Rutinitas

1975 Words
Yoona pov* Pukul 5.30 pagi, seperti biasa aku sudah bangun dan Donghwa oppa masih terlelap di sisi kiriku. Seringkali aku sudah tertidur saat dia pulang. Dan beberapa hari ini aku bahkan tak terbangun saat dia naik ke tempat tidur. Lalu di pagi hari, dia akan bangun sekitar puku enam jika ada jadwal pagi. Atau pukul delapan jika jadwalnya agak siang. Aku biasa mengecek jadwal di ipadnya sebelum keluar kamar, untuk memastikan agar dia tak terlambat bangun. Sebelum memasak, aku ke ruang pakaian untuk mengemasi baju-baju kotornya yang akan ku bawa ke laundry. Lalu melihat lemari pakaian, biasanya ada beberapa tatanan baju yang berubah karena suamiku tidak hati-hati saat mengambil baju. Selesai di ruang pakaian, aku pergi ke foyer untuk melihat sepatu yang mungkin belum dia letakkan di rak. Lalu aku pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Hari ini aku ingin membuat roti gandum dengan telur mata sapi dan sosis. Suamiku jarang meminta di masakkan sesuatu. Dia jarang berkomentar, bahkan mungkin dia selalu suka apa yang aku buat untuknya. "Yeobo" Sebentar lagi dia pasti akan memelukku dan menciumku, seperti biasa. Dan benar saja, dia memelukku dari belakang saat aku sedang membuat telur mata sapi. "Bau telurnya sangat harum", ucapnya sebelum mencium pipiku begitu saja. "Dan kau bau sekali" Dia malah terkekeh, lalu kembali menciumku. Aku berusaha keras untuk melepaskannya. Hingga akhirnya pelukan itu terlepas karena aku mencubit pinggangnya. "Cepat cuci muka dan gosok gigi!" "Baiklah" Aku menghela nafas kasar sambil memandang nasib telur mata sapiku yang tidak sempurna. Telur mata sapiku sudah matang dan bagian putihnya sedikit gosong. Selesai menata roti gandum, telur dan sosis, aku menambahkan selada, tomat, mayonaise dan juga saus. Kemudian aku menyiapkan air putih. Donghwa oppa datang dan langsung duduk di ruang makan. "Oppa mau s**u?", tanyaku sambil meletakkan piring di depannya. "Tidak usah. Air putih saja sudah cukup." Kami berdoa bersama sebelum makan. Kemudian meminum air putih masing-masing. "Yeobo, kau makan yang ini saja" "Wae?", (Kenapa?) Tanyaku sambil memperhatikan piringnya. Sepertinya tidak ada sesuatu yang kurang. "Bukankah yang itu telurnya jelek?", Dia menunjuk piringku dengan garpu. "Aku mau makan yang itu saja" "Jangan!", Cegahku saat dia mencoba menukar piring kami. "Oppa suka telur yang setengah matang" "Tapi telurmu jelek karena aku. Bukankah kau juga suka telur setengah matang?" "Tap_" "Kita makan bersama saja. Sepiring berdua. Bagaimana?" Aku mengangguk sambil tersenyum. Makanan di piringku adalah yang pertama kami makan, Donghwa oppa menyuapiku. Setelah habis, aku mengambil piringnya lalu kami memakan roti dengan telur yang sempurna itu. Setelah sarapan, aku membuatkan kopi untuknya. Sementara dia menikmati kopi sambil mengecek beberapa email dari laptopnya, aku mencuci piring. Aku tahu dia ada jadwal pukul 10, jadi pasti sebentar lagi dia akan pergi dan aku sendirian lagi. "Apa yang akan kau lakukan hari ini?", tanyanya sambil meletakkan cangkir kosong di wastafel. "Entahlah" "Kau mau ikut denganku?" "Aku akan merepotkanmu" "Tidak. Tapi mungkin saja kau akan bosan karena terlalu lama menunggu" Aku selesai mencuci, kemudian melepas sarung tangan. Dia membantuku melepas celemek yang kukenakan. "Oppa" "Hm?" "Mm..." Sudah sejak dua hari lalu aku ingin mengatakan sesuatu padanya. Tapi aku ragu. Gina eonni menghubungiku. Dia mengatakan bahwa temannya yang memiliki toko roti ingin menggunakan jasaku sebagai model untuk promosi. Saat ku cari tahu, ternyata toko roti itu cukup bagus. Rotinya memang enak, aku pernah membeli roti di sana beberapa kali. "Ada apa?", tanyanya sambil merapikan anak rambutku. Aku hanya menggeleng. Kemudian dia memelukku. Aku balas memeluknya, dia mengusap punggungku sambil menciumi puncak kepalaku. "Aku tahu apa yang kau mau. Kau pasti butuh pelukan untuk melepas penatmu" "Gomawo" (Terimakasih) Iya, aku butuh pelukan itu setiap hari. Tapi bahkan pelukan kali ini tak membuatku merasa lega. Dia melepaskan pelukan itu, lalu menatapku. "Maafkan aku meninggalkanmu terlalu lama. Ikutlah denganku hari ini" "Tidak mau", Jawabku sambil menggeleng. "Kalau begitu keluarlah bersama temanmu jika kau bosan." Aku mengangguk, dia mengusap puncak kepalaku. Kemudian mencium bibirku sebelum melangkah pergi. Aku mengikutinya sampai ke foyer. Dan di sana aku sudah menyiapkan tas selempang dan sepatunya. Tak lupa aku membawakan air berisi potongan lemon dan daun mint di botol ukuran satu liter untuknya. "Ini, hampir saja lupa", Aku memberikan botol itu padanya. "Gomawo", Ucapnya sambil mengusap puncak kepalaku. "Oh ya, aku ada kelas memasak siang nanti." "Kalau begitu aku akan menjemputmu jika pekerjaanku selesai. Aku pergi" "Ya, hati-hati" *** Siang hari aku pergi ke kelas memasak. Aku mengikuti kelas memasak sejak sebulan yang lalu. Mengambil tiga kali pertemuan dalam seminggu, hari senin, rabu, dan sabtu. Satu kali pertemuan sekitar dua jam. Ada dua orang lainnya yang bersamaku di jadwal itu. Hari ini kami diajarkan bagaimana membuat pie. Aku pernah membuat pie dengan isian s**u, tapi kali ini resep dari guru kami sedikit berbeda, dan aku sangat senang karena hasilnya lebih bagus dari yang biasa ku buat. Aku membuat pie dengan raspberry jam dan chia seed. Lalu ku tambahkan raspberry segar di atasnya. "Wah, cantiknya", Puji nyonya Han, guruku. "Kamsahamnida" (Terimakasih) "Wah, bentuknya sangat sempurna", Puji Sunmi, temanku di kelas memasak. "Apple pie mu juga terlihat baik." Balasku pada Sunmi. "Apa yang kau gunakan sebagai isian?", Tanya Minji sambil melihat pie ku. "Raspberry jam dan chia seed. Suamiku suka berry dan chia seed" "O…", Keduanya mengangguk. Pukul setengah empat aku keluar dari kelas memasak. Tempat ini adalah bangunan dua lantai. kelas memasak ada di lantai dua. Sedangkan lantai satu adalah toko roti nyonya Han. Aku berjalan keluar bersama Sunmi dan Minji. Kami melewati pintu samping dari toko roti untuk keluar masuk. Aku memeriksa ponselku saat sudah sampai di depan toko. Ada pesan dari suamiku. Sarang appa : Sudah makan siang? Yeobo, kau sudah selesai? Ternyata dia mengirim dua pesan. Dan ada satu panggilan tak terjawab. Me : Aku sudah selesai dari kelas memasak. Dan sekarang akan berbelanja di supermarket. Sarang appa : Berapa lama? Biasanya aku berbelanja di supermarket di akhir pekan seperti ini. Dan kebetulan hari ini Sunmi juga akan berbelanja, jadi kami berjalan bersama. Supermarket hanya berjarak lima menit dari toko roti nyonya Han. "Yoona-sii, apa yang akan kau masak untuk makan malam?" "Semur daging dan sup tauge" "Beri aku resepnya" "Baiklah, akan ku kirimkan padamu nanti" "Gomawo" Berbeda denganku, Sunmi benar-benar baru belajar memasak. Dia sering menanyakan resep masakan padaku. Bahkan untuk memilih daging dan sayur saja dia bertanya padaku. "Yoona-sii, kenapa kau ikut kelas memasak? Bukankah kau sudah pandai memasak?" "Tidak juga. Aku hanya bisa membuat hidangan rumahan. Dan juga, itu karena aku terlalu punya banyak waktu karena aku aku pengangguran" "Hahaha, benar juga. Kau tidak bekerja, tinggal terpisah dari mertua dan belum punya anak." Yoona pov*End *** Donghwa pov* Me : Berapa lama? Sarang eomma: Mungkin tidak ada satu jam. Aku akan berbelanja dengan cepat. Wae? Sudah sekitar seminggu ini aku jarang makan siang bersama istriku. Bahkan kami tidak pernah makan malam bersama karena aku pulang larut dan dia pasti sudah tidur. Sebenarnya aku ingin makan siang bersama jika saja dia tidak ikut kelas memasak hari ini. Jadi aku pikir aku akan menjemputnya sore saja setelah semua urusannya selesai. Tanpa membalas pesannya, aku segera melajukan mobil menuju supermarket tempat Yoona biasa berbelanja. Supermarket itu letaknya tak jauh dari tempat Yoona ikut kelas memasak. Aku melihatnya sedang minum dengan temannya di depan kafe. "Annyeonghaseyo", Sapaku pada teman Yoona. "Sudah selesai belanja?" "Iya." Jawabnya sambil melihat barang-barang belanjaan di kursi yang lain. Aku mengambil dua tas belanja yang besar dan penuh. Sedangkan Yoona bangun, mengambil cake box dan tas diatas meja. "Sunmi-sii, kami duluan" "Jangan lupa segera kirim resepnya" "Iya" Yoona sibuk mengetik pesan sementara aku memasukkan barang belanjaan ke bagian belakang mobil. Setelah itu aku membukakan pintu untuk Yoona, dia bahkan tak mengalihkan pandangan dari ponselnya ketika masuk. "Yeobo, letakkan ponselmu", Ucapku saat sudah masuk. "Nanti kau bisa pusing" "Sedikit lagi. Aku sedang menulis resep untuk Sunmi" "Resep?" Yoona mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. "Aku akan memasak semur daging dan sup tauge, dan Sunmi ingin memasaknya juga" "Apa saja yang kau beli?" "Banyak bahan makanan. Bukankah di kulkas hanya ada buah dan sayur?" Mobil mulai melaju. Jalanan cukup padat di akhir pekan. Hari sudah sore, tapi terik matahari masih terasa. Aku ingin makan sesuatu yang segar sebelum pulang. Jadi aku berbelok, menuju tempat terakhir kali Yoona mengajakku makan es serut. "Mau kemana?" "Es serut mangga" Jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari jalan. "Jinja?", Tannyanya dengan wajah berbinar. "Kenapa kau tahu apa yang ingin ku makan sekarang?" Aku tersenyum. "Kebetulan aku ingin makan itu" Yoona memesan satu es serut mangga dengan porsi besar. Kami memakannya bersama dan sesekali saling menyuapi. Melihatnya begitu ceria membuatku senang. Aku tidak bisa melakukan hal-hal seperti ini bersamanya setiap hari. Jadi aku selalu berusaha untuk meluangkan waktu bersamanya meski hanya sebentar. Kami tidak langsung pulang setelah menghabiskan es serut mangga. Menikmati senja di tepi sungai Han sepertinya menyenangkan. Biasanya kami datang di pagi atau malam hari. "Oppa, kau mau makan ini sekarang?" "Apa yang kau buat tadi?" Yoona membuka cake box pink itu dengan senang. Lalu aku melihat isinya. Sebuah pie berukuran mini dengan raspberry di atasnya. "Wah, sepertinya enak" "Cobalah", Dia mengambil satu pie dan menyuapiku. "Hm, enak" Menikmati apa yang dibuat istriku di kelas memasak selalu ku nanti-nanti. Bukan hanya karena apa yang dia buat selalu enak, tapi lebih kepada bagaimana antusiasnya dia ketika menunjukkannya padaku. Yoona terlihat bangga ketika menunjukkan hasil karyanya dan begitu bahagia ketika aku menyukai makanan itu. Ketika senja itu berakhir, itu tandanya kebersamaan kami juga berakhir untuk sementara. Karena aku ada jadwal latihan dengan teman-temanku di studio SS. "Yeobo, aku pergi lagi setelah mengantarmu" "Bukankah sudah tidak ada jadwal lagi?" Tanyanya dengan wajah kecewa. "Mianhae. Ini mendadak" Yoona tampak murung sambil menunduk. Dia tahu jadwalku setiap hari karena selalu mengeceknya di pagi hari. Hal itu dia lakukan bukan karena curiga atau apa, tapi Yoona tak ingin aku terlambat, aku bersyukur istriku begitu perhatian. Sepanjang perjalanan kami saling diam, Yoona terus menatap keluar jendela sampai mobil berhenti di basement parkir. Dia langsung turun tanpa menungguku membukakan pintu. Wajahnya masih terlihat murung. "Biar kubawa sendiri saja" "Jangan," Cegahku ketika dia ingin mengambil alih tas belanja. "Ini cukup berat. Bagaimana kau membawa ini tadi?" "Aku sudah terbiasa" "Aku antar sampai depan pintu" "Tidak usah, aku bisa membawanya sendiri", Jawabnya ketus. vDia benar-benar mengambil alih tas belanjanya. Kemudian melangkah pergi, aku merasa kasihan melihatnya membawa dua tas belanja itu. Jadi aku menyusulnya dan mengambil paksa dua tas itu. "Jangan keras kepala" Yoona menatapku, matanya tampak berkaca-kaca. Apa aku membuat istriku begitu sedih, hingga dia ingin menangis? "Hei, Yeobo. Jangan seperti itu" Yoona memalingkan wajah, kemudian melangkah cepat meninggalkanku. Aku berusaha mengejar langkahnya sampai ke dalam lift. Di dalam lift kami saling diam. Aku tahu Yoona pasti kesal. Dan ku ingat-ingat, mungkin juga istriku ini sedang PMS. Biasanya dia sangat sensitif di masa itu. Begitu pintu lift terbuka, Yoona segera keluar dan berjalan cepat menuju unit kami. Aku mengejar langkahnya dengan susah payah karena dua tas belanja di pundak kiri dan kananku. "Yeobo-ya" Dia tak menghiraukan saat ku panggil. Bahkan sekarang masuk ke kamar dan menutup pintu. Semoga dia tak menguncinya. Aku meletakkan dua tas belanja di meja dapur sebelum menyusulnya ke kamar. Yoona tampak berbaring miring ke kanan. "Yeobo…", Panggilku sambil melangkah mendekat. "Yoona-ya" Air matanya sudah menetes. Tapi dia segera menghapusnya ketika aku duduk di tepi tempat tidur. Kudengar dia menyusut ingus beberapa kali. "Kenapa kau lakukan lagi? Kau bilang kemarin yang terakhir. Seharusnya kau tidak perlu berjanji" "Mianhae" Ini bukan yang pertama kalinya aku ingkar, tapi biasanya dia tak bereaksi seperti ini. Yoona bangun dan menghapus air matanya, lalu memakai sandal rumah. "Aku mau membereskan barang belanjaan. Pergilah" "Hei", Aku menarik tangannya sampai dia terduduk di pangkuanku. "Aku pulang pukul sembilan" "Jangan berjanji" "Kalau aku tidak pulang pukul sembilan, kau boleh mengunci pintu kamar" "Benarkah?" Aku mengangguk sambil tersenyum. Dan seketika aku menyesali ucapanku, karena sebenarnya aku belum tahu berapa lama kami latihan koreo nanti. Kuharap Yoona tak benar-benar mengunci pintu jika nanti aku pulang terlambat. Donghwa pov*End. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD