bc

Love and Sea

book_age18+
428
FOLLOW
1.7K
READ
arrogant
drama
tragedy
comedy
twisted
humorous
brilliant
male lead
realistic earth
slice of life
like
intro-logo
Blurb

sebuah cerita cinta ringan berbau laut, dengan semua misteri yang berkumpul menjadi satu. bagaimana caranya menyelesaikan misteri ini?

bisakah mereka menyelesaikannya dengan cepat?

tidak ada yang tau apapun itu

chap-preview
Free preview
chapt 1
LOVE AND SEA Aku seorang lelaki muda berumur 23 tahun ini, mendapati diriku tak nyaman berada di lingkup keluarga tanpa kejelasan membuatku berkelana. Tidak pergi terlalu jauh, namun juga tidak berada di tempat yang dekat dengan asalku. Berbanding terbalik dengan keseharianku. Terkadang kicauan burung terdengar sangat nyaring di tempat baru ini, suara laut yang mendera terdengar tak takut dengan apapun. Atau kadang gema petir yang luar biasa hingga kilatan cahayanya masuk ke dalam ruangan. Barangkali ada anak kecil yang akan bermain di teras rumah, suara tertawaan mereka terdengar ceria di telingaku. Aneh, rasanya aku tak pernah mendengar suara yang sama di tempat tinggalku dahulu. Entah sudah berapa lama aku menikmati keadaan ini sampai aku bertemu dengan dirinya. Bayang-bayangnya saja bisa terlihat indah di mataku, sepertinya sinar matahari pun mendukung adanya “dia” di dunia ini. Seperti peri dalam dongeng anak-anak yang dulu sering k****a. Terlalu sempurna hingga aku tak berkutik. Ingin menggapainya tapi ia terlalu tinggi, hingga pada akhirnya ialah yang merendahkan dirinya untuk sejajar denganku yang hina ini. ------ Terlahir di keluarga “kaya” bukanlah penentu kebahagiaan seseorang. Ada kalanya mental mereka malah lebih terguncang ketimbang orang biasa. Tidak ada seorang pun yang tau, bahkan mereka pun tidak pernah mengetahuinya. Seakan-akan mati rasa untuk kata “bahagia”, tenggelam jauh dalam kelamnya hidup. Orang-orang sering berbicara, “enak yah menjadi orang kaya!”, yakinlah sebenarnya mereka pun tak paham dengan maksud dari kata yang terlontar. Mereka kira orang yang mempunyai penghasilan tinggi tidak memiliki beban yang harus dipikul di pundaknya. Charlie menurunkan jendela mobilnya, langit cerah dan sinar matahari yang menusuk membuat dirinya memicingkan mata. Menuju sebuah kota kecil yang berbanding terbalik dengan tempat tinggalnya yang dulu. Di kota terpencil ini suara ombak lebih terdengar jelas ketimbang suara mobil-mobil yang berlalu lalang. Di kota inilah Charlies akan tinggal dan menghabiskan waktunya sampai ia terpanggil kembali. Menghabiskan sekitar 3 atau 4 tahun, atau mungkin melebihi itu. Karena itulah ia memutuskan untuk tinggal dan menetap sementara untuk memperbaiki dirinya yang sudah rusak sedari kecil. Membawa pergi sebuah laptop dan telepon genggam model lama sebagai alat komunikasi barunya. Meninggalkan dunia tipu-tipu buatan manusia secara online. Ke kota iniLah charlie mengasingkan diri, lebih tepatnya lari dari dunianya sendiri. Melarikan diri dari suatu malah yang orang lain ciptakan. Keputusan yang ia ambil tanpa piker panjang. “semua hal akan menjadi berbeda…” gumamnya dalam mobil yang ia naiki. Mobil itu melaju menembus pepohonan rindang yang tampak seram. Seperti membelah pepohonan lebat menjadi 2 dan membentuk jalannya sendiri. Pikirannya kacau, ia memikirkan bagaimana hidupnya tanpa internet tau teknologi apapun. Bosan adalah kata pertama yang muncul di otaknya. “bagaimana caranya hidup tanpa semua itu?” seakan-akan produktivitasnya tersendat. Charlie memberhentikan mobilnya di samping sebuah rumah tua dari papan kayu yang tersusun rapat. Mengecek ponselnya dan mendapati kata-kata yang sudah lama terkirim. Aku ingin kita putus Bagaimana harusnya reaksi dia membaca hal seperti ini? Tak ada satupun guratan wajahnya yang menunjukkan sebuah ekspresi pasti, mungkin hatinya sedang berbicara sekarang. ---- Aku ingin kita putus Sepertinya Charlie tidak salah dengar, kata putus itu terdengar nyaring di telinganya. “lalu? Kau ingin aku berekspresi seperti apa?” Tanya Charlie yang awalnya ingin mengabaikannya. Namun sepertinya kata-kata itu memang ditujukan padanya. “apakah sekarang kulkas peduli dengan kata itu?” ledekannya terdengar seperti tawaan yang menusuk untuk Charlie. Charlie benar-benar terpaksa meresponnya. Ia memicingkan mata, menatap tajam perempuan di depannya. Amarande menjulurkan lidahnya kesenangan melihat ekspresi tajam dari kulkas berjalan. Saat ini Amarande tengah memunguti buku-buku yang terjatuh. Ia terkejut dengan respon Charlie hingga menjatuhkan buku dari genggamannya. “apakah saat ini kata itu bisa digunakan untuk sebuah candaan?” “jangan-jangan yang kau kira itu bukan sekedar candaan? Apakah sekarang seorang kulkas benar-benar takut kehilangan-ku?” Amarande terkekeh sambil melanjutkan penyusunan bukunya yang tak ada ujungnya. “apa kau kira ada yang lainnya?” “aku tak menyangka, apa yang sedang terjadi pada kesayangan-ku ini?” Amarande menjulurkan tangannya dan menepuk kepala charlies. Charlie menepis tipis tangannya Amarande. Saat-saat itu terasa canggung, gerakan reflek itu membuyarkan semua. Charlie terbangun dari tidurnya, air mengalir dari ujung matanya. Ia menangis, benar-benar menangisi hal itu untuk saat ini. Sesuatu yang ia kubur dalam-dalam malah harus teringat lagi. Meninggalkan bekas yang lebih dalam dan perih di hatinya. Mungkin ia bermimpi tentang gadis itu Lagi. “aku tak akan bisa melupakannya walaupun perbedaan alam menjadi ujung dari hubungan kita” charlie tak bisa menahan tangisnya. Hari kedatangannya dipenuhi dengan penyesalan bersamaan dengan turunnya hujan. ---- “anak muda jaman sekarang mempunyai kebiasaan yang buruk yah?” “mengapa mereka memilih untuk tidur di luar? Aneh sekali anak muda zaman sekarang” ”ohh lihat, ia sudah bangun!!” Charlie membuka matanya perlahan, bayangan beberapa orang terlihat buram. “ada apa ini?” tanyanya pelan. “hei anak muda! Mengapa kau tak masuk dan tidur di dalam?” Tanya seorang kakek-kakek dengan handuk melingkar di lehernya. “maaf?” “bagaimana bisa kau tertidur lelap di sini? Untung saja tak ada pencuri di desa kita ini”ucap seorang nenek tua dengan tongkat di tangan kanannya. Tampaknya nenek itu bahkan sulit untuk berdiri tanpa sebuah tongkat. “ah, maaf. Aku kehilangan kunci rumah itu” Charlie berubah menjadi lebih sopan dari yang seharusnya. Ia berpikir untuk bersikap baik dan bisa membawa diri serta beradaptasi dengan cepat. Terdengar suara seseorang mendobrak pagar pintu bagian luar, sura hentakan kaki yang berat dan napas yang tersenggal-senggal. “maafkan aku!” kata dia yang berada di ambang pintu dengan nafas yang berat. Kacamata yang hampir jatuh dari batang hidungnya yang tak terlihat itu. Badan gempal dan keringat yang bercucuran “kau lupa memberinya kunci rumah itu?” kakek tua itu mengalihkan pandangannya dari Charlie ke arah lelaki di ambang pagar tadi. “bahkan aku lupa dia akan datang ke desa kita” jawabnya enteng. Charlie langsung berdiri dari posisi duduknya, menatap lurus lelaki itu. “maaf, aku kepala desa di sini. Kau? Charlie kan? Anak dari tuan doyama” Charlie tak segera mengiyakannya. Lelaki yang disebut sebagai kepala desa itu menjulurkan tangannya. Meminta sebuah jabatan hangat dari lelaki dingin “Charlie” namanya. Ia menerima jabatan tangan itu, dan dimulai lah hari-harinya di sana. Mungkin ia tak pernah menyangka apa yang akan terjadi nantinya. Namun pengalaman baru itu membuat kesan yang tak akan pernah dilupakannya seumur hidup. “kalau saja lelaki bisa angkat bicara, mungkin ada ribuan cerita yang bisa diutarakan. Seandainya saja mereka bisa…..”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
207.5K
bc

My Secret Little Wife

read
100.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook