Tiga | MLMH?

1613 Words
Kelas sudah selesai, Aisya dan Dila memutuskan untuk ke kantin. Maklum setelah perkenalan dosen baru dan berbagai materi yang disampaikan membuat mereka kelaparan. Mereka duduk di salah satu bangku di bagian pojok kantin, karena malas berdesakan ketika keluar. Mereka sedang menunggu makanan seraya berbincang-bincang santai. "Gimana perjodohannya? Kamu terima?" Tanya Aisya "Emmm, Alhamdulillah gue terima. Insyaallah lusa adalah lamaran resminya sekaligus membicarakan hari acara pernikahan." "Alhamdulillah deh, semoga lancar sampai hari H ya?" "Aamiin, lusa lo mau kan nemenin gue? Malu kalo gak ada temen." "Emm gimana ya? Insyaallah deh." "Insyaallah berarti iya." "Assalamualaikum Aisya, Dila. Boleh gabung gak?" "Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh kak, boleh kok." "Wiihh kak Elvin makin lama makin ganteng deh, keren lagi," ucap Dila memuji ketampanan Elvin. "Bisa aja kamu." "Aku cuma mau ngasih tau kalau besok rapat organisasi Rohis. Jadi kalian jangan lupa dateng ya, karena sebentar lagi tabligh Akbar nya." "Iya kak, makasih ya kak udah dikasih tau. Besok sekitar pukul berapa kak?" Tanya Aisya. "Mungkin ba'da Zuhur, kalau emang berubah siap-siap aja. Kalau gitu aku pamit dulu ya, assalamualaikum." "Iya kak, waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh." Setelah Elvin pergi pesanan mereka pun datang, dan mereka mulai menyantap makanan yang sudah dihidangkan. Seperti biasa tidak ada pembicaraan. Selesai makan, barulah mereka mulai berbicara. "Gue udah mau nikah ni Sya, lo gak mau nyusul apa?" "Emm Abi sama umi kemarin nanyain, tapi aku jawabnya belum siap. Lagian aku masih mau kuliah dan kerja." "Kan abis nikah masih bisa kuliah, emang ada larangan orang yang udah nikah gak boleh kuliah? Enggak kan. Emang kayak zaman-zaman sekolah apa?" "Yah bukan gitu sih Dil, kamu kan juga tau belum ada yang aku taksir di sini." Ucapnya sambil nyengir kuda. "Masa gak ada sama sekali sih Sya?" Tanya Dila tak percaya dengan pengakuan Aisya, mana mungkin gak ada yang ditaksir. Secara kan di sana banyak mahasiswa yang ganteng-ganteng, bahkan saleh juga. Menurut penilaiannya sih. "Gak ada." Jawab Aisya singkat sambil meminum es teh yang masih ada. "Serius Lo? Di sini banyak mahasiswa yang ganteng gak ada satu pun yang Lo taksir?" Aisya hanya menggelengkan kepala. "Sama kak Elvin yang ganteng aduhai juga gak Lo taksir?" Aisya masih menggeleng. "Ampun deh, Sya, kak Elvin itu suamiable banget. Udah ganteng, kaya, baik, saleh, calon dokter pula." Dila masih tidak percaya dengan Aisya, bisa-bisanya dia gak suka sama cowok. "Tunggu deh, Lo masih normal kan Sya?" Lanjutnya. "Astaghfirullah, ya masih normal lah Dil. Cuma emang akunya aja yang gak pernah ngobrol sama cowok, natap aja masih takut. Emm ... sebenernya aku juga mengakui kak Elvin kayak yang kamu kata tadi sih. Cuma aku rasa dia gak cocok sama aku, aku juga gak suka sama dia. Lagian kalau memang Allah ngasih jodoh pasti udah dateng dari kemarin. Tapi buktinya belum kan? Berarti jodohku belum dipertemukan sama Allah." Jelas Aisya. "Ya udah deh terserah Lo, semoga cepet dateng ya jodohnya." Dila menatap Aisya lekat, mencari sesuatu yang mungkin dia sembunyikan. Merasa ditatap Aisya mengangkat kepalanya kembali. "Kenapa Dil?" "Ada yang Lo sembunyiin ya? Jangan gitu dong Sya, kan kita sahabatan, masak ada yang disembunyiin sih?" "Gak ada kok Dil." "Jangan bohong, gue tau Lo nyembunyiin sesuatu." Ucap Dila selidik. "Emm ... Gimana ya? Sebenernya aku ..." "Iya sebenernya apa? Jangan ragu-ragu gitu deh." "Ada orang yang udah ngisi hati aku dari dulu." "What?! Siapa? Anak sini?" "Bu-bukan, dia dari Lampung juga. Kami sempat pisah karena dia pindah sekolah. Sebenernya bukan pindah sih, lebih tepatnya kita beda sekolah. Lagian aku cuma diam-diam suka sama dia lebih tepatnya kagum, dan itu pun pas aku masih kecil banget, dia sahabat aku. Tapi entah kenapa sampai sekarang aku masih mengharapkannya." "Apa yang ngebuat Lo masih suka sama dia?" "Dia baik, pinter, saleh, dan dia kayak semacam most wanted sekolah. Emm ... Udah deh gak usah bahas masa lalu. Lagian aku yakin rasa itu udah berkurang meskipun belum sepenuhnya." "Gak bisa gak dibahas kalo kayak gini. Lo masih suka sama dia padahal udah pisah berapa tahun?" "Emm ... dia pergi dari awal masuk SMA sampai sekarang sekitar lima tahunan." "Lo suka sama dia berarti sekitar 15 tahun? Gila lo" "Iihh kamu apaan sih nanyain gitu mulu?" Aisya menutupi wajahnya yang terasa panas dengan kedua tangannya. "Siapa namanya?" "Ada deh, udah ah aku mau pulang. Banyak tugas nih, dosen baru aja udah ngasih banyak tugas. Assalamualaikum." pamit Aisya dan langsung berbalik badan untuk menghindari wawancara Dila yang menurutnya sangat horor itu. Aisya berlari meninggalkan sahabatnya yang memanggil namanya itu. Dila yang masih sibuk membereskan piring dan gelas mereka hanya mendengus kesal. Kantin di sini menerapkan untuk seluruh mahasiswa agar membawa piring kosongnya kembali ke tempat pencucian agar memberi kemudahan bagi petugas kebersihan. Dengan begini mahasiswa yang baru datang bisa langsung duduk, karena tidak ada lagi piring yang berserakan. Aisya yang masih berlari tanpa sengaja ia menabrak punggung seseorang yang berada di depannya. Brukk "Aduh! Maaf gak sengaja." Ucap Aisya sambil menunduk. "Kamu." Panggil orang tersebut datar, Aisya bergidik ngeri mendengar nada bicara lawannya. Ia takut mengangkat kepalanya, oleh karena itu ia tetap menunduk dan malah semakin dalam ia menundukkan kepalanya. "Ma-maaf." "Saya mau bicara, kenapa malah nunduk?" Nada datarnya membuat Aisya gemetar, ia mengangkat kepalanya perlahan. What?! Dosen serem ngapain di sini? Tunggu-tunggu jangan-jangan tadi aku nabrak dia lagi? Batin Aisya bergetar. "Eh ke-kenapa Pak?" Aisya meneguk susah salivanya, muka datar bin dingin itu serasa ingin membunuhnya. "Ikut saya ke ruangan!" Aisya mengikuti dosen barunya dari belakang dengan perasaan bercampur aduk. Ia takut akan mendapat omelan dari dosennya karena sikap tidak sopannya saat di cafe kemarin. Tunggu, kan saat itu ia belum mengenal dosen itu, karena si dosen baru masuk hari ini. Ah sudahlah, pokoknya Aisya saat ini sangat takut jika benar dia akan diinterogasi oleh dosen tersebut. Sampailah mereka di depan ruangan yang diketahui adalah ruangan dosen. Alvian masuk diikuti oleh Aisya dari belakang. Semua dosen yang berada di dalam menatap heran, namun segera mengalihkan perhatiannya kembali. Alvian sudah duduk di kursinya dan membuka laci, lalu ia mengambil sebuah kotak berwarna merah muda. Ia letakkan kotak itu di atas mejanya. "Ini tolong kasihkan ke Dila, dia teman kamu kan? Kotak ini dari sahabat saya yang dijodohkan dengan Dila." Ucap lelaki itu dengan nada yang masih dingin dan muka datarnya, Aisya menerima kotak tersebut. "I-iya pak, emm ... tapi kenapa gak bapak kasih langsung aja ke Dila?" "Saya sibuk, kebetulan ketemu kamu, jadi saya titip untuk kamu kasihkan ke Dila." "Tapi kenapa gak temen bapak itu aja yang ngasih ke Dila, kan dia calon suaminya?" Tanya Aisya terlihat polos. "Dia sekarang ada di luar kota." Alvian berusaha sabar dengan pertanyaan mahasiswi yang baru ia kenal tadi, eh lebih tepatnya kemarin itu. "Oh, loh bukannya lusa mereka melangsungkan lamaran ya pak?" Tanya Aisya yang masih bingung. "Besok dia pulang." Sabar Al sabar, ini orang nanya gak abis-abis. "Terus kenapa gak dikasih besok?" Emosi Alvian benar-benar sudah berada di puncaknya mendapat pertanyaan menyebalkan dari mahasiswinya itu. Apa susahnya sih bilang iya dan langsung pergi untuk memberikan kotak itu ke sahabatnya Dila. "Kamu bisa pergi sekarang." Ucapnya datar dan menatap tajam Aisya. Yang ditatap masih memasang ekspresi bingungnya, dan hendak menanyakan sesuatu lagi. "Kira-kira isinya apaan pak? Wiihh baru calon udah dikasih beginian apalagi kalau sudah menikah." Ucapnya polos. Alvian menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. "Kamu tidak dengar saya bicara apa? Cepat pergi dari sini atau saya tambah tugas kamu dua kali lipat." "Apa? Tapi pa-" "Keluar!" Tekan Alvian tanpa meninggikan suara namun terlihat tajam. Aisya yang merasa dosennya itu akan marah langsung pamit dan berlari keluar tanpa memedulikan tatapan aneh dosen lain. "Aduh hah ... hah ... Sumpah itu dosen serem banget kalo lagi marah. Kan tadi aku cuma nanya, apa susahnya sih dijawab. Pakek ngancem mau nambah 2 kali lipat tugas aku lagi, dasar dosen aneh." Aisya yang baru lari-lari karena takut dosennya marah kehabisan nafas. Ia merilekskan dirinya dengan mengambil nafas panjang-panjang dan ia hembuskan perlahan, begitu seterusnya hingga sebuah tangan memegang pundaknya. "Aaaaa!! maaf pak, saya gak sengaja ngomongin bapak. Iya deh saya kasih ini kotaknya ke Dila, tapi jangan marah dong pak." Aisya menutup matanya takut dosen itu marah lagi. "Aisya ngapain? Ini gue Dila, emang kotak apa yang mau Lo kasih?" Aisya membalikan badannya lega, dan ia langsung memberikan kotak tersebut kepada Dila. "Nih, dari calon suami kamu. Tadi pak Dorem ngasih ini ke aku, katanya dari suami kamu." "Siapa pak Dorem?" "Dosen baru yang serem itu loh. Dasar! tadi aku cuma mau nanya tentang kotak ini eh malah diancam mau nambah tugas 2 kali lipat, kan nyebelin." "Lo nanyanya aneh-aneh sih." "Ah udahlah, yuk pulang!" Ajak Aisya dan langsung menarik tangan Dila. Saat sampai di parkiran Aisya ingat mau menanyakan sesuatu ke Dila. "Eh Dil! Emang kotaknya isinya apaan? Lumayan gede juga, calon kamu romantis juga ya." Tanya Aisya mencoba menggoda Dila. "Oh, kemarin mami gue nitip pakaian ke dia buat lamaran nanti." "Oohh, ya udah sana pulang! Yang lusa udah lamaran mah gitu." Goda Aisya lagi membuat pipi Dila memerah, dan sontak membuat tawa Aisya pecah. "Aisya jangan ketawa gitu dong malu nih.." Rajuk Dila. "Bwahahah yang biasanya kayak preman sekarang jadi blushing bwahahah." Aisya tertawa lepas tanpa memperhatikan sekitar. "Bwaha ... mphm ... mph." Dila langsung membungkam mulut Aisya dengan tangannya. Sahabatnya ini memang terkenal alim, tapi soal tertawa gak ada yang ngalahin. "Aduh Dil, tangan kamu asin banget! Abis masak buat calon suami kamu ya?" "Aisya!" "Bwahaha" Aisya tertawa lagi, dan sekarang ia mulai memegangi perut karena saking ngakaknya. "Aduh udah deh Dil, kamu lucu banget." Ucap Aisya mencoba meredakan tawanya. "Lo yang mulai duluan sih, ya udah gue pulang dulu. Assalamualaikum." "Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh. Hati-hati ya calon pengantin baru, lusa masih mau lamaran tuh." "Iya bawel!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD