiknya, kalau dia harus ke rumah sakit sebelum berangkat kerja. Anima adalah orang yang disiplin. Dia akan selalu bangun pagi meskipun begadang sekalipun. "Pak, siapakan mobil saya!" Anima menghubungi sopirnya. Dia hampir menghabiskan kopinya, tinggal bersiap untuk berangkat kerja. Berjalan menuju kamarnya, dia melihat kalau tempat tidurnya masih sangat berantakan, tapi orang yang tadi tidur di atasnya sudah tidak ada lagi di sana. Pemandangan itu agak mengganggu matanya. Anima langsung menarik selimutnya dan menjatuhkan ke lantai, dia juga akan melepaskan seprainya. Ada tangan lain yang memegang tangannya. "Aku akan melepaskannya!" Kai merasa tidak enak, karena dia yang bangun terakhir, juga dia ikut andil dalam mengotori seprai tersebut. Anima melepaskan seprai tersebut, membiarkan Kai yang membereskan urusan tempat tidur. Dia jadi memperhatikan penampilan laki-laki itu. Kemejanya bukan kemeja bermerek, tapi karena Kai memiliki penampilan yang menarik, itu jadi cukup baik dikenakannya. Lalu rambutnya, Kai sudah terlihat menarik saat mengenakan pakaian cleaning servis, tapi dengan pakaiannya saat ini, itu semakin menunjukkan ketampanannya. "Turunlah setelah selesai, aku akan mengantarmu ke rumah sakit. Dan jangan lupa bawa selimut dan seprai itu turun. Biar sopir mengantarkan ke tempat laundry!" Anima langsung berbalik, tanpa menunggu respon Kai. Sedangkan Kai terdiam, dia memegang erat seprai di tangannya. Hatinya menghangat, Anima memang bersikap dingin, tapi dia tidak pernah merendahkannya. Awalnya dia sempat berpikir buruk tentangnya, karena menawarkan hal seperti itu padanya. Tapi sekarang dia malah merasa dialah yang sedang memanfaatkannya. Buru-buru dia mengumpulkan selimut di lantai, melipatnya cepat agar mudah dibawa. Dia langsung membawanya turun. Menghampiri mobil Anima yang terparkir di basemen. Setelah masuk, dia melihat Anima sedang mengerjakan sesuatu dengan laptopnya. Kai jadi merasa malu, Anima adalah wanita karir yang pekerja keras, dimana pun dia akan memanfaatkan waktu untuk bekerja. "Nona, anda tidak perlu mengantarkan saya. Nanti pak supir bisa menurunkan saya di jalan depan. Saya akan naik ojek saja!" Kai benar-benar tidak suka merepotkan, terlebih dia sudah menumpang di apartemen bosnya, menikmati fasilitas yang tersedia, maka akan buruk jika dia juga harus merepotkannya untuk hal lain. "Okay!" Anima melirik sekilas, tapi kembali pada pekerjaannya. Sopir benar-benar menurunkan Kai di jalan depan, dan langsung menjalankan mobil ke resort. Sedangkan Kai, dia langsung berjalan menuju rumah sakit. Seharusnya dia bisa bersepeda, tapi karena Anima menawarkan tumpangan, dia lupa akan sepedanya. Sampai di rumah sakit, Kai lebih dulu menemui dokter yang menangani pengobatan ibunya. Dia ingin membicarakan tentang pengobatan lanjutan yang dulu sempat tertunda karena biaya. Dari semua informasi, Kai agak lega, karena pengobatan itu bisa segera dilaksanakan. Dia langsung menemui ibunya, melihat wanita cantik yang kini tampak kurus itu sedang membaca buku. "Assalamualaikum, Buk!" Kai menyalami ibunya, dia menunjukkan rona bahagia, hingga ibunya jadi mengerutkan keningnya heran. "Kau kenapa tersenyum lebar seperti itu? Ibu jari ngeri liatnya!" ujar ibunya membuat Kai tertawa. "Kok ngeri sih, buk! Kan harusnya Kai malah jadi tampan karena tersenyum!" Kai mendudukkan dirinya di tempat tidur ibunya. Tangannya tergerak untuk mengambil buku bacaan ibunya, dan melihat judul pada buku itu. "Dika pinjamkan buku baru lagi?" Kai bersyukur, adiknya itu salalu menyempatkan diri meminjam buku bacaan untuk ibunya, karena tidak mau sang ibu bosan saat sendirian di rumah sakit. "Yah, dia selalu membawa buku baru, bahkan ibu saja belum sempat menyelesaikan yang sebelumnya!" Ibu sangat bersyukur, memiliki dua putra hebat yang tidak pernah mengeluhkan tentang kehidupan mereka yang sulit, terlebih Kai. Meskipun banyak orang merendahkannya, dia tetap menjadi orang yang pekerja keras. Bahkan dia juga tidak menyangka, Kai akhirnya bisa menjadi seorang sarjana hukum. "Ibu makan, Kai akan menemani ibu makan, baru nanti berangkat kerja!" Kai menyerahkan semangkuk bubur yang telah disiapkan pihak rumah sakit. "Bagiamana pekerjaanmu. Apa kau mendapatkan klien yang menyulitkanmu?" Ibu hanya ingat kalau Kai baru mendapatkan pekerjaan di firma hukum. Kai meringis, dia telah menipu ibunya karena tidak ingin membuatnya bersedih. Saat ini, dari pada menunggu perkejaan yang baik, Kai memilih untuk bekerja sebagai apapun, asalkan bisa terus membiayai pengobatan sang ibu. "Tidak, Kai bertemu dengan orang yang baik!" Kai jadi teringat dengan bosnya, dan dia tidak bohong soal bertemu dengan orang baik. "Syukurlah, ibu senang! Ayo sana berangkat kerja saja, nanti kau terlambat!" Ibu mendorong Kai agar segera pergi. Kai mengalah, dia langsung pamit dan segera pergi. Karena sebenarnya dia juga sudah terlambat. Berharap semoga dia tidak berakhir dipecat karena masalah ini. Kai berjalan kaki, jadi butuh waktu untuknya sampai ke resort. Saat sampai, itu sudah pukul setengah sembilan siang. Dia terlambat hampir sekitar dua jam. Untuk itu, dia terburu-buru masuk. "Apa ibumu sudah membaik?" tanya Nisa pada Kai, saat dia sudah berdiri di sisinya. "Hah, kau tahu!" Kai memperhatikan sekitarnya, karena takut mendapatkan teguran. "Yah, bukankah kau sendiri yang ijin pada pak Tama. Ibumu sedang sakit, makanya kau terlambat. Kau ini ijin saja sama pak Tama. Pak Rudi jadi tidak bisa menegurmu. Kau pintar sekali!" Andi menepuk bahu Kai. Nisa tersenyum melihat Andi mengomel, karena selama ini Andi selalu mendapatkan teguran dari pak Rudi, meskipun terlambat hanya tiga menit saja. Kai tersenyum saja, dia tahu kalau Anima adalah orang yang mengijinkan. Lega, Kai merasa sangat beruntung bertemu dengan bosnya itu. Meskipun dia harus terlibat situasi canggung dengannya. Tapi semakin ke sini, dia jadi semakin merasa beruntung, bisa bertemu dengan wanita kuat, tegas dan cantik sepertinya. Itu benar-benar sebuah keberuntungan bisa dekat dengannya juga. Meskipun hanya karena alasan uang. Mengingat tentang uang, Kai malah jadi teringat masalah semalam. Dia masih dapat mengingat dengan jelas ekspresi wajah cantik nona Anima. Wajahnya jadi memerah karena mengingat apa yang dia lakukan. "Astaghfirullah!" Kai mengucap istighfar karena malah jadi menginginkan lagi perbuatan dosa tersebut. Rasa bersalah jadi bersarang di hatinya. Dia merasa sangat berdosa, sudah menipu ibunya, dan mengerjakan sesuatu yang salah juga demi pengobatannya. Lebih lagi, dia merasa bersalah pada nona Anima. Mengambil kehormatannya tanpa pernikahan. "Kau kenapa?" Nisa melihat perubahan dalam ekspresi Kai. "Tidak apa-apa. Aku hanya, emh sedikit ada masalah!" ujarnya sambil tersenyum. Kai memindahkan tangannya yang dipegang oleh Nisa di atas meja. Di depan lift, Anima melihat semuanya. Dia baru keluar dari lift bersama Tama. Karena akan pergi ke rumah besar Lampauta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD