bc

Aku Cinta Kamu, Titik!

book_age12+
68
FOLLOW
1K
READ
others
friends to lovers
goodgirl
sweet
bxg
heavy
campus
city
like
intro-logo
Blurb

Katanya titik, kok pakai tanda seru?

Karena aku suka kamu.

--

Titik dan Jujung adalah sepasang kekasih yang selalu bersikap menggemaskan satu sama lain dan pasti saling mencintai. Tetapi, bagaimana jika Jujung harus dijodohkan dengan Della, sahabat Jujung sekaligus sahabat Titik juga? Sudah pasti hubungan mereka akan kandas, tetapi tidak berarti kedunya berhenti untuk saling mencintai.

chap-preview
Free preview
Kebiasaan Pagi
Ponselku berdering bahkan ketika suara alarm belum membangunkanku. Kulihat satu miss call dari seorang laki-laki yang sudah dua tahun terakhir menjadi kekasihku. Namanya Juwana, aku biasa memanggilnya Jujung. Mataku yang sensitif akan cahaya ponsel di pagi hari, kupaksakan untuk terbuka dan langsung saja senyum tertarik di kedua sudut bibirku saat membaca pesan yang Jujung kirimkan padaku. Pesannya masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Sepertinya memang Jujung tidak pernah mengetikkan ulang, mungkin hanya menekan lama pada buble pesan dan menyalinnya sehingga menjadi pesan yang baru ia kirim padaku. Isinya seperti ini ... Aku cinta kamu, Titik! Kalian mungkin tidak akan percaya jika ada lebih dari 600 pesan yang sama dalam ruang obrolan kami di aplikasi w******p. Walau aku tidak tahu pasti apakah Jujung hanya mengkopi-paste pesan yang ia kirim, dan sesungguhnya aku tidak masalah jika dirinya benar-benar mengkopi-paste pesan itu. Aku hanya ingin jujur. Aku juga selalu membalas pesan itu dengan kata-kata yang selalu sama, tetapi tidak pernah diriku mengkopi-paste pesan yang akan aku kirimkan sekalipun aku masih sangat mengantuk. Isi pesan balasanku yaitu ... Katanya “Aku Cinta Kamu Titik”, kok pakai tanda seru? sambil kutambahkan emoticon monyet yang sedang menutup hidung. Tidak lama, Jujung akan segera membalasnya dengan balasan yang juga selalu sama selama dua tahun tarkhir. Karena cinta sama Titik itu bikin hidup aku lebih seru. Benar sekali. Namaku Titik. Lebih tepatnya Tikana Arisha. Teman-temanku biasanya memanggil Risha, tetapi entah kenapa Jujung memilih memanggilku Titik. Mungkin ia ngambek karena aku memanggilnya Jujung, bukan Jungwoo. Dan sepertinya itu adalah bentuk balas dendamnya padaku. Awal kita berpacaran, ada satu minggu dimana kami berdebat hanya karena nama panggilan sayang. Mungkin teman-temanku akan merasa muak dan risih melihat sepasang kekasih yang baru saja jadian tetapi hobi bertengkar hanya karena nama panggilan sayang. Tidak apa-apa. Toh, aku tidak pernah mengganggu mereka semua. Aku hanya bertengkar kecil dengan Jujung dan semua itu tidak ada sangkut-pautnya dengan mereka. Kalau mereka tetap merasa risih dan jijik, berarti itu semua kesalahan mereka mengapa mereka memperhatikan kami. Jujung sayang, pagi ini mau sarapan apa? Aku memang selalu bertanya tentang menu sarapan apa yang diinginkan Jujung. Bukan hanya sarapan. Setiap kita ada waktu untuk makan bersama, aku yang akan bertanya tentang menu apa yang dia inginkan. Kalau kata mama, Yang doyan makan yang harus tanya menu apa yang lagi dipengen orang yang nggak doyan makan. Jadi, aku adalah pemakan segala. Aku bisa makan makanan yang sangat pedas atau manis. Aku bisa makan sayur seminggu full atau daging dan telur. Aku bisa makan semua menu masakan padang, semua menu seafood, dan bahkan menu ala Jepang. Berbeda dengan Jujung yang hanya mau makan jika ia sedang ingin. Jujung itu susah untuk makan. Sekalipun menu nikmat nasi dan ayam bakar, ia tidak akan selera jika sedang tidak ingin. Bahkan beberapa kali laki-laki itu hanya minum air putih tanpa makan sedikitpun ketika ia sedang banyak pikiran. Aku tidak masalah jika dianggap selalu mengalah pada Jujung. Ketika aku ingin bakso, Jujung sama sekali tidak tertarik. Aku tidak masalah. Daripada laki-laki itu hanya diam menatapku yang sedang makan, lebih baik kita mencari menu lain. Toh, aku suka semua makanan. Aku tidak perlu menunggu lama balasan pesan dari Jujung. Tetapi yang harus aku tunggu adalah jawaban menu sarapan apa yang ia inginkan. Aku belum pengen apa-apa. Kamu maunya sarapan apa? Kuembuskan napasku lelah. Kalau saja Jujung sedang berada di hadapanku dan sedang menyaksikan diriku yang mengembuskan napas, ia akan langsung mencubit kedua pipiku sambil menunjukkan gigi kelincinya tepat di depan wajahku dan akan berkata seperti ini ... “kamu lucu kalau kaya gitu. Tapi jangan sering-sering, ya. Nanti pipi kamu jadi merah. Soalnya aku nggak tahan buat nggak nyubit pipi kamu.” Aku tidak akan menjawab sarapan apa yang aku inginkan, walau pagi ini aku sangat ingin soto lamongan yang ada di samping Superindo. Baru saja aku ingin mengetikkan balasan, Jujung sudah mengirimiku pesan lagi. “Soto lamongan samping Superindo enak kayaknya. Kamu mau nggak?” Jantungku langsung berdesir. Mungkin memang terdengar lebay. Tetapi memiliki kesamaan dengan Jujung walau hanya sekadar kebetulan, benar-benar membuatku merasa bahagia. Aku langsung menyetujui menu sarapan pagi kami yang memang adalah menu yang sedang aku inginkan. Tubuhku langsung bangkit. Baru saja aku akan menarik tuas pintu, jam beker menghentikan aktivitasku. Kringgg kringgg "Maaf ya, jam. Kamu telat bangunin aku. Hampir setiap hari si Jujung yang berhasil bangunin aku." Kupeluk jam beker itu erat-erat, sebelum akhirnya kuletakkan kembali di atas nakas. --- Baru saja aku keluar dari kamar mandi, Mita, anak kost di lantai satu berteriak memanggil namaku. "MBAK RISHA DICARI MAS JUJUNG!" teriaknya yang langsung membuatku buru-buru menuruni anak tangga. Kugeplak langsung kepala perempuan yang lebih muda satu tahun dariku itu. "Jangan panggil Jujung. Cuma gue yang boleh manggil Jujung!" Mita mengaduh sambil mengusap kepalanya. "MAS JUJUNG, MBAK RISHA GALAK!" s**l. Perempuan itu langsung ngacir dan masuk ke dalam kamar. Sedangkan aku bisa mendengar dengan jelas Jujung yang sedang terkekeh. Aku berjalan menuju ruang tamu. "Kenapa ketawa? Kamu nggak masalah ada orang lain yang manggil kamu Jujung?" Belum juga Jujung menjawab, kamar yang ada di sebelah tempatku berdiri pintunya terbuka. Ada Mbak Saskia di sana. Masih dengan rambutnya yang berantakan dan mata yang belum terbuka sempurna. "KALAU MAU BUCIN JANGAN PAGI-PAGI, WOY!" teriaknya tepat di samping telingaku. Ia langsung membanting kembali pintu kamarnya. Lagi-lagi aku mendapati Jujung yang terkekeh di sana. "Udah. Siap-siap sana. Kita ada kelas di jam pertama," ucap Jujung sambil melirik arlojinya. Kita memang satu jurusan. Tetapi kita beda prodi. Beruntungnya tahun ini kita bisa masuk ke dalam kelas yang sama di beberapa mata kuliah wajib universitas dan mata kuliah pilihan. Seperti mata kuliah Penganggaran dan Manajemen Inovasi. Aku hanya mengangguk dan segera kembali ke kamar karena tidak ingin membuat Jujung lama-lama menunggu. ----- Setelah menyantap sarapan yang nikmat seperti biasaㅡkarena Jujung terlihat sangat lahap. Kami sudah berjalan menuju kelas melewati beberapa koridor gedung FEB yang terlihat sepi dan kami hanya berpapasan dengan sedikit sekali mahasiswa karena arloji di pergelangan tangan kiri Jujung sudah menunjukkan pukul tujuh lebih tiga puluh menit. Kami sedikit terburu-buru. Bukan yang sangat terburu-buru untuk memasuki kelas. Karena pada akhirnya kami juga akan terlambat melewati batas toleransi lima belas menit yang dimulai pada pukul tujuh tepat. "Nanti kalau kita nggak dibolehin masuk, gimana?" ucapku sedikit susah payah karena kami berjalan cepat. "Yaudah. Jangan maksa. Sesuatu yang dipaksakan itu nggak akan berakhir baik," jawab Jujung dengan nada santainya. Kalau saja tidak ada insiden cegatan mendadak oleh polisi, jalan di depan Superindo tidak akan macet dan kami tidak harus terlambat masuk kelas. Langkah kami memelan ketika sudah sampai di depan kelas. Jujung yang lebih jangkung dariku mengintip ke dalam kelas melalui jendela yang cukup tinggi. Ia berusaha mengetahui aktivitas apa yang sedang dilakukan di dalam kelas. Sedangkan aku mengambil ponsel di saku celana, mengirim pesan pada salah satu teman. "Belum di absen, Jung," kataku setelah mendapat balasan dari Della. "Kayaknya Bu Sari mau keluar, nih. Ayo ...." Jujung menarik tanganku, membawaku bersembunyi ke dalam kelas lain yang kosong. Kami mengamati dari dalam kelas. Ketika Bu Sari telah keluar dan sepertinya sedang menuju tempat finger untuk mengambil absensi, kami langsung berlari ke kelas. "Ha ha ha ha." Kami tergelak begitu duduk di bangku yang tersisa dan beruntungnya posisi bangku tersebut ada di tengah. "Bucin mulu sampai telat!" Della beringsut dari duduknya, mendekat padaku dan hanya kubalas dengan cengiran tepat di hadapannya. Spontan ia menjauhkan wajahnya. "Bau soto!" katanya sambil menutup hidung. Bukannya malu, malahan aku sudah siap untuk mengembuskan napasku banyak-banyak di depan perempuan itu. Beruntung Bu Sari telah kembali dan kuurungkan niatku untuk membuat Della hampir mati. Mata kuliah pagi ini berjalan normal. Dosen menerangkan dan beberapa kuis beliau lempar. Beruntung aku dan Jujung cukup menguasai materi pagi ini, jadi kami bisa dengan senang hati menjawab kuis dari Bu Sari. "Kalian kapan putus?" Mata kami saling tatap ketika Della dengan entengnya melontarkan pertanyaan itu padaku dan Jujung. Kami tidak kaget. Della dan beberapa teman yang lain memang sudah sering memberi kami pertanyaan seperti itu. Entah apa alasannya, yang pasti, mereka sangat ingin melihat kami putus. Dan aku tidak pernah tahu apakah pertanyaan itu serius mereka lontarkan atau hanya sebuah gurauan. Aku dan Jujung sama-sama mengedikkan bahu. "Entah," jawab kami kompak. Della mengusap dagunya yang di sana ada beberapa jerawat. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu dan terus berjalan mondar-mandir di dalam kelas yang sudah mulai kosong. Perempuan itu menjetikkan jemarinya, yang membuatku dan Jujung penasaran apa yang sebenarnya Della ingin katakan. "Kenapa kalian nggak coba buat break?" Kami berdua bergeming sesaat, lalu kembali tergelak dengan tawa yang memenuhi ruangan. "Gue serius!" Della sudah terlihat sebal. Bahkan ia sampai melipat tangan di depan d**a dengan ekspresi seperti Bu Sari saat melihat mahasiswanya terlambat. "Dell, hubungan gue sama Jujung itu baik-baik aja. Kenapa lo dan yang lainnya suka banget nyuruh kita putus?" ucapku pada akhirnya. Sebelumnya aku tidak pernah menanggapi dengan jawaban yang terdengar serius semacam ini. Kalau Jujung, ia lebih memilih untuk bodo amat. Ia tidak pernah menanggapi atau mendengarkan doa-doa jelek tersebut. "Titik, bawa air minum?" Kuambil sebotol air mineral dari dalam tas untuk Jujung, sebelum akhirnya aku kembali pada pembahasanku dengan Della. Della yang semula berdiri, sekarang memilih duduk di bangku kosong dan menatapku dengan lekat. "Rish," ucapnya sangat pelan. Tetapi aku dan bahkan Jujung yang sedang menegak air minum itu bisa mendengarnya dengan jelas. "Gue suka sama Jujung!" Uhukk Tunggu. Apa aku tidak salah dengar? Tentu saja tidak. Aku masih bergeming dan menatap Della dengan kaku. Aku masih mencari arti dari tatapan Della padaku. Aku masih mencari celah canda diantara dua bola mata perempuan itu. Suasana menjadi hening. Sepertinya Jujung yang sempat tersedak, belum ingin menanggapi tentang apa yang didengarnya. Bahkan aku bisa merasakan bahwa laki-laki itu sama sekali tidak bergerak walau ia ada di balik punggungku. "Jung ...." Della sedikit menggeser duduknya. Netranya sekarang sudah dapat memandang Jujung tanpa terhalang tubuhku. Aku tidak tahu apakah Jujung membalas tatapan Della. Aku tidak berani bergerak sekarang. "Jung, gue suka sama lo."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook