Prolog

253 Words
Rambut undercut Gaara tersibak angin yang berhembus di rooftop caffe miliknya sore itu. Gaara menatap hampa pada pemandangan kota Surabaya. Pikirannya menerawang membayangkan nasib para karyawannya yang berada di ujung tanduk. "Kamu sudah menghubungi Devon?" tanya Arjuna, teman Gaara. Gaara mengangguk, "Aku juga sudah menghubungi Alex. Tapi sama saja. Tak ada yang bisa membantuku saat ini," lanjutnya masih bersedekap d**a menghadap pemandangan kota. Dibawah sana, banyak mobil berlalu lalang. Mata Gaara seakan memindai dari satu mobil ke mobil lain. "Kalau memang tak ada jalan lain, tutup saja yang di Sedati itu, Ga. Paradise Life dan Paradise Night setidaknya tidak ikut bangkrut bersama Paradise Food," saran Arjuna. Gaara memejamkan matanya mendengar saran dari Arjuna. Memang benar adanya kedua cafe dan restonya masih bisa diandalkan untuk pemasukan. Tapi bagaimana dengan nasib karyawannya yang menggantungkan hidup di Paradise Food? Arjuna berdiri dan menepuk bahu Gaara, memberi semangat. Arjuna sendiri tak bisa membantu Gaara. Dana yang dibutuhkan Gaara tak sedikit. Jalan satu-satunya adalah menutup caffe dan resto yang berada di satu sudut kota Surabaya itu. Tapi, Gaara masih mencoba bertahan dan mencari jalan keluar lainnya. "Nanti malam kita ke rumah Devon, bagaimana?" tanya Arjuna. Gaara hanya menoleh, sedetik kemudian dia mengangguk. "Ya, aku harap dia bisa memberiku saran yang lebih baik daripada saran darimu," katanya. Kemudian meninggalkan Arjuna sendirian di rooftop. "Memang jalannya sudah buntu, Ga. Jalan satu-satunya tutup saja." teriak Arjuna kesal. Gaara menuruni tangga tanpa memperdulikan Arjuna. Temannya itu memang orang yang berotak dangkal, berkata tanpa tau konsekuensinya akan berdampak besar pada lawan bicaranya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD