bc

Guilty (Indonesia)

book_age16+
143
FOLLOW
1K
READ
revenge
dark
arrogant
manipulative
brave
drama
tragedy
no-couple
ambitious
supernatural
like
intro-logo
Blurb

“Sekali manusia menolak takdirnya, maka tidak akan ada lagi kesempatan untuk melewati gerbang surga.” Suara serak menggema dalam udara kosong, kembali menghantarkan sengatan rasa aneh pada setiap jengkal kulit. Sentuhan fana itu semakin terasa nyata, memberikan ilusi kenyamanan pada tubuh si pemuda. Iris ruby itu terbuka lebar, menatap sinar-sinar berwarna kemerahan yang terus menyelubungi tubuhnya. Harapan, dari sisi terkelam yang ia bangkitkan.

Si pemuda menyeringai dalam sisa asanya. “Apakah ada surga untuk manusia yang berani memanggilmu?” dengan suara serak, ia menjawab dalam keyakinan seluruh hatinya. Kotor dan hina, benar-benar kriteria yang paling cocok untuk menarik perhatian sang i***s.

---

Gilbert Grey terjebak dalam pijak tanpa pilihan. Ajal hanya tinggal berjarak sejengkal darinya. Memanggil i***s adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Seorang bangsawan putus asa yang rela menggadaikan jiwa demi kehidupan dan dendam. Misteri menyelubungi hidup garis keluarganya, bak kabut tebal di pagi hari. Samar, namun menunjukkan tiap-tiap petanda.

Lantas, dengan harga semahal itu, apakah dirinya mampu menyibak seluruh tabir yang menyelubungi keluarga Grey dan sebab dari dirinya yang nyaris menyentuh ajal?

chap-preview
Free preview
Intro
Kepemilikan dan kehilangan adalah fana. Tetapi dendam terasa abadi, membakar jiwa dan meninggalkan bekas hitamnya hingga mati. Mata sewarna ruby darah merpati itu terbuka perlahan. Hitam pekat di sekeliling hingga terasa seolah buta, hening dan mencekam. Lirikan malas terpasang, ia tak mau repot-repot untuk mengetahui di mana dirinya sekarang. Pemuda itu hanya terdiam, terbaring seolah melayang di udara. Rasa risih ia hiraukan. Setidaknya, tempat yang ia rasakan jauh lebih baik dari meja pengorbanan di aula para sekte sesat itu. Lebih baik daripada merasakan rantai-rantai melingkar pada lengan, kaki, sekaligus lehernya. Keseluruhan tubuhnya terasa remuk, tersiksa dan mati rasa. Sebuah pengalaman yang pertama kali ia rasakan. Dari tujuh dosa besar manusia, ia memilih keserakahan sebagai yang pertama kemudian kesombongan sebagai pendampingnya. Ia rakus akan segala hal, dan membanggakan dirinya dengan seluruh pencapaiannya itu. Dosa-dosa yang membuatnya jatuh dan terjebak dalam karma mengerikan. Tapi tetap saja ia tak mengakuinya, karena semua itu ia lakukan dengan beragam usaha dan pengorbanan besar. Keserakahannya diimbangi dengan usaha, kesombongannya diimbangi dengan pencapaian. Setidaknya, sikap-sikapnya beralasan dan bukan teriakan kosong. Bukti di depan mata. Ia kehilangan segalanya. Bahkan seharusnya sekarang ia juga kehilangan nyawanya, mengakhiri seluruh kehidupan nistanya dan segera merasakan jilatan api neraka. Tapi tidak, ia tak akan membiarkan seorang pun mengambil nyawanya dan melukai harga dirinya lebih dalam lagi. Telah cukup baginya terkurung dalam kerangkeng berkarat itu, merasakan setiap harapan hidupnya semakin samar, seolah maut hanya berjarak sejengkal saja. Hah, benar-benar ironi, seluruh kejayaan yang dicapainya dalam ambisi berbalut keserakahan tiba-tiba sirna begitu saja. Ia telah begitu lama hidup sebangsa dengan sikap iblis. Dalam usia belia yang seharusnya tak membuatnya tenggelam dalam gelapnya keserakahan. Dan sekarang, ketika Tuhan tinggal sejengkal lagi mencengkram nyawa kotornya, sesosok iblis menawarkan kekuatan, bersedia menjadi bidaknya. Benar, Tuhan telah lama meninggalkannya, membuangnya dalam sudut terkelam dunia. Dan jika iblis ini mampu memenuhi keserakahannya, kejayaan pada genggaman tangannya, ia tak akan ragu melakukan apapun. Apapun, Selama keinginannya tercapai. --- Ia menarik perhatian iblis yang kebosanan. Keserakahan yang hampir menyamai bangsa paling terkutuk. Sepasang Iris crimson menatap penuh minat, memperhatikan seonggok hati manusia yang telah gelap terselubungi dosa besar. Betapa kotornya hati manusia itu. Sebuah jilatan tercipta. Hawa manis nan nikmat. Sebuah jiwa langka. ‘Heh, menggoda.’ Iblis itu menginginkannya untuk santapan istimewa. Iblis menyukai hati manusia yang tertelan dalam kegelapan. Jiwa kotor yang dipenuhi keserakahan dan kesesatan duniawi. Menjadikannya jiwa paling nikmat untuk ditelan. Hanya dengan sedikit pengabdian, dan hidangan istimewa itu akan menjadi santapannya. Lalu kedua iris crimson yang berpijar tajam itu melebar, seulas senyum licik terpasang, tidak menyangka telah menemukan jati diri yang nyaris menyamai bangsanya dalam perwujudan manusia yang lemah. Entitas yang tidak pernah ia bayangkan ada di dunia. ‘Akhirnya, mangsaku.’ Tangan ilusi terulur, menyentuh permukaan kulit sepucat salju. Hantaran rasa dingin menusuk tulang, membawa perasaan ngeri dan kebencian yang terkumpul menjadi satu. “Sekali manusia menolak takdirnya, maka tidak akan ada lagi kesempatan untuk melewati gerbang surga.” Suara serak menggema dalam udara kosong, kembali menghantarkan sengatan rasa aneh pada setiap jengkal kulit. Sentuhan fana itu semakin terasa nyata, memberikan ilusi kenyamanan pada tubuh si pemuda. Iris ruby itu terbuka lebar, menatap sinar-sinar berwarna kemerahan yang terus menyelubungi tubuhnya. Harapan, dari sisi terkelam yang ia bangkitkan. Si pemuda menyeringai dalam sisa asanya. “Apakah ada surga untuk manusia yang berani memanggilmu?” dengan suara serak, ia menjawab dalam keyakinan seluruh hatinya. Kotor dan hina, benar-benar kriteria yang paling cocok untuk menarik perhatian sang iblis. Sang iblis tertawa. “Benar sekali anak manusia. Lalu, apa kau yakin untuk menyerahkan hidupmu kepada ku?” “Kau yang harus memberikan kejayaan padaku, dan aku bersumpah semua itu akan terjadi.” Sang iblis tertawa. Seluruh tubuhnya bergetar karena senang. Bagaimana mungkin seorang anak manusia memiliki jiwa segelap ini? Seketika, cahaya kemerahan berpendar, membuat si anak manusia menyipitkan kedua matanya. Sengatan rasa panas dan darah menguncur deras. Si anak manusia membuka mulutnya, lidah itu telah ternoda, oleh tanda bahwa hidupnya adalah jaminan untuk sang iblis. Saat itulah, untuk pertama kalinya ia melihat wujud seringai sang iblis. --- “Aku menamaimu Nicolin. Nicolin! Ini perintah. Bunuh mereka semua!” Teriakan penuh amarah, hati yang tertelan kegelapan, dan raut wajah yang benar-benar kejam. Bahkan warna darah merpati di kedua matanya nyaris menyamai kilau crimson sang iblis. Seringai sang iblis muncul. Nicolin akan menjadi namanya sepanjang ia mengikuti si anak manusia. Lalu sang pemilik seringai berlutut, dengan tangan kanan menempel di bawah dàda. Penghormatan, kepada jiwa kotor yang benar-benar menarik perhatiannya. Tuan yang akan ia santap jiwanya. “Saya mengerti, Tuan Muda.” Sosok iblis yang bersembunyi dalam kegelapan itu berubah, menjadi sosok pria berpakaian seperti pelayan mansion-nya. Perwujudan yang sangat indah, bahkan si anak manusia terpana, oleh ilusi keindahan sang iblis. Nicolin menjilat tangan kanannya, cahaya kemerahan kembali berpendar. Manusia-manusia dungú di aula pemujaan merengek ketakutan, saling mencengkram satu sama lain. Si pemuda tertawa dalam hati. Bagaimana bisa para pemuja iblis benar-benar takut dengan iblis? Kemana kebanggaan mereka atas ritual yang sebelumnya dilakukan? Lihat, sosok yang kalian puja telah datang. “Aku Gilbert Grey. Kalian semua akan mati karena telah berani berusaha menggunakanku sebagai tumbal ajaran sesat kalian.” Seru si pemuda keras. Nicolin tersenyum dan kembali menunduk. Gilbert? Nama yang berarti ‘Ikrar yang menggembirakan’ seseorang yang selalu menepati ucapannya dalam keteguhan penuh. Bahkan dalam keadaan sekarat sekali pun. Penuh keyakinan, persis ketika ia yakin bahwa kakinya tak akan pernah menapak gerbang surga. Pembalasan yang sangat cepat. Hanya sekian detik dan Gilbert mendengar seluruh teriakan kesakitan bersamaan dengan suara tubuh-tubuh yang ambruk tak karuan. Darah bercecer, aroma amis menguar. Tubuhnya terangkat, sebuah kain sutera halus menutupi badannya. Sang iblis telah menunjukkan pengabdian pertamanya. Tuan muda yang telah kembali, kepercayaan Raja yang lebih berpihak kepada sang Pangeran, Marquess Gilbert Grey. “Sudah selesai, Tuan Muda.” Sang iblis mengulas senyum dalam sosok manusia biasa. Gilbert tersenyum, miring. “Bagus. Sebenarnya aku ingin kau sedikit menyiksa mereka. Tapi tidak masalah.” Balasnya singkat. “Ayo kembali ke mansion dan buatkan aku darjeling tea. Hari ini rasanya dingin sekali.” Sang iblis, dalam balutan tubuh manusia dan penampilan pelayan mengangguk singkat. Ada getar samar dalam tubuhnya. Jawaban yang tak pernah ia duga dari seorang pemuda enam belas tahun. Ia tak mau mengotori tangannya, dan bersorak puas atas kematian puluhan nyawa di belakangnya. Sama sekali tak ada beban apalagi penyesalan. Hanya ada kepuasan. “Baik, Tuan Muda.” Ia menatap sosok dalam rengkuhan lengannya. Hati manusia yang paling gelap. Dalam sisi terlemahnya, ia menunjukkan betapa kotornya jiwa itu. Jiwa terlezat. Dalam dekapan sang iblis, Gilbert menarik seringai samar. ‘Kau adalah pion terbaik yang pernah ku dapatkan.’ Batinnya puas. -----

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

When The Bastard CEO Falls in Love

read
370.4K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.2K
bc

Bukan Istri Pilihan

read
1.5M
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.5K
bc

HYPER!

read
559.3K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.2K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook