bc

Deadline -- Aku, Dosenku, dan Pernikahan

book_age18+
480
FOLLOW
2.1K
READ
HE
drama
campus
childhood crush
like
intro-logo
Blurb

Alya harus menikah dengan dosennya--Devano Rendra--dosen menyebalkan yang selalu mengibarkan bendera perang padanya. Jika bukan karena kesalahpahaman yang terjadi, mungkin Alya tidak akan berada dalam situasi mengerikan bersama dosennya itu.

Mungkin Alya masih bisa menerimanya jika hanya sampai di situ. Bukan Deva namanya jika tidak berusaha menyulitkan Alya. Alya harus mengumpulkan tugas dengan deadline lebih cepat dari teman-temannya. Mendapat tugas lebih berat dan selalu disebut setiap kali perkuliahan.

Alya membencinya pria itu--Devano Rendra.

chap-preview
Free preview
Deadline-1
Alya Naura Anggara—gadis berusia 21 tahun. Anak kedua dari Bapak Anggara dan Ibu Nayla. Alya punya kakak laki-laki—Aldo Nausa Anggara. Umur keduanya hanya berbeda 2 tahun. Tidak heran jika keduanya selalu saja bertengkar. Saat ini Alya adalah mahasiswi di Universitas Negeri Brama Jakarta, jurusan sastra bahasa Indonesia. Cita-citanya adalah menjadi penulis seperti Jane Austen dan J.K Rowling. Alya terkenal sebagai gadis ceroboh, cerewet, namun pemberani. Alya memiliki bentuk tubuh sempurna untuk seukuran gadis yang jarang olahraga. Wajahnya lumayan cantik, dengan mata agak sipit dan bibir tipis berwarna delima. Mungkin hanya itu saja kelebihannya. Jika urusan otak, dia menyerah saja. Alya menyipitkan matanya ketika tidak menemukan laptopnya di meja belajar. Gadis itu mengepalkan tangan, bersiap meneriaki seseorang yang punya kemungkinan besar menjadi pelaku atas hilangnya laptop miliknya.  "Kak Aldo! Lo pake laptop gue, ya?!" teriak Alya dari dalam kamar. Kamarnya dan Aldo bersebelahan, jadi suara teriakan Alya bisa terdengar meskipun tidak terlalu jelas. "Iya bentar! Gue pengin video call sama Chika!" teriak Aldo tak kalah kencang. "Lo, kan, punya laptop, Bangse!" "Laptop gue mati, Al. Bentaran doang kenapa, sih. Pelit banget lo jadi human." Alya mengusap dadanya. "Sabar, ini ujian. Kakak lo emang enggak ada akhlak, Al." Gadis itu membuka buku catatannya. Tadinya ia ingin mengerjakan tugas kuliahnya. Karena laptopnya dipakai, akhirnya ia memilih meringkas materi yang dikirimkan dosennya di email beberapa saat lalu. Matanya menyipit kala melihat setumpuk tulisan yang sangat menyakiti mata. Mulutnya melebar mendapati bahwa ada 100 halaman yang perlu ia baca. Alya medesah. "Gila emang Pak Deva. Yang bener aja. Masa suruh ngerangkum semua ini cuma dikasih waktu sampai besok pagi?" Alya tidak mengerti dengan dosen barunya ini. Awalnya dosen mata kuliah bahasanya adalah Pak Wahyu, tapi karena Pak Wahyu mengambil S3 di Berlin, beliau digantikan oleh dosen baru yang katanya lulusan terbaik Universitas Indonesia. "Hah. Lulusan terbaik apanya? Ngasih deadline enggak kira-kira, sumpah." Meski begitu, Alya tetap membacanya dan mulai menuliskan poin-poin penting yang ada di sana. Baru lima menit ia mulai mengerjakan tugasnya, tiba-tiba saja sebuah notifikasi di ponsel membuyarkan konsentrasinya. Melihat nama siapa yang terpampang, Alya memutar bola mata malas.   Pakde' vano Malam Alya. Tolong data anak kelas kamu yang kemarin tidak ikut kelas saya. Dan jangan lupa, besok sebelum jam 8 pagi, semua tugas sudah kamu kirim ke email saya. Terima kasih.   Alya mengepalkan tangan seolah ingin meninju ponselnya. Salah satu kesialan dalam hidupnya adalah menjadi PJ (Penanggung jawab) mata kuliah dosennya yang satu itu. Awalnya ia memang PJ mata kuliah bahasa yang tentu saja diajar Pak Wahyu yang baik hati. Siapa sangka, ia justru bernasib sial karena dosennya diganti. "Iya, Pakde! Bawel banget, sih. Heran gue. Jangan bawel, Pak. Masih muda juga." Alya kembali membuka word tanpa membalas pesan dosennya itu. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Alya mengucak matanya yang kini terasa berat. Aldo mengetuk pintu kamar Alya lalu masuk sambil membawa sebuah laptop. "Ini gue balikin laptop lo, adikku sayang. Makasih, ya." Alya menendang b****g pria itu saking kesalnya. "Sana pergi!" Aldo berlari keluar kamar Alya dengan terburu-buru. Tanpa membuang waktu, Alya langsung memindahkan catatannya ke word yang ada di laptopnya.   ***   Sebuah tepukan di bahunya membangunkan Alya. Gadis itu mengusap wajahnya. "Alya. Ini udah jam 7. Kamu gak kuliah?" "Hah?" Alya melebarkan mata. Ia melirik jam di dinding kamarnya. "Mampus gue." Alya bergegas turun dari tempat tidur dan mengecek emailnya. Ia langsung memindahkan tugas yang dikirimkam teman-temannya ke dalam satu file. "Tiga puluh delapan ... Loh, satu lagi mana?" Alya mengecek nama-nama teman-temannya. Ternyata masih ada satu yang belum mengirimkan tugas. "Pian? Kebiasaan banget ini anak." Selagi menunggu Pian mengirim tugasnya, Alya bergegas mandi, bersiap pergi ke kampus. Mata kuliah pertama tentu saja dosen menyebalkannya itu—Devano Rendra. Ia mencepol rambutnya asal namun tetap terlihat cantik. Setelahnya, ia berlari ke bawah sambil memegang laptop. "Alya, sarapan dulu, nak!" "Gak usah, Ma. Alya sarapan di kampus aja." Alya melihat Aldo yang hendak memasuki mobilnya. Dengan cepat gadis itu ikut masuk ke dalam mobil. "Anterin gue, Kak. Telat nih." "Kebiasaan banget setiap hari senin pasti buru-buru mulu. Pak Deva?" Alya mengangguk sambil terus mengotak-atik laptopnya. Untung saja Pian langsung mengirimkan tugasnya sebelum jam 8. "Akhirnya. Kelar juga." Gadis itu menyandarkan tubuhnya lalu memasukan laptopnya ke dalam tas. "Nih, sarapan." Aldo memberikan sebuah roti pada Alya. "Tumben." Ia langsung memakan roti itu. "Dapet roti dari mana?" "Oh ... Itu roti yang gua beli minggu lalu. Masih enak?" Alya spontan terbatuk lalu meneguk air minum dari botolnya. "Bercanda, Al. Itu roti baru gue beli semalam." "Kampret, lo!" Setelah sampai di kampus, Alya langsung berlari menuju ruang kelasnya. Tepat saat itu, kedua matanya menangkap sosok yang sangat ia kenali yang saat itu sedang berjalan ke arah yang sama. Alya mempercepat larinya dan berjalan mengekor di belakang Deva. Menyadari ada seseorang di belakangnya, Deva menoleh. "Pagi, Pak," sapa Alya sambil menunjukkan senyumnya. Deva mengerutkan dahinya. "Telat lagi?" "Lagi? Saya gak pernah telat, Pak." Alya menunjukkan jam tangannya. "Lima menit sebelum jam kelas. Berarti saya gak telat, kan?" Deva tidak menjawab. Pria itu langsung berbalik dan melanjutkan langkahnya. Alya mengumpat dalam hati. Cuek banget, lo, Pakde. Alya duduk dan menaruh tasnya di atas meja agak kasar. Silvy yang melihat itu sudah tahu apa alasannya. "Sabar, Al. Orang sabar jodohnya Pak Deva." "Amit-amit. Mending gak usah sabar." Silvy terkekeh pelan. "Yaudah, sih. Semester depan kita udah gak ketemu dia lagi, Al. Sabar aja. 4 bulan lagi." "Gue, tuh, kesel, Sil. Udah cuek, nyebelin, gak mikir lagi kalo ngasih daedline. Gue heran, kenapa ya ada orang kayak dia." "Lo ketinggalan satu hal, Al. Pak Deva ganteng." Alya memutar bola mata malas. Ya, memang Alya akui, Deva punya wajah tampan. Jelas saja, pria itu baru berusia 24 tahun. Deva lulus S2 dengan waktu yang singkat. Otaknya terlalu sempurna jika dibandingkan dengan Alya yang tidak ada apa-apanya. Pria dengan tubuh tinggi, alis tebal, hidung mancung, dan bibir tebal. Beberapa anak menganggap bibir Deva sangat seksi. Seksi tapi nyelekit buat apa? "Oke. Cukup untuk hari ini. Catatannya jangan lupa di foto, lalu kirim ke email saya malam ini." Semuanya sibuk merapikan buku catatan mereka. "Alya, kamu ikut ke ruangan saya." Alya menghela napas. Ia bangkit dari kursinya sambil menggendong tas. Ia berjalan membuntuti Deva di belakang. Sampailah mereka di ruangan yang tak terlalu besar, namun cukup untuk dua meja yang ditempati dua Deva dan salah satu dosennya yang lain. "Ada apa, Pak?" "Duduk, Alya." "Saya berdiri aja, Pak." Deva menatap Alya agak lama. Jika sudah begini, menyeramkan juga wajah pria itu. Alya duduk dengan wajah malas. "Minggu besok saya gak bisa masuk." "Alhamdulillah," gumam Alya. "Kenapa, Alya?" "Enggak, Pak." Deva menatap Alya sebentar sebelum kembali fokus pada map nya. "Saya mau ajak kamu melakukan riset besok." "Hah? Riset? Ke mana, Pak?" "Ke desa suka jati di Bogor." "Bogor? Kenapa saya yang diajak?" "Pertanyaan kamu sangat tidak kreatif, Alya. Jelas saja saya ajak kamu. Kamu PJ mata kuliah saya. Minggu besok, saya harus membahas soal riset. Berhubung minggu besok saya tidak bisa hadir, saya meminta kamu yang menjelaskan ke teman-teman kamu di kelas. Tapi sebelum itu, saya harus mengajak kamu melakukan riset supaya kamu paham. Karena, untuk ujian tengah semester, kalian akan melakukan riset di tempat yang sudah saya tentukan lalu menyusun hasil riset kalian dalam bentuk laporan." Alya mendengkus dalam hati. "Pak. Tapi besok saya kuliah." Deva menyodorkan sebuah lembaran pada Alya. "Saya sudah minta izin ke beberapa dosen yang akan mengajar kelas kamu besok dan lusa." Alya mengambil kertas itu agak kasar. Padahal, besok ia sudah berjanji untuk belanja di Mall bersama Aldo. "Yaudah, deh. Udah, kan, Pak? Saya mau ke kantin, lapar." "Hmm." Alya bangkit lalu berjalan keluar. Namun baru beberapa langkah, suara Deva menghentikannya. "Oh iya." "Apalagi, Pak?" "Saya tunggu besok di depan kampus jam 8. Jangan telat atau nilai uts kamu saya kasih C." Mainnya ancaman. Dasar dosen kampret! "Baik, saya sangat mengerti sekali, Pak. Permisi." Gadis itu keluar dari ruangan Deva dengan wajah masam. Di kantin, Alya memotong roti bakarnya sambil mengomel. Silvy dan Raka yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Selalu saja begitu. Alya selalu mengomel setelah menemui Deva. "Udah, Al. Makan dulu. Ngomelnya nanti aja." "Gak bisa. Gue sebal banget sama itu Pakde-pakde. Dikira gue asisten pribadinya kali, ya? Berasa jadi CEO kali dia. Enak banget kalo nyuruh gak mikir dulu. Harusnya minta persetujuan gue." Raka dan Silvy sebenarnya sudah tidak asing lagi melihat Alya yang mengomel karena dosennya yang satu itu. Hampir setiap hari Alya selalu mengomel. Dan masalahnya selalu sama ... Devano Rendra. "Terus, besok lo berangkat sama Pak Deva jam berapa?" "Jam 8 pagi." Alya melihat ada sebuah notifikasi di layar ponselnya. Matanya menyipit kala melihat siapa sang pengirim pesan.   Pakde' Vano   Makan, Alya! Jangan marah-marah terus.   Alya membulatkan matanya. Ia menoleh ke kenan-kiri mencari sosok sang pengirim pesan namun tak menemukan pria itu. "Gila itu dosen. Horor banget, sumpah," gumam Alya sambil bergidik ngeri. Alya dengan cepat melahap roti bakarnya.   ***   Malam ini, Alya mesti mengemas barang-barangnya. Ya, memang hanya dua hari. Tapi ... bagi perempuan, dua hari itu sama seperti dua minggu. Harus penuh persiapan dan tidak boleh ada yang terlewatkan. Apalagi barang-barang keramatnya. "Jangan sampe lupa bawa. Gak mungkin gue minjem warga di sana," kata Alya sambil merapikan bra-nya. Ia tersenyum melihat barang-barang dan pakaiannya sudah tertata rapi di dalam koper. Gadis itu langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Matanya menatap ke langit-langit kamar. "Lumayan, lah. Sekalian refreshing. Anggap aja si Pakde lagi baik hati." Ia meraih ponselnya. Seperti biasa. Notifikasi langsung bermunculan dari grup gesreknya. Raka cimol Ada yang pengin jalan-jalan, nih, besok, sama dosen tercintah. Silpihhhhh Wah ... Asik, nih. Jangan-jangan, ini alur jodoh. Buahahaha Raka cimol Mana, nih, princes of the years. Tumben gak ngebacot. AlyaN @Raka cimol Berisik banget lo, kambing! Raka cimol Akhirnya bacotan lu keluar, Al. Apa kabar hati? Udah di prepare buat besok belum, Nyonya Deva? Silpihhhhh Nyonya Deva? Kok, cocok banget, ya? Wkwkwk. AlyaN @Silpihhhhh Lo aja yang jadi Nyonya Deva. Lo kan bucin dia. Silpihhhhh Gue ikhlas kok, Al, kalo lo yang jadi nyonya-nya. Raka cimol Jangan lupa bawa oleh-oleh, ya, Al. AlyaN @Raka cimol Berantem sama gue, yuk! Raka cimol Hahahaha. Alya mematikan ponselnya. Kedua temannya itu langsung merusak mood-nya. "Awas aja lo berdua! Gue sembelih baru tahu rasa. Nyonya Deva?" Alya mendengkus, "Semoga nanti yang jadi istrinya selalu tabah. Semoga dia gak stres hidup sama orang macam Pak Deva." Alya bergidik ngeri membayangkan perempuan menyedihkan yang akan menjadi istri dosennya itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook