Chapter 1

929 Words
Pesta ulang tahun untuk Lova sudah berlangsung sejak 2 jam yang lalu. Kali ini, gadis cantik berambut panjang nan pirang itu merayakannya di sebuah club bersama teman-temannya. Menenggak alkohol dalam jumlah banyak tentu bukan hal baru bagi seorang Lova Meyga. "Va, tiup lilinya dong." Seru Regina, wajahnya merah akibat sedikit mabuk. Dia menyalakan korek dan menyulut ujung lilin ulang tahun Lova. Ada angka 26 disana. "Tiup aja sendiri. Tiup doang juga," jawab Lova tak kalah sempoyongan. Sudah banyak alkohol yang dia konsumsi malam ini. "Va, udahan! Kamu udah mabuk itu." Gisela merebut gelas alkohol yang akan diminum Lova. Lova merebut kembali gelasnya lalu menenggaknya lagi. Gisela sungguh tak habis pikir dengan kelakuan Lova. Terlahir dari keluarga kaya raya. Hidup bebas dan apapun itu harus dituruti. Seperti hari ini, di ulang tahunnya yang ke 26 tahun. Lova meminta hadiah mobil baru dari sang ayah. Tentu saja itu hal mudah bagi Arion, ayah Lova yang selalu mengutamakan putrinya. Terkadang Gisela menyayangkan cara kedua orang tua Lova yang salah mendidiknya. Sehingga Lova menjadi liar seperti inipun mereka nampak biasa saja. Padahal, Lova adalah anak satu-satunya. Bukankah seharusnya dididik sebaik mungkin? "Biar aku aja Va yang nyetir. Kamu mabuk berat." Gisela merampas kunci mobil Lova dengan paksa. Setelahnya memapah Lova masuk mobilnya. Lova benar-benar mabuk berat. Dia bahkan tidak sadar setelah Gisela memasang seal beatnya. "Lova-lova. Semoga aja kamu besok sembuh dari ini semua," gumam Gisela miris. Mengendarai mobil keluaran terbaru membuat Gisela sama sekali tidak fokus. Apalagi dia juga sedikit mabuk. Sedikit, karena dia lebih banyak sadarnya daripada Lova yang sudah tak berdaya disampingnya. Sering kali Gisela melewati garis pembatas dan keluar jalur. Semakin lama kepala Gisela terasa pening. Bermaksud menginjak rem, tanpa sadar dia malah menambah kecepatan. Hingga tepat di tikungan menuju perumahan Lova, Gisela hilang kendali dan menabrak gapura. Hantaman yang keras membuat beberapa security yang berjaga segera berlarian. Mencoba menarik tubuh kedua gadis yang terjebit body bagian depan mobil. Suasana TKP seketika riuh setelah ada bunyi hantaman keras yang tak lain adalah mobil Lova. Tak urung membuat jalanan arah masuk perumahan tersebut juga mengalami macet. Gaara yang akan menuju ke rumah Devon juga berada di deretan mobil yang antri akan masuk perumahan tersebut. "Ada apa ini, Ga?" tanya Arjuna yang menyadari ada keramaian di depan sana. Sejak tadi, pria itu sibuk berbalas pesan dengan kekasih barunya. "Kayaknya ada kecelakaan di depan." "Gila, di tempat sesunyi ini masih ada aja orang nabrak." "Justru karena sepi. Biasanya kan memacu pengemudi untuk menambah kecepatan, Jun," ucap Gaara sambil menyunggar rambut undercutnya yang menutupi mata. Arjuna membuka pintu. Berjalan keluar mencoba melihat sumber dari kemacetan. Setelahnya dia masuk kembali. Gaara hanya melihat temannya tanpa berkomentar. "Orang kaya, Ga. Mobilnya aja keluaran terbaru. Semahal apapun harga mobil, kalau buat nabrak ternyata bisa bikin mampus juga." katanya setelah masuk lagi ke mobil Gaara. "Ini bukan sesuatu yang bisa dibuat lucu-lucuan, Jun. Semoga aja korbannya selamat dan berumur panjang." "Amiiiiiinnnnnnnn" jawab Arjuna masih dengan nada bercanda. Gaara hanya mendengus sambil sesekali melajukan mobilnya apabila mobil di depannya juga melaju. *** Dua puluh menit kemudian, sampailah dua sahabat itu di rumah Devon. Sebenarnya Gaara sangat malas berkunjung ke rumah berpagar tinggi itu. Sudah bisa Arjuna tebak, wajah kusut Gaara karena pasti akan ada teriakan Agatha, adik Devon yang sangat menyukai Gaara. Gadis yang masih berseragam putih abu-abu itu pasti akan langsung bergelayut manja di lengannya tanpa perduli dengan sang pemilik lengan sangatlah keberatan. Tepat sasaran, baru saja mobil Gaara memasuki pekarangan rumah Devon, Agatha sudah berteriak. "Kak Gaaraaaaa......!!!!!" Arjuna menahan senyum. Jelas sekali ada tampang mengejek tercetak di wajah tampannya. Dan Gaara, dia mendengus sebal. "Udahlah, Ga. Jangan salahkan Agatha, salahkan pesonamu yang berlebihan itu," ucap Juna terkekeh geli. Gaara hanya mencibir. Membuka pintu mobil dan tubuhnya langsung di tubruk oleh Agatha. "Kak Gaara lama sekali tidak kesini?" ucap Agatha bergelayut manja. "Kakakmu ada?" tanya Gaara sambil mengacak surai Agatha. Sekalipun tak nyaman, namun Gaara tetaplah memiliki pribadi yang lembut. "Ada. Kak Devon baru saja pulang." "Agatha, buatin kak Juna minum dong." pinta Juna setelah mereka memasuki rumah Devon. "Oke. Agatha bikin yang spesial buat kak Gaara," jawab Agatha. "Yang minta minum itu aku lho, Tha. Bukan Gaara." protes Juna. Gaara terkekeh geli. "Buatin 2 spesial ya, Tha," ucap Gaara lembut. Agatha mengedipkan sebelah matanya pada Gaara sambil mengangkat tangannya. Membentuk huruf O dengan telunjuk dan jempolnya, menyisakan 3 jari lainnya. "Okay, kak Gaara." katanya kemudian. Juna yang melihat hal itu hanya melongo. Bagaimana bisa dia diacuhkan seperti itu? "Udah, nggak usah sok kaget gitu." tangan Gaara meraup wajah Arjuna. Lalu naik ke lantai dua, menuju kamar Devon. Ada hal penting yang harus mereka bahas. *** Arion dan Dewanti saling memeluk. Pasangan suami-istri itu saling menguatkan. Bagaimana tidak? Lova masih kritis. Sudah sejak 2 jam yang lalu dokter yang menangani Lova belum juga keluar untuk sekedar memberi kabar. Rasa cemas dan menyesal bercampur menjadi satu di benak Arion. "Maafkan papa, Ma. Harusnya papa tidak menuruti Lova untuk meminta mobil baru," ucap Arion sambil mengusap lengan atas sang istri. Dewanti, wanita paruh baya namun masih terlihat cantik itu hanya diam. Dia tidak tau harus mengatakan apa. Ini bukan kesalahan siapa-siapa. Ini hanya kecelakaan. Sedetik kemudian, pintu UGD terbuka. Baik Dewanti maupun Arion langsung berdiri dan menghampiri dokter muda yang menangani anaknya. "Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Dewanti tak sabar. "Pasien masih kritis, Bu. Ada benturan di kepalanya. Ibu dan bapak perbanyak berdoa saja, semoga pasien bisa segera sadar," ucap dokter muda itu lalu pamit dengan nada yang tak kalah sopan. Dewanti menangis sesenggukan dipelukan Arion. Hati mereka hancur. Takut jika anak semata wayangnya tak bisa bertahan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD