Ouroboros

1511 Words
Wanita itu tenggelam dalam belaian Nicolin. Kulit halus telapak tangan Nicolin mengusap lehernya perlahan, membawa sensasi aneh namun ia sukai. Nicolin tenggelam dalam seringai mengerikan. Kedua bola matanya berkilat tajam, berkilauan di tengah pekat malam. “Hhhh…. Bi-Bisakah kita ke dalam, Tuan?” Napas sang wanita memburu, pandangannya mengabur, tenggelam dalam sentuhan Nicolin yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Tidak butuh waktu yang lama hingga Nicolin mengangkat tubuh kurus wanita itu dan membawanya ke dalam kamar paling ujung. Surai pirangnya berantakan, tak jauh berbeda dengan gaunnya yang mulai tak beraturan. Nicolin membelai betis wanita itu, merabanya secara perlahan dan semakin ke atas. Lenguhan terdengar, bersamaan dengan seringai di wajah Nicolin yang semakin mengerikan. Wanita itu menggigit bibir bawahnya, memejamkan kedua mata erat-erat, merasakan sensasi yang benar-benar berbeda dengan yang biasa ia terima. “Temanku mengatakan kalau setiap rumah hiburan memiliki primadonanya sendiri, apakah itu kau Nona?” “Ngh… Tidak mungkin orang sepertiku menjadi primadona, Tuan.” Nicolin menarik tali gaun wanita itu. “Benarkah? Kau cukup layak untuk menjadi primadonanya?” Ia tersenyum, menggeliat dalam belaian memabukkan Nicolin. “Kau cukup ngh… pandai merayu, Tuan. Tapi jika kau pikir orang sepertiku pantas, kau pasti akan terkejut ketika melihat primadona yang asli. Mereka ugh… jauh lebih indah dariku.” “Benarkah? Memangnya seperti apa mereka?” Nicolin menarik tiap fabrik yang melekat pada tubuh wanita itu, membuatnya benar-benar polos dalam temaram lampu ruangan. Nicolin meraba tiap jengkal kulit wanita yang terbaring pasrah di bawahnya, menggeliat pasrah tanpa perlawanan apapun. Ketika Nicolin meletakkan jari-jarinya pada paha bagaian dalam wanita itu, sebuah simbol yang dibuat dengan besi panas tertanda di sana. “Simbol apa ini?” Wanita itu melirik, melihat simbol yang dimaksud oleh Nicolin. “Tuan kami menandai setiap wanita yang bekerja di tempatnya.” “Hee, jadi semua wanita yang bekerja di sini memiliki tanda sepertimu?” Wanita itu mengangguk. “Terkecuali primadonanya.” “Kenapa begitu?” Dia mendongak, bibirnya terbuka merasakan sentuhan Nicolin yang semakin intens. “Ka-Karena siapapun primadonanya, kulit mereka harus tetap bersih tanpa noda apapun. Itulah yang membedakan kami dengan sang primadona.” “Siapa namamu, Nona? Aku tidak mungkin meletakkan tanganku pada seseorang yang tidak ku kenal.” “H-Hayden.” Nicolin tersenyum. “Hayden, bagaimana seorang wanita yang bekerja di tempat ini bisa dikategorikan sebagai seorang primadona? Apakah ada semacam tes tertentu sebelum benar-benar diterima?” Hayden menggeleng. “Mereka hanya memeriksa kulit kami. Ah!” Nicolin hampir sama sekali tidak melepas pakaian kecuali celananya ketika bersama Hayden. Tubuh manusianya yang sempurna cukup berguna untuk mencari informasi di tempat seperti ini, dan Nicolin bahkan sudah mampu membayangkan bagaimana senyum puas Gilbert Grey ketika menerima semua informasi itu. “Lalu?” Nicolin menghentak lebih kuat, menghantarkan sengatan kenikmatan yang tak mampu ditahan oleh Hayden, membuat kedua telapak tangan wanita itu meremat sprei ranjang kuat-kuat. “Hhhm… aku tidak tahu apa yang mereka lakukan, mereka hanya melihatnya dan ugh… menandai semua yang tidak masuk kategori sebagai primadona.” “Hm? Apakah seluruh tempat hiburan di sini memiliki cap yang sama?” Hayden mengangguk. “Meskipun Tuan kami berbeda, simbol yang dicap ke tubuh kami semuanya sama.” Nicolin telah lama ada di dunia ini, dan ia sangat mengerti sejak dahulu simbol selalu memiliki makna tertentu dan tidak sekadar sebagai penanda. Semua wanita penghibur di distrik ini memiliki simbol yang sama di tubuh mereka, dan beberapa wanita yang dianggap sebagai tercantik tidak harus merasakan besi panas bersimbol itu di kulitnya. Tidak memberikan simbol untuk beberapa orang terdengar bukan sesuatu yang besar, tapi distrik hiburan seperti ini selalu memiliki aturannya sendiri. Mengapa mengkhususkan kategori tertentu untuk tidak diberi simbol? Alasannya pasti lebih dalam dari sekadar membiarkan kulit tetap mulus tanpa noda. Lebih dari itu, simbol yang dicap pada tubuh wanita-wanita itu juga tampak sangat familiar. --- Menjelang fajar, Nicolin segera membereskan diri dan menuju ke kamar tempat Tuan Mudanya beristirahat. Hayden masih terlelap ketika Nicolin beranjak pergi, dan ia tidak memiliki kewajiban untuk mengucapkan kalimat perpisahan apapun padanya. Ketika Nicolin menarik daun pintu ruangan itu, Gilbert tengah duduk pada pinggiran ranjang dengan wajah masam. Dua alisnya menukik tajam, dan sorot matanya yang terbiasa dingin semakin beku. Ia menatap sinis pada kehadiran Nicolin, membuat iblis pelayan itu mendadak ingat bahwa Gilbert adalah tipikal manusia yang tidak suka menunggu lama, dan Nicolin membuatnya menunggu semalam penuh. Nicolin membungkukkan badannya. “Ada beberapa informasi, Tuan Muda.” Gilbert mendengus. “Kemana sarung tanganmu?” “Ah, maafkan saya. Sarung tangannya agak sedikit kotor.” Helaan napas kembali terdengar. “Kita harus segera kembali, beberapa tentara kerajaan berjaga hampir di seluruh sudut distrik ini.” “Tuan Muda tahu?” “Aku tidak hanya duduk diam sembari bermain dengan wanita jika kau ingin tahu. Aku mencari tahu apa yang bisa ku dapatkan semalaman.” Nicolin tersenyum, seperti yang diharapkan dari seorang Gilbert Grey. Tidak ada baginya hari di mana dirinya hanya duduk diam menunggu tanggung jawab orang lain. Gilbert Grey selalu berinisiatif, dengan atau tanpa bantuan siapapun. “Bermain dengan wanita juga bagian dari memperoleh informasi, Tuan Muda. Pekerjaan untuk orang dewasa.” Sebuah kerutan muncul di dahi Gilbert, tatapan tajam khasnya dan ekspresi benar-benar dingin. Menggoda seorang Marquess bukanlah perbuatan terpuji, apalagi oleh seorang pelayan. Nicolin tahu sejak lama. Bahkan untuk seorang pelayan yang telah menemani sejak kecil, dan Nicolin hanyalah pelayan yang baru beberapa saat bersamanya. Tapi Nicolin akan menemani Gilbert hingga ajal tiba, menemaninya hingga seluruh keinginan duniawinya terpenuhi, dan menemaninya hingga ia telah siap menyerahkan jiwanya. Ah tidak, Nicolin tidak menunggu Gilbert siap, karena pemuda itu bahkan siap menyerahkan jiwanya saat ini jika keinginannya telah tercapai. “Apapun itu, kita harus segera kembali.” Nicolin meletakkan tangan kannnya di bawah d**a, senyum kecil mengembang bersamaan dengan badannya yang membungkuk sopan. “Baik, Tuan Muda.” Seperti yang Gilbert katakan, hampir seluruh sudut distrik dijaga ketat akibat dari hilangnya beberapa wanita penghibur di area ini. Gilbert dan Nicolin harus benar-benar menyembunyikan diri untuk bisa keluar dari area itu tanpa diketahui mereka. Ketika keduanya sampai di mansion Grey, Nicolin segera bergegas menyiapkan keperluan mandi Gilbert sementara Tuan Mudanya tengah berkutat dengan berbagai catatan di mejanya. Gilbert selalu menghabiskan banyak waktu untuk membasuh tubuh, namun kali ini ia bergegas dan segera kembali ke meja kerjanya. “Katakan padaku, apa yang kau dapatkan dari wanita itu?” “Simbol.” “Huh?” “Wanita itu memiliki satu simbol di paha kanannya, simbol yang aku yakini berarti sesuatu.” Gilbert  menopang dagu. “Bukankah wajar bagi pekerja sepertinya memiliki simbol perusahaan?” Nicolin mengangguk. “Sangat wajar, Tuan Muda. Sejak ratusan tahun yang lalu, simbol sudah menjadi hal yang umum untuk sebuah perusahaan besar. Tapi untuk wanita penghibur, tidak pernah ada yang memberikannya simbol sama persis meski berbeda perusahaan.” “Maksudmu?” “Dia mengatakan padaku bahwa seluruh wanita penghibur di distrik itu memiliki simbol yang sama, diletakkan di tempat yang sama pula.” Gilbert mengerutkan dahi. Ia tidak tahu karena dirinya memang sama sekali tidak pernah mengunjungi distrik-distrik semacam itu. Kesehariannya sudah terlalu sibuk dengan berbagai pekerjaan baik legal maupun ilegal. Juga, fakta bahwa dirinya telah ditunangkan oleh seorang Countess muda dari keluarga Hayward bahkan sebelum dirinya lahir. Ramona Hayward, seorang gadis yang satu tahun lebih muda dari Gilbert. Seperti pada umumnya keluarga bangsawan lainnya, anak-anak mereka dijodohkan kepada keluarga lain yang berhubungan dekat, saudara, atau sahabat seperjuangan. Tak terkecuali Gilbert Grey. Ia mengingat Ayahnya sering menceritakan kedekatannya dengan Hayward sejak bertahun-tahun silam. Jadi tentu, Gilbert tidak bisa sembarangan menginjakkan kaki ke distrik seperti itu. “Simbol apa yang kau lihat?” “Ouroboros. Ular melingkar yang memakan tubuhnya sendiri.” Gilbert mencengkram kertas-kertas yang berada di dekatnya, telapak tangannya bergetar dan Nicolin melihat dengan jelas ada beragam emosi yang membaur pada kilat darah merpati milik Tuan Mudanya. “Persembahan.” “Maaf?” “Ouroboros bisa bermakna penciptaan diri sendiri secara konstan, atau kembalinya keabadian. Intinya, simbol itu menjelaskan tentang keinginan hidup abadi.” “Dan wanita itu juga mengatakan bahwa tidak semua wanita penghibur sepertinya diberikan simbol, beberapa penghibur kelas atas tidak memiliki simbol di tubuh mereka.” Gilbert menggigit bibirnya, lima orang wanita penghibur dengan kategori yang sama menghilang di saat bersamaan. Ouroboros tercetak pada setiap tubuh wanita yang ada di sana. Satu kematian adalah kecelakaan, dua kematian yang sama adalah kebetulan, tiga kematian adalah pola, dan lebih dari itu berarti ada yang salah. “Jika asumsiku benar, tidak hanya akan ada kasus ini.” “Tuan Muda?” “Kategori, Nicolin! Lima orang dengan kategori yang sama, simbol keinginan keabadian yang kau temukan. Jika ini bukan persembahan, maka jawaban lainnya hanyalah pembunuh berantai, dan kenapa aku tidak berpikir bahwa ini pembunuh berantai?” “Karena Ouroboros tidak digunakan untuk hasrat membunuh, melainkan ritual tertentu.” Gilbert mengangguk. “Simbol itu tidak mungkin hanya kebetulan, apalagi jika dicap pada seluruh wanita di sana.” “Tapi kita bahkan belum tahu apakah wanita-wanita itu sudah mati.” “Benar. Mereka menghilang tanpa jejak tepat di malam yang sama. Aku berharap semua ini hanyalah pekerjaan pembunuh berantai biasa, dan segalanya akan berakhir dengan mudah. Tapi tidak, bagiku yang telah melewati hari hingga aku berhasil memanggilmu, kasus ini tidak mungkin sedangkal itu.” Nicolin mengangguk. “Apa yang Tuan Muda pikirkan?” “Aku belum yakin. Jika memang ini sebuah persembahan, mengapa mereka memilih wanita-wanita dari tempat seperti itu?” “Mereka yang memanggil kami adalah manusia-manusia kotor, Tuan Muda. Terlalu kotor hingga kami mampu mendengar panggilannya. Tuan Muda pasti sangat mengerti bagaimana rasanya, kami hanya mendengar mereka yang telah bersumpah dengan hati penuh dendam. Pendosa-pendosa yang telah yakin bahwa kematiannya adalah bara api. Jika persembahan yang Tuan Muda katakan berhubungan dengan jenisku, maka tidak heran jika tumbalnya juga manusia seperti itu.” Gilbert menghela napas. “Jika manusia menginginkan keabadian, maka apa yang kau dapatkan?” “Sejujurnya, bangsaku tidak pernah menjanjikan keabadian. Kami adalah pelahap jiwa, dan keabadian tidak akan memberikan kami imbalan apa-apa.” Gilbert mengetuk-ngetuk meja kayu dengan telunjuknya. Pikirannya terlalu berkabut. Hari itu, ia melihat bagaimana orang-orang dengan jubah hitam dan topeng aneh mereka membaringkannya di sebuah altar yang temaram. Pisau-pisau diarahkan pada tubuhnya, gerakan dan nyanyian aneh. Jika iblis tak menjanjikan keabadian, lantas mengapa simbol Ouroboros yang mereka pasang? -----
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD