Bab 9 - Fitting Baju Prewedding

1289 Words
2 Minggu kemudian, hari ini adalah hari libur dan rencananya hari ini Yanti dan Shanty akan mengajak Max dan Nana untuk fitting baju buat pemotretan pre-wedding. Nana dan Yanti sudah bersiap menunggu di rumah, menunggu jemputan Max. “Ma, ngapain sih pake ada pemotretan prewedding segala, langsung nikah aja 'kan bisa.” “Kenapa? Kamu udah ngga sabar ya mau nikah? Sampai pengen langsung nikah aja,” Nana sontak menatap Mamanya dengan alis yang menukik, “Bukan begitu maksudku Ma, tapi—“ Tin! Tin! “Tuh, Max sudah datang. Ayo kita keluar.” Yanti dengan cepat memotong perkataan Nana ketika mendengar suara klakson mobil terdengar di luar. “Rena!” “Ya ma?” jawab Rena yang datang dari belakang. “Tutup pintunya, Mama sama Kak Nana mau pergi nih.” “Oke Ma, hati-hati ya Ma, Kak Nana.” “Oke.” Yanti dan Nana bergegas keluar rumah untuk menemui Max dan Mamanya yang mungkin sudah menunggu di depan. Saat tiba di luar, kebetulan Max dan Shanty baru saja keluar dari mobil. “Eh, Bu Yanti sama Nana sudah siap ya? saya pikir belum, jadi kami rencananya mau turun dulu.” “Kami sudah siap daritadi kok Bu, eh tunggu dulu anak kita kok bisa kompakan gitu ya pakai biru-biru.” Shanty sontak menatap Max dan Nana bergantian begitupula dengan orang yang menjadi topik pembicaraan, Nana dan Max ikut memperhatikan penampilan mereka. Nana memang mengenakan cardigan berwarna biru langit dan tanpa disangka Devan juga mengenakan jas biru langit yang warnanya hampir sama dengan cardigan yang dikenakan Nana. “Padahal ngga janjian loh ya ini,” lanjut Yanti seraya melirik ke arah Max dan Nana dengan senyum jahilnya. “Mungkin mereka bisa bertelepati dengan hati mereka Bu,” Shanty ikut menggoda anak dan calon mantunya yang hanya merapatkan bibirnya dan mengalihkan pandangannya ke arah lain seperti tidak ingin ikut campur dalam pembicaraan ini. “Iya Bu benar, semakin lama mereka pasti akan terhubung satu sama lain.” “Hm, maaf apa kita bisa pergi sekarang? Takutnya nanti kesorean.” “Duh, udah ngga sabar banget ya Nana, maaf ya Bu, biasalah anak muda, ngga sabaran.”  Shanty tersenyum maklum. ‘What! Mama apa-apaan sih, bukannya aku ngga sabar tapi aku udah ngga tahan dengan pembicaraan ini.’ “Oh, ya udah silakan, ayo.” Shanty mempersilakan Nana dan Yanti untuk masuk ke dalam mobil. Mobil Mercedes Benz putih milik Max akhirnya bergerak meninggalkan perkarangan rumah Nana menuju butik langganan Mama Nana. Setibanya di Rose butik langganan Yanti, Max memarkirkan mobilnya di halaman depan butik. “Ini dia butiknya Bu, butik langganan saya, butik ini punya teman sekolah saya dulu dan jauh hari saya sudah pesan baju untuk Max dan Nana di sini, buat pemotretan prewedding.” Shanty mengangguk paham dengan bola mata yang bergerak menatap butik di depannya. “Ohh begitu, sepertinya koleksi di butik ini bagus-bagus karena buktinya Ibu sampai jadi langganan di sini.” “Ya Bu, selain karena pemilik butik ini teman saya, koleksi outfit pengantin di sini juga indah-indah Bu.” Shanty kembali mengangguk sementara dua lainnya hanya diam memperhatikan Orangtuanya berbicara. “Ya udah Bu, anak-anak ayo kita masuk.” Mereka pun masuk ke dalam butik dengan papan nama Rose butik besar berwarna pink terpampang di depan. “Selamat siang Bu Asri,” “Eh, selamat siang juga Bu Yanti, Apa kabar?” mereka berdua saling bersalaman dan cipika-cipiki layaknya bertemu teman akrab. "Alhamdulillah saya baik. Bagaimana denganmu?" "Saya juga baik Bu," “Hm, Bu Asri ini kenalkan Bu Shanty, Mamanya Max, anak yang mau saya jodohkan dengan anak saya dan Bu Shanty ini Bu Asri, pemilik butik ini sekaligus teman sekolah saya dulu.” Yanti memperkenalkan Shanty dan Asri kepada satu sama lain. “Oh, halo Bu saya Asri, salam kenal ya.” “Halo saya Shanty, salam kenal juga ya Bu.” Asri tersenyum dengan ramah lalu mengalihkan pandangannya ke arah Max, “Oh, jadi kamu yang namanya Max? Yang mau dijodohkan sama Nana?” “Iya Tan, selamat siang saya Max, senang bertemu dengan Tante.” Asri tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit, “Wah, kamu sangat tampan dan sopan ya, Nana beruntung mendapatkan calon suami seperti kamu. Ya 'kan Na?” Asri melirik Nana. “Ah, i-iya Tan,” jawab Nana dengan gugup, disertai dengan senyum yang canggung. Nana memang sudah kenal dengan Asri karena ia sudah sering pergi ke butik ini bersama Mamanya, tapi dia tidak menyangka bila Asri akan menggodanya di depan calon suami dan mertuanya. “Ya udah kalau gitu kita langsung lihat outfitnya saja ya biar langsung dicoba, kalau ada yang kurang bisa langsung cepat diperbaiki. Yuk, mari ikut saya,” Yang lain mengangguk lalu mengikuti Asri untuk melihat outfit pesanan Yanti. Seorang pelayan wanita terlihat memberikan outfit pernikahan bernuansa hitam putih pada Asri. “Ini dia outfitnya, silakan di coba,” Asri memberikan outfit tersebut kepada Max dan Nana lalu mengarahkan mereka untuk pergi ke ruang ganti. “Sementara kita menunggu Max sama Nana mencoba bajunya, kita ngobrol-ngobrol di sini dulu yuk.” Asri mengajak Yanti dan Shanty untuk duduk menunggu di sofa panjang yang telah disediakan di sana, biasanya diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin menunggu. “Oh, iya boleh-boleh Bu.” Mereka pun mengambil duduk di sofa tersebut. “Ngomong-ngomong pemotretan prewedding dan pernikahannya kapan ya tepatnya Bu?” tanya Asri. “Pemotretan prewedding Insha Allah akan dilaksanakan Minggu depan dan untuk pernikahannya Insha Allah sebulan setelahnya.” “Ya, ini memang agak terlalu cepat tapi kami ingin yang terbaik untuk anak kami, karena ini juga adalah permintaan terakhir dari Omanya Nana jadi harus segera dilaksanakan.” tambah Shanty. “Iya, tidak masalah Bu. Kalau semuanya sudah dipersiapkan dengan matang, lebih cepat lebih baik. Mereka 'kan juga sudah dewasa.” “Iya Bu benar, biar nanti anak mereka juga ngga jauh beda dari umur Papa sama Mamanya.” timpal Yanti dan diangguki dengan yang lainnya. “Ma, Tan bagaimana penampilanku. Apa ini cocok denganku?” tanya Max yang sudah mengganti outfit lebih dulu. Max terlihat tampan dan dewasa dengan setelan tuxedo hitam yang sangat pas di tubuh atletisnya, dadanya yang bidang tampak terekspos dengan sempurna hingga membuat penampilannya terlihat lebih maskulin dan jantan. “Ya ampun Max kamu tampan sekali, kamu cocok sekali dengan setelan tuxedo ini.” Shanty mendekati anaknya. “Tapi, dasinya kurang rapi nih, biar Mama perbaiki ya.” Shanty memperbaiki letak dasi Max dengan benar. “Kamu benar-benar tampan dan cocok dengan outfit ini Max,” celetuk Yanti dengan senyum cerahnya. “Makasih Tante,” “Max, jadi bagaimana apa kemeja atau jasnya sempit? Atau celananya sempit atau kelebaran?” tanya Asri. “Oh, ngga Tan, saya rasa ini pas dan nyaman untuk saya.” “Oh, syukurlah kalau begitu. Jadi, tidak perlu ada perbaikan kalau begitu dan bisa langsung dipakai untuk Minggu depan.” “Ya, makasih ya Bu Asri ini outfitnya sangat bagus dan cocok untuk anak saya.” “Ya, sama-sama Bu Shanty.” “Bagaimana dengan penampilanku?” Nana datang hingga membuat yang lainnya mengalihkan pandangannya, Max bahkan berbalik untuk melihat penampilan Nana. Semua orang terdiam, hanya bola mata mereka yang bergerak memperhatikan penampilan Nana dari atas sampai bawah. Gaun putih panjang dengan bagian atas dan lengannya yang berenda itu tampak sangat cocok di tubuh ideal Nana. Yanti melirik Max yang masih tak bisa mengalihkan pandangannya dari Nana. “Ehem, Max!” “Y-ya?” jawab Max gelagapan. “Ditanyain itu sama Nana, jawab dong,” Max mengedipkan-ngedipkan matanya, “Hm ...” mnggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Gaun itu sangat cocok denganmu.” Perlahan Nana menunjukkan senyumnya walaupun hanya senyum yang sangat tipis. “Hm, makasih ya.” Max mengangguk sedangkan para wanita paruh baya lainnya memandang calon pengantin baru tersebut dengan senyumnya.   TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD