bc

LOVE AT MILLION SIGHT

book_age18+
1.1K
FOLLOW
7.0K
READ
sweet
Writing Challenge
like
intro-logo
Blurb

Tentang seorang laki-laki yang menikahi adik angkatnya karena demi menutup aib adiknya yang diperkosa laki-laki yang mendendam padanya.

Tapi akhirnya, si pemerkosa bahkan mendapat kutukannya sendiri, menyesali hal yang bahkan tak mungkin bisa dia perbaiki.

chap-preview
Free preview
DENDAM TERINDAH
BEN Richard Wijaya Kuangkat tubuhnya yang lemas karena obat bius yang kubekapkan pada hidungnya. Berjalan menyusuri rumah megahku. Dalam hati aku sungguh tersenyum smirk, tak menyangka akan semudah ini mendapatkannya. Ya, bukan hal mudah untuk mendekati apalagi mendapatkan tubuhnya yang menggiurkan ini, mengingat betapa banyaknya anj**g penjaga yang setiap saat berada di sekelilingnya. Oke, maaf kalau aku memberi julukan anj**g penjaga pada beberapa orang yang selalu menjaganya sedemikian posesive. Tentu saja itu atas suruhan kakaknya yang super duper galak itu. Catat, selain galak dan posesive, kakak laki-laki dari perempuan yang kini ada dalam gendonganku ini, dia adalah seorang laki-laki kharismatik dan tampan, sangat tampan bahkan, dan aku mengakui hal ini. Tapi tentu bukan Ben namaku kalau aku tak bisa mendapatkan gadis ini. Bella si gadis sempurna ini kini ada dalam genggamanku. Dan aku pastikan, kesempurnaannya sebentar lagi akan lenyap, ditanganku. “Bella .... kasihan sekali para laki-laki yang memujamu di luar sana, karena akhirnya aku yang akan mendapatkanmu,” bisikku di telinganya. Sesaat kemudian, kubaringkan tubuhnya yang masih berseragam putih abu-abu, di atas ranjangku. Dia masih tergeletak belum sadarkan diri. Dan tentu saja aku tak ingin membuang waktu untuk segera memanjakan nafsuku dengan perawan sempurna ini. Dan .. “Come on, Bell .... We will climbing, together...” bisikku sebelum aku menenggelamkan diri dalam gairah liar dan gila, yang aku yakin tak cukup jika kuturutkan semalam suntuk sekalipun. Dan perawan satu inilah yang akan memuaskan aku, yang mungkin membuatku tak bisa mengakhiri kegilaan nafsuku sendiri. Lalu aku membawanya bercinta. Berulang.  Sepuas yang kuinginkan.   * * * *   Malam telah demikian sepi, hanya suara beberapa kendaraan yang terdengar lewat satu-satu di jalanan. Dalam keremangan, gadis yang sedari tadi terlelap itu, terbangun. Dikumpulkannya segala kesadarannya yang sempat hilang, dengan menatap ke sekeliling ruangan. Namun beberapa benda yang dilihatnya tak juga membuatnya tahu keberadaannya sekarang ada di mana. Tapi dengkur nafas seseorang mengusik pendengarannya. Ketika dia menoleh, dia terkejut dan nyaris menjerit. “Akh......” dia bangkit sambil menjerit membuat seseorang yang tertidur disampingnya terbangun paksa. “Hei, berisik!” seseorang itu, yang ternyata adalah seorang laki-laki membentaknya, membuatnya seketika ketakutan. Bagaimanapun, seumur hidup dia tak pernah dibentak. Gadis itu menatap nanar laki-laki yang terbaring nyaris telanjang di sebelahnya ini. “Ka ... kamu siapa? Dan ... dan kenapa aku disini? Apa yang kamu lakukan padaku?” tanya gadis itu yang segera meraup selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Telanjang? Dan....kenapa rasa nyeri itu menyerang suatu bagian dalam dirinya dan membuatnya meringis? Seketika dia sadar bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi. Spontan air matanya mulai merebak. “Kenapa, Sayang? Kamu tak tahu siapa aku?” Gadis itu menggeleng, ketakutan. Oke, Bella hanya tahu bahwa laki-laki yang memandangnya dengan pandangan lapar ini tadi mengaku sebagai teman kakaknya, yang menjemputnya dengan alasan di suruh kakaknya. Mengingat hal itu, dia tak bisa mencegah air matanya yang mengucur deras. Dia begitu nelangsa dengan nasibnya. “Kenalkan, namaku Ben. Dan kamu Bella kan?” Ben mengulurkan tangannya hendak menjabat tangan Bella. Tapi perempuan itu menepisnya dengan kasar. Ben tersenyum dengan reaksi Bella. “Hei, yang lembut dong, Sayang ... Oh, ya .... terima kasih untuk malam yang indah ini? Kamu perempuan ternikmat yang pernah kurasakan.” Ben berbisik membuat Bella merasa sangat jijik. “Kamu b******n! Kenapa kamu membawaku ke sini? Kenapa kamu melakukan ini padaku?” Bella menjerit dengan tangisnya. Bukannya panik, Ben yang telah terbiasa menghadapi perempuan ini tentu tak akan kewalahan menghadapi gadis bau kencur seperti Bella. Gadis? Ben tersenyum penuh kemenangan. Tentu saja Bella bukan gadis lagi, karena Ben telah menikmatinya beberapa jam lalu dengan nikmat dan puas yang tak terlukis dengan kata-kata. Ben bangkit dengan tubuh telanjangnya, tak peduli dengan pertanyaan Bella, apalagi tatapan terkejutnya karena dia telanjang dengan penuh percaya diri. Meski suasana kamar hanya diterangi lampu di atas nakas, tapi siluet laki-laki itu terlihat jelas oleh Bella. Dengan gerakan yang luwes, karena tentu saja bukan hanya kali ini Ben melakukannya,  Ben memunguti pakaian Bella yang tadi dilemparnya dengan acak kemudian memberikannya pada gadis itu. “Pakailah! Aku tak mau menerkammu lagi, setidaknya untuk malam ini,” kata Ben lantas berlalu ke kamar mandi yang ada di sudut ruangan. Sementara Bella, sambil menangis dan menahan perih di bagian intim tubuhnya, mengambil seragam sekolahnya kemudian memakainya. Berharap bahwa laki-laki itu akan segera mengantarkannya pulang, agar dia bisa menangis dan meraung sepuasnya. Sementara Ben ke kamar mandi, di basuhnya tubuhnya untuk mendinginkan otaknya dari keinginan dan nafsunya yang selalu menggunung. Tak lupa menghapus percikan darah yang mulai mengering yang tercecer di beberapa tempat di sekitar paha atasnya. Sejenak, dia tersenyum penuh kemenangan. ‘Benar-benar perawan yang nikmat dan sangat ... sangat memuaskan’ Ben membatin. Dihidupkannya shower untuk menghilangkan aroma s*x yang terasa lengket di badannya. Atau dia akan kembali menerkam perempuan itu untuk memenuhi kebutuhannya akan kenikmatan. Tapi senikmat apapun, Ben tak ingin melanjutkan pelampiasan nafsunya pada perempuan itu. Karena ada kepuasan lain yang tak dapat terbayar oleh apapun, kini telah dia dapatkan. ‘Yudhistira ... kau akan kehilangan hidupmu sekarang. Dan aku akan melihatmu mati merana melihat adik kesayanganmu hancur ditanganku’ Ben tersenyum penuh kemenangan. Sementara di luar kamar, Bella beranjak dari kamar laknat itu dan berlari keluar, mencari pintu untuk bebas dari rumah megah yang mengerikan ini.   * * * * *   Sementara di kediaman Yudhistira ... Laki-laki dengan postur tinggi semampai berkulit coklat itu kelihatan mondar-mandir sepanjang ruang kerja di rumahnya. Hatinya gelisah bukan main. Bagaimana tidak? Bella ... adik perempuan satu-satunya itu belum juga pulang dari sekolahnya. Padahal hari ini sudah sangat larut. Beberapa teman yang biasanya selalu ada bersama Bella, semuanya telah dia hubungi. “Halo, Eva?” laki-laki itu menghubungi seseorang yang namanya Eva. “ .......... “ “Maaf mengganggu malam-malam begini. Apa kamu tahu di mana Bella saat ini, Ev?” “ .......... “ “Ya ... dan sampai sekarang dia belum pulang.” “ .......... “ “Oke, terima kasih.”  Yudhis menutup teleponnya dengan perasaan yang semakin gusar. Dia bingung harus bagaimana lagi. Orang-orang suruhannya  sampai sekarang juga belum memberi kabar. Lapor polisi pun sepertinya tak akan menghasilkan apa-apa. Memberitahu Ayah dan Bundanya yang sedang ke Australia, jelas bukan ide yang bagus karena akan membuat Yudhis seperti seorang kakak yang tak mampu menjaga mutiara keluarga itu. Yudhis menggeram sambil mengacak rambutnya dengan kasar, ketika tiba-tiba saja dari luar terdengar sedikit keributan. Maka Yudhis segera berlari dari ruang kerjanya. Dan seketika darahnya nyaris membeku ketika dilihatnya satpam yang berjaga diluar terlihat berlari sambil menggendong seorang perempuan yang Yudhis yakin itu adalah Bella. “Bella? Apa yang terjadi, Pak?” Yudhis berteriak panik sambil mengambil Bella dari gendongan satpam, lantas membaringkannya di sofa bed ruang tengah. “Kurang tahu, Tuan. Maaf, tadi sebuah mobil hitam menurunkan Non Bella dengan kasar, lalu setelah berjalan sedikit tertatih, Non Bella jatuh pingsan, Tuan.” “Kurang ajar!” Yudhis menggeram. Ditepuk-tepuknya pipi Bella, tapi perempuan itu tak juga sadar. Bahkan ada sesuatu yang membuat Yudhis seakan murka ketika dilihatnya leher adik kesayangannya itu terdapat banyak ruam merah, seperti hasil kecupan. Dan yang membuat Yudhis semakin marah ketika dilihatnya pipi gadis itu terdapat sebuah bekas tamparan, bahkan terlihat bengkak. Yudhis tak bisa membayangkan apa yang telah terjadi pada adiknya itu. “Siapkan mobil, Pak!” Yudhis berteriak. “Baik, Tuan.” Satpam tergopoh-gopoh keluar dari ruang tengah dan segera memanggil sopir untuk stand by dengan mobilnya. Maka tanpa berpikir panjang lagi, diraihnya gadis itu dan dibawanya keluar. Menuju mobil yang disiapkan sopir. Rumah sakit yang biasa mereka datangi jika sakit,  menjadi tujuan utama Yudhis. Hatinya benar-benar remuk melihat gadis kesayangannya dalam keadaan seperti ini. Mondar-mandir di depan ruang ICU, Yudhis geram. “Cari tahu siapa pelaku kekerasan terhadap Bella, Amran ! Secepat yang kamu bisa!” Yudhis menghubungi seseorang melalui teleponnya. “ ..........“ “Berikan padaku laporanmu segera! Aku mau besuk pagi, data tersebut sampai ke tanganku!” “ ..........“ Yudhis menutup teleponnya dengan kasar. Dia terlihat mondar mandir, dengan wajah penuh pertimbangan, akan menghubungi seseorang atau tidak. Tuuttt... ttuuttt... tuttt... Terdengar nada sambung dari nomor yang dihubunginya. “ ..... ..... “ “Halo, Dave ... Bella mengalami kekerasan. Bisa kamu datang ke rumah sakit sekarang?” “ ... ... ... “ “Oke, secepatnya! Aku tunggu!” Telepon tertutup. Dokter Ferdy, yang juga dokter keluarga mereka, nampak keluar dari ruang pemeriksaan. Yudhis segera mendekat dengan langkah tergesa. Bahkan hatinya telah hancur hanya dengan melihat ekspresi muram dokter Ferdy. “Bagaimana, Fer?” Yudhis tak sabar. “Bisa ke ruanganku?” Yudhis mengangguk dan mengikuti langkah dokter Ferdy menuju ruangan pribadinya di rumah sakit itu. “Kesimpulan sementara, dia mengalami kekerasan seksual,” kata-kata dokter Ferdy begitu sampai di ruangannya membuat Yudhis merasa bagai ditampar. Ketakutannya menjadi kenyataan. Usahanya untuk menjaga Bella dari jangkauan rival – rival bisnisnya selama ini menjadi sia-sia karena akhirnya dia kecolongan juga. “Separah itu?” “Ya ... jika kamu ingin melaporkan hal ini, berkas visum akan segera disiapkan.” “Tunggu dulu! Aku nggak mungkin gegabah melaporkan kejadian ini begitu saja,“ sergah Yudhis. “Lho? Ini kejahatan, Yudhis? Dan kalau kita biarkan hal ini terjadi, berarti kita akan membiarkan pelakunya melakukan kejahatan berikutnya.” “Bagaimana dengan efeknya, Fer? Terhadap psikologis Bella? Otomatis semua teman sekolahnya akan mengetahui hal ini?” Ferdy diam, sejenak berpikir. “Keputusan ada ditangan kamu. Tapi berkas visum akan tetap kusiapkan, mana tahu suatu saat kamu membutuhkannya.” Yudhis mengangguk. Dalam hati dia memendam rasa marah yang ingin dilampiaskannya, entah pada siapa. “Selain pemerkosaan, kekerasan lain juga dilakukan terhadap Bella. Terdapat bekas tamparan pada pipinya, ruam hitam di beberapa tempat di bahunya dan luka di bibirnya.” Hati Yudhis merasakan perih mendengar perkataan dokter Ferdy. “Ya ampuunn....kenapa mereka melakukan ini?” Yudhis mengeluh dalam gumaman lirih. “Mereka? Kamu tahu siapa mereka?” dokter Ferdy bertanya. Yudhis mendongak. Ditatapnya dokter Ferdy. “Aku tak tahu siapa pastinya, tapi kurasa ini ada hubungannya sama aku.” Dokter Ferdy terdiam, sejenak berpikir ketika tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan wajah Dave muncul di sana. “Apa yang terjadi, Kak?” tanya Dave dengan paniknya. Yudhis memeluk Dave sejenak, kemudian keduanya duduk tetap di hadapan dokter Ferdy. “Mereka benar-benar menghancurkan Bella, Dave,” kata Yudhis penuh sesal. “Apa maksudnya, Kak?” Dave makin tak mengerti, apalagi ketika dilihatnya wajah Yudhis benar-benar berkabut. “Bella mengalami kekerasan fisik dan juga seksual, Dave,” dokter Ferdy memberi penjelasan. “Ya, Tuhan...bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi, Kak?” “Ini kelalaian Kakak, Dave. Tadi Kakak sangat membutuhkan Tony untuk menjemput Ratna di Mall, jadi Kakak memanggil dia.” “Dan meninggalkan sekolah Bella?” “Dave, tolong jangan marah sama Kakak. Ini diluar perkiraan kita. Siapa yang menyangka bahwa orang-orang itu akan tahu kelenaan kita?” “Kakak jangan mencari pembenaran, dong? Jelas Tony meninggalkan Bella karena dipanggil sama Kakak. Jadi semua terjadi karena kelalaian Kakak!” Dave demikian marah dengan kakaknya. “Oke, ini salah Kakak. Dan Kakak berjanji akan menanggung apapun resiko dari semua ini.” Drrttt....ddrrrttt.... Tiba-tiba handphone Yudhis bergetar. Nomor tak dikenal, dan Yudhis menatap Dave penuh permintaan dan pertanyaan. “Angkatlah, mana tahu itu perempuan Kakak,” Dave menjawab kesal. Yudhis mengangkat telepon tak dikenal itu. “Hallo?” Dave menyapa dengan datar. “Hallo, Tuan Yudhis yang terhormat. Bagaimana dengan kondisi gadis kesayangan Anda?” terdengar sapaan penuh ejekan di seberang, membuat Yudhis menegang. “Siapa Anda?” Yudhis bertanya dengan sangat dingin penuh nada marah. “Hahahaha... Maaf, saya lupa bahwa gadis kesayangan Tuan Yudhis sudah tidak gadis lagi. Oh ya ... perlu saya katakan, bahwa ... bahwa saya sangat menikmati Bella, dia perempuan termanis yang pernah saya rasakan.” di penelepon berbisik penuh ejekan, untuk kemudian tertawa. “Hentikan omong kosong Anda! Katakan  siapa Anda, atau Anda akan saya hancurkan, dengan segera!” Kembali terdengar tawa dari seberang. “Menghancurkan saya? Maaf, Tuan Yudhistira ... bukannya Anda yang kini telah hancur karena merana melihat perempuan kesayangan Tuan Yudhis kehilangan masa depannya?” “b******n kamu!”, Yudhis menggeram emosi. Sementara Dave dan dokter Ferdy tampak mengikuti percakapan itu penuh ketegangan. “Hallo ... hallo ...!! “ Yudhis berteriak ketika sambungan telepon ditutup dengan sepihak. “b******n itu tahu siapa kita, Dave.” “Tentu saja. Siapa yang tak tahu laki-laki arogan macam Kakak,” Dave menjawab kesal. “Dave ... Kakak nggak bercanda. Mereka sengaja menculik Bella, melakukan pemerkosaan, bahkan kekerasan fisik.” “Dan semua terjadi karena Kakak lebih mementingkan Ratna daripada Bella!” “Stop! Tolong, kalian jangan seperti anak kecil. Yang kita perlu lakukan sekarang adalah tindakan selanjutnya atas kasus Bella, bukan perdebatan yang tidak akan berujung seperti ini,” dokter Ferdy yang memang dokter keluarga mereka akhirnya menengahi. Dave dan Yudhis diam. Napas keduanya terdengar memburu karena menahan emosi. “Kita lanjutkan ke polisi?” dokter Ferdi memecah keheningan ketika kedua kakak beradik itu tak juga berbicara. “Ya!” Dave menjawab tegas. “Tidak!” jawaban Yudhis membuat Dave tersulut emosinya. “Apalagi ini? Kakak membiarkan mereka berbuat ini terhadap Bella? Tak menuntut apapun atas perbuatan mereka kepada keluarga kita?” Dave bertanya dengan nada tinggi. “Kita harus memikirkan dampak pelaporan kita pada psikologis Bella, Dave!” Yudhis memberi penjelasan singkat. “Ya ... dan itu artinya mereka berkeliaran bahkan bisa jadi mereka akan melakukan penculikan yang sama pada perempuan lain”, jawab Dave penuh ejekan. “Itu tak akan terjadi lagi, setidaknya pada Bella,” jawab Yudhis murung. “Tentu saja! Karena mereka berhasil menghancurkan Bella!” Yudhis menatap Dave tajam. “Dave ... Yudhis... tolong jaga emosi. Kita perlu memberi dukungan moril pada Bella, jangan sampai apa yang menimpanya ini malah menimbulkan pertengkaran. Ini akan membuat Bella semakin terpuruk nantinya.” Yudhis mengangguk, tapi Dave jelas lebih susah untuk menerima kenyataan ini. Bagaimanapun, Bella adalah adik kesayangan mereka, dari kecil dia menjadi mutiara keluarga Saleem. Dan kini mutiara mereka retak, bahkan hancur. Cahaya kehidupan keluarga mereka kini meredup.   * * * * *   Di suatu tempat yang lain ... seorang laki-laki yang terlihat demikian gagah duduk di mini bar rumah megahnya. “Kakak terlihat bahagia sekali?” seorang perempuan yang meskipun cantik, tapi kebinalan sangat terlihat dari penampilannya. Gadis itu duduk di depan kakaknya. Meraih botol minuman yang ada didepan kakaknya, menuang seperlunya pada gelas tangkai didepannya. Mengambilnya, menggoyang-goyangkan isinya, kemudian menyesapnya perlahan. Sementara sang kakak hanya menatapnya masih dengan senyum smirknya.. “Kakak bahagia karena berhasil membuat mereka hancur,” Ben tersenyum bahagia, apalagi jika mengingat percintaannya dengan perempuan itu, Bella. “Mereka? Mereka siapa?” si gadis bertanya. “Siapa lagi kalau bukan keluarga Saleem?” Si gadis terbelalak kaget. “Jadi Kakak berhasil membalaskan dendam lama Mami?” Ben, laki-laki itu mengangguk. “Bagaimana bisa?” “Kakak berhasil menghancurkan mereka. Bella telah hancur di tangan Kakak, Melly.” Melly, gadis itu, semakin terkejut tapi lantas tertawa nyaring. “Akhirnya Ronald akan menjadi milikku. Dia tak kan mungkin mau dengan perempuan yang telah ternoda.” Melly masih tertawa dengan riangnya. Ben ikut tertawa. “Kakak memang laki-laki luar biasa! Dendam yang sangat indah bukan?” Melly berbisik lantas berlalu sambil menghela tas kecilnya ke bahu. “Hei, mau kemana kamu?” Ben bertanya ketika dilihatnya Melly melenggang pergi. “Aku akan merayakan kemenangan kita, Kak. Bye ...” Melly keluar rumah, seperti malam – malam yang telah lewat. Dia akan menghabiskan malam dengan pasangan one night stand nya. Tapi malam ini dia terlihat lebih bahagia karena Ben, kakak laki-lakinya berhasil menghancurkan pesaingnya di sekolah. Bella. ‘Good bye, perfect Bella’ dia bergumam lirih sebelum menghidupkan mobilnya untuk kemudian melaju membelah jalanan kota Jakarta. Senyum smirk tersungging cantik di bibirnya yang seksi. Sementara di dalam, di telinga Ben terngiang kata-kata Melly. ‘Dendam yang indah bukan?’ Yaa... akhirnya Ben mengakui, bahwa inilah dendam terindah yang pernah dia lampiaskan.   * * * * *

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Long Road

read
148.2K
bc

Pengganti

read
304.0K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
39.9K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
58.9K
bc

FINDING THE ONE

read
34.6K
bc

Billionaire's Baby

read
285.9K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
80.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook