3. Galak?

922 Words
Rachel manatap kesal kearah dimana proyektor disorotkan. Bosan adalah kondisi yang saat ini ia rasakan. Peraturan wajib dikelas dosen galak salah satunya adalah tidak ada yang boleh bicara atau membuat suara saat tidak disuruh. Jengkel-jengkel terhadapnya. Rachel meraih buku yang biasa ia buat coret-coret dari laci dan menuliskan  sesuatu lalu ia geser kearah Arnold yang duduk disebelah kanannya. Perutnya tiba-tiba keram dan sepertinya sakitnya kumat. Arnold yang melihat pergerakkan Rachel langsung mengambil buku itu dan membaca tulisan disana. -Anterin keruang kesehatan,  Cuk!- Dengan cepat, Arnold membalas pesan itu lalu ia geser kearah Rachel. -Ngapain,  Nyed?- Rachel mengeram kesal.  Tumben Arnold bertanya saat ia menyuruh atau meinta sesuatu, paling biasanya  cuma nanya seperti, Kapan? Sama siapa? Udah izin? Mampir dulu ya? Cuma nanya hal-hal yang biasa, tidak pernah aneh-aneh mau ngapain. -Bantuin gue. Gak usah banyak nanya! Perut gue mulai sakit, nih!- Arnold yang membaca itu langsung tau. Penyakitnya Rachel paling kumat lagi. "Yok gue papah," ucap Arnold sambil menarik tangan Rachel untuk dikalunkan dileherhnya. "Pak," panggil Arnold sambil berdiri dan memapah Rachel menuju dimana Zion sedang berdiri. "Ya?" tanya Zion menatap tajam kearah Arnold yang sedang memapah Rachel. Sedangkan Rachel hanya memegangi perutnya dengan erat. "Izin keruang kesehatan, Pak. Rachel sakitnya kambuh." Seketika Zion langsung menatap Rachel yang hanya meringis kesakitan. Wajahnya pusat pasi seperti orang yang menahan sakit akan dioperasi. Menyedihkan. "Lalu kembali kekelas," ucap Zion dingin lalu kembali melanjutkan mengajarnya. .... ... .. "Sampai disini materi kita, PJ kelas saya nanti keruangan saya. Oh iya, pertemuan yang akan datang nanti akan saya beri tugas saja, saya ada keperluan diluar negeri," ucap Zion mengakhir pembelajarannya. "Oleh-olehnya ya, Pak," ucap Rachel yang berada dibangku paling pojok belakang. "Kamu mau oleh-oleh apa?" tanya Zion yang membuat kelas langsung riuh. "Luar negerinya dimana dulu, Pak? Masa nanti Bapak ke Amerika saya mintanya kurma," balas Rachel dengan beraninya. "Saya cuma ke Jerman, kamu minta oleh-oleh sama Ayahmu saja, saya kesana dengan beliau," ucap Zion membuat Rachel melongo. Ayahnya? Bisakah Zion itu tak membahas Ayahnya. Dari SMP sampai sekarang, Rachel tak pernah membanggakan Ayahnya. Seperti teman-temannya yang selalu bangga dengan jabatan sang Ayah, Rachel malah tidak suka dengan jabatan Ayahnya. Bahkan ia terang-terangan akan mencaci Ayahnya jika ia dibuat emosi. Emosinya memang labil, moody an dan pecicilan sudah menjadi kebiasaannya yang sulit dipisahkan. Walaupun ia diluar memang manja dengan sang Ayah, dari ego dan fikirannya ia sangat tidak menyukai itu. "Oh iya, minggu depan saya ambil cuti untuk menjadi dosen," ucap Zion membuat kaum hawa mendesah kecewa. Sedangkan Rachel dan Dera bersorak gembira. Kapan-kapan bisa  bebas ya, kan? "Tapi akan ada disen pengganti," lanjut Zion. "Selamat sore." "WOI DO'A SUPAYA DOSENNYA KAYAK PAK PANDU!" teriak Leo yang dianggukki seluruh kelas. Pak Pandu, dosen yang murah nilai, senyum dan sangat bersahaja dengan semuanya. Walau dikelasnya ia sedikit tegas, tapi peraturannya cukup masuk akal bagi beliau yang sangat menjunjung kesopanan dan kedisiplinan. "WOI! BUKUNYA PAK ZION KETINGGALAN. BALIKIN GIH!" perintah Reno yang melihat buku sang dosen yang ketinggalan. "Gue balikin aja, No. Siapa tau gue dapet nilai +, hehehe," ucap Rachel sambil melepas jaketnya sehingga ia hanya memakai kaos oblong yang dimasukkan kedalam rok warna pink susunya yang selutut. "Yakin lo mau pake kaos?" tanya Varo melihat pakaian Rachel. "Gerah pake jaket, Ro," balasnya santai. "Nih pake punya gue! Kaos lo agak ketat," ucap Arnold sambil memakaikan kemeja putih bergaris Navy kebadan Rachel. "Thanks," ucap Rachel sambil merapikan kemeja yang ia kenakan. "Sono gih anterin!" Usir Dera yang dianggukki Rachel. Ia dengan santai menbawa tas ranselnya dipundak kiri dan membawa buku Zion dengan tangan kanan. Seisi lorong menatap Rachel dengan sedikit aneh, tumben sekali melihat Rachel yang memakai rok. Apalagi ditambah dengan kemeja yang panjangnya sampai setengah panjang rok dengan lengan digulung mengesankan jika ia bad girl yang tak memperdulikan penampilannya. Ditambah rambutnya yang diikat 1 tinggi sehingga menyisakan beberapa helai rambut yang disengaja tak ikut diikat didepan telinga dan poni yang menutupi setengah alisnya. Dan jangan lupakan sejumput rambut berwarna pirang yang tak ikut diikat dideoan telinga sebelah kanan. "Masuk." Mendengar sahutan dari dalam setelah ia mengetuk pintu, segera ia masuk dan langsung meletakkan buku Zion dimeja dimana terdapat Zion yang sedang berkutat dengan laptopnya. "Ini, Pak, bukunya ketinggalan dikelas," ucap Rachel santai. "Makasih," ucap Zion santai. "Saya permisi, Pak. See u," ucap Rachel berlalu pergi meninggalkan ruangan sang dosen Galak. Ia masih mengingat kejaduan minggu lalu saat perutnya sakit. Bukannya ia dikasih doa semoga cepat sembuh malah dikasih tugas membuat makalah 300 lembar. What the hell?! Are you kidding me?! Seriously?! And you know about that, he more reading novel with 1 .000 page PPT! "Chel." Rachel menghentikan langkahnya dan berbalik melihat siapa yang telah memanggilnya. "Eh? Nape, Kak?" tanya Rachel saat melihat kakak tingkat semester akhirnya, Reval. "Lo- udah punya pacar?" tanya Reval dengan segenap cakra yang ia keluarkan. "Rachel nggak mau pacaran kalo belum bisa bahagiain Bunda sama Ayah. Niat sih mau langsung nikah, hehehe... tapi  nggak ada yang mau, hehehe...," jawab Rachel disertai dengan candaannya. "Rachel duluan ya, Kak. Mau pulang keburu dicariin Bunda," ucap Rachel dan langsung berlari menuju tempat parkir dimana mobilnya berada. Reval hanya tersenyum manis melihat kepergian Rachel. "Berhasil gak bro?" "Doi pergi duluan." "Berarti lo kalah taruhan. Traktir kita makan!" "Siap." "Awas lo nanti cinta dia." "Dih ogah sama cewek kayak dia. Pecicilan gak ada anggun-anggunnya." "Bapaknya uang banyak." "Ntar gue deketin lagi. Kalo gue berhasil gorok 5 juta bakal kita buat party di Domi Party. Kita dugem bareng." "Yok lah cabut!" "You will playing with me. So, look next time what I do with you all." #####
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD