Chapter 4

1144 Words
"Shakayla..." Kayla memaksakan senyumnya menatap pria di hadapannya. "Kak Imran?" "Aku tadi gak sengaja melihat kamu dari mobil, tadinya aku pikir itu bukanmu, ternyata setelah didekati benar itu kamu," ucap pria bernama Imran itu. Kayla hanya bisa tersenyum sambil terus mengusap kepala anaknya. Imran merasa dicuekkan oleh Kayla lebih memilih untuk duduk di samping perempuan itu dengan membuat jarak diantara mereka berdua. "Kamu ngapain di sini?" tanya pria berkaca mata itu. Kayla menatap motornya yang ia parkirkan di depannya. "Nunggu hujan reda kak, nanti kalau terobos terus Shaniya bisa sakit." Pria bernama Imran itu langsung mengalihkan pandangannya kepada seorang anak kecil yang sedang tidur di pangkuan mantan kekasihnya itu. "Aku antar pulang ya? Kasihan dia, pasti pegal tidur sepeti itu." "Tapi, motorku gimana? Masa mau ditinggal di sini." "Jangan pikirkan motormu, itu masalah gampang, yang terpenting apa kamu tidak kasihan dengan ... adikmu yang sudah kedinginan." Kayla terkejut, pria di sampingnya ini tidak tau bahwa gadis kecil yang ada di pangkuannya adalah anak kandungnya. Kayla sangat memaklumi, karena ia tidak memberitahu pria itu bahwa ia akan menikah dulu, dan wajar saja sekarang pria itu tidak tau bahwa ia sudah punya buntut satu. "Kak Imran, ini anak aku. Shaniya namanya.." ucap Kayla sambil mengelus rambut anaknya. "Oh anak... Hah?! Apa?! Anak kamu? Kapan.. kapan kamu nikahnya?!" ujar Imran dengan wajahnya yang kaget. "Delapan tahun yang lalu kak, saat usiaku 19 tahun lebih." Tatapan pria itu kini terjatuh pada gadis kecil yang terlelap di pangkuan wanita yang masih ia cinta. Hatinya mencelos kala wanita itu yang selalu ia sebut dalam doanya ternyata sudah menikah dan mempunyai anak. Harapannya pupus untuk meminang wanita cantik yang kini tengah tersenyum menatapnya. Ia menyesal, kenapa dulu ia harus meninggalkan Kayla hanya untuk melanjutkan study kedokterannya di Amerika. Mungkin ini definisi dari janganlah berangan-angan terlalu tinggi, karena jika sudah terjatuh, pasti sangat sakit. "Cantik sekali. Dimana suamimu sekarang? Kenapa kamu berdua saja di sini La?" Kayla menghembuskan napasnya pelan. Lalu senyuman getir terukir di wajahnya yang pucat. "Aku sudah cerai, Kak." "Cerai? Kok bisa? Maksudnya, masalah apa yang menimpa rumah tanggamu?" Sejujurnya, Imran merasa sedikit lega dan senang atas berita ini. Biarlah, ia sedikit bahagia diatas penderitaan orang lain. "Maaf kak, aku gak bisa cerita sama kakak." Kayla berusaha agar tidak membuka aib keluarganya kepada orang lain. Apalagi dia bukan siapa-siapa, hanyalah mantan pacar yang tidak memiliki hubungan apapun dengannya. "Oke baiklah. Tapi La, kamu mau terus menunggu hujan reda?" Kayla menatap rintik hujan yang terus turun. Sepertinya ia memang harus nebeng dengan Imran, karena ia juga mengamati tubuh sang anak yang mulai menggigil. "Boleh aku nebeng sama Kak Imran?" tanyanya pelan. "Tentu saja, Lala." Imran menjawabnya dengan semangat. ••• Kayla menatap perginya mobil sedan hitam yang sudah mengantarnya hingga sampa dengan selamat di rumah mewah ini. Tangan kirinya menggenggam payung yang diberikan pria itu, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengaitkan jemarinya dengan jemari gadis kecilnya. "Omnya ganteng ya Ma," ucap Shaniya sambil tersenyum menatap Kayla yang hanya membetuk garis lengkung tipis di bibirnya. "Baik banget sama Yaya, aku dikasih coklat sama permen yang ada di mobilnya." Kayla hanya mendengarkan ucapan anaknya selagi menunggu gerbang di buka oleh Bik Inah yang sudah ia hubungi. Matanya memperhatikan sektar. Sungguh, ia sangat takut jika mantan suaminya sudah pulang. Ia takut dengan kemarahan suaminya itu. Tiba-tiba saja, suara derit besi dengan besi terdengar begitu nyaring. Lalu gerbang besar itupun terbuka sedikit. Kayla tersenyum menatap wanita paruh baya yang membukakan gerbang sambil memegang payung. "Yaya, Mama pulang dulu ya, kapan-kapan kita main lagi." Kayla menatap anaknya dengan perasaan sedih. Kenapa begitu sebentar ia bersama buah hatinya? "Iya Ma, Yaya sayaaang banget sama Mama." Shaniya mengecupi kedua pipi ibunya. Kayla mengecup seluruh permukaan wajah anaknya. "Sayang juga sama Yaya, anak Mama baik-baik ya selagi Mama gak ada, jangan nyusahin Papa." "Oke, Mama." Ucap Shaniya sambil memberikan hormat. Kayla tersenyum lalu ia menatap bik Inah yang tampak gelisah. "Kenapa Bik?" "Tu—tuan Rega sudah pulang sejak tadi Nyonya." Jantung Kayla berdegup kencang. Tiba-tiba saja ia sulit untuk menelan salivanya. "Tuan sedang tidur Nyonya, tadi bibi memberi alasan bahwa non Yaya pergi bersama teman-temannya ke tempat bermain." Kayla bisa menghembuskan napasnya sekarang. Sedikit ia merasa lega. Namun, semuanya terasa hilang kala melihat wajah datar nan dingin milik seorang pria berpayung di belakang wanita paruh baya itu. Mata Kayla membola kala melihat amarah yang meluap-luap dari manik matanya. Ya, dia Regaksa. Mantan suaminya. Kini sedang menatapnya dengan tajam. Kaki wanita berusia 28 tahun itu bagaikan dipaku seakan sulit untuk bergerak. Matanya menatap wajah mantan suaminya itu. "Bik, bawa Shaniya masuk," ucapnya dengan suara yang tenang seperti kubangan danau. "Papa!" Girang Shaniya kala melihat Papanya.  "Yaya masuk dulu sama Bik Inah ya, Papa mau ngomong sama Mama." "Papa mau bilang supaya Mama tinggal di sini lagi kan? Biar Yaya kalau tidur ditemenin Mama terus," jawab Shaniya dengan mata yang berbinar. "Hm." "Ayo Non, kita masuk." Bik Inah menuntun anak majikannya itu memasuki rumah. Kini, hanya tinggallah Kayla dan mantan suaminya yang masih saking menatap dan berdiam diri. Seakan mereka berdua meneliti sekujur tubuh lawannya masing-masing. "Kurusan. Apa selingkuhanmu tidak memberimu makan?" ucap Rega dengan senyuman miring. Kayla tetap diam sambil mendengarkan. "Pertemuan pertama kita setelah perceraian. Saya kira kamu akan bahagia dengan selingkuhanmu, ternyata tidak. Apa dia tidak ingin menikahimu?" "Bodohnya saya karena setiap malam selalu berhubungan denganmu yang ternyata sering dipakai oleh pria lain." Ucapan itu terlontar dengan nada yang sangat tajam. Tak terasa air mata Kayla sudah menetes. Tapi ia tidak ingin berbicara atau membela dirinya, karena ia tau itu akan membuat suasana semakin keruh. "Betapa kotornya saya karena sudah meniduri seorang jalang setiap malam yang taunya adalah istri saya sendiri." "Dan saya ingatkan lagi, hak asuh Shaniya ada di tangan saya, dan jika kamu ketauan lagi bertemu dengan Kayla tanpa izin saya, maka saya akan memberikanmu pelajaran!" geram Rega dengan tangan yang menggenggam erat ujung payung. "Bang Rega gak bisa menjauhkan aku dari anakku, dia anakku, aku yang mengandungnya, aku yang melahirkannya, aku juga yang sudah merawatnya Bang! Apa hakmu melarangku untuk bertemu dengannya?!" Teriak Kayla diakhir kalimatnya. Sungguh, ia paling tidak bisa jika harus dijauhkan dari anaknya. "Hakmu sudah hilang ketika kamu memberikan tubuhmu kepada pria lain. Saya tidak ingin, Shaniya berperilaku seperti ibunya," jawab Rega dengan santai. Baru saja kakinya ingin melangkah, tiba-tiba ada yang menahannya. Ia melihat ke bawah dan mendapati mantan istrinya yang sedang memeluk kakinya sambil menangis di bawah guyuran air hujan. "Bang, aku mohon. Jangan seperti ini, aku tidak sanggup untuk berpisah dengan anakku," isak Kayla sambil terus memeluk kaki mantan suaminya. Dengan kasar, Rega menyentakkan kakinya hingga tubuh ringkih Kayla terjerembab di jalan. "Jangan pernah menyentuh saya lagi. Karena bagi saya, kamu hanyalah hama yang akan membawa penyakit bagi tubuh saya!" Setelah itu, pria berbadan tegap itupun masuk ke rumahnya. Lalu ia tutup pintu gerbang dengan rapat. Tidak dihiraukannya suara tangis wanita yang mungkin masih ia cintai sampai saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD