Chapter 2

1033 Words
Beberapa tahun yang lalu.... "Azanie? Ada apa?" Rayka menatap pada sesosok wanita muda yang selama ini sudah menjadi sahabatnya. Saat ini mereka sedang camping, dan secara tiba – tiba Azanie mengetuk tendanya tengah malam. Rayka sempat mengira kalau itu Innara, tapi ternyata bukan. "Ini udah malem, mending kamu balik ke tenda. Kasihan Innara sendirian." Rayka tersenyum tipis. "Boleh aku masuk sebentar?" Azanie menatap Rayka penuh harap. "Aku nggak bisa tidur, Ray, sementara Innara udah pules banget. Nggak tega aku bangunin dia." Rayka menghela napas, "ya udah, sebentar aja ya?" Azanie mengangguk semangat sebelum masuk ke dalam tenda Rayka. Cuaca di dataran tinggi cukup dingin, dan begitu masuk Azanie langsung menyelimuti dirinya dengan selimut milik Rayka yang ada di dalam tenda. Wajahnya sumringah, dia seperti anak kecil yang mendapatkan mainannya. "Hmm... wangi Rayka!" "Eh, apaan sih!" Rayka merebut selimutnya. "m***m tahu nggak!" "Iihh ... orang kedinginan juga!" Azanie merebut kembali selimutnya. "Kamu kenapa, sih, Ray? Aku kenal kamu bukan satu dua tahun. Kita udah bareng dari kecil, lho. Masa gini doang nggak boleh?" Rayka menghela napas. "Sekarang nggak bisa begitu, Za. Aku udah punya Innara. Sekarang ada batas yang jelas antara aku dan kamu, lalu aku dan Innara." "Apa bedanya? Kami berdua sama – sama sahabatmu, kok." Azanie mendelik. "Innara sekarang pacarku. Apa yang aku lakukan sama dia dengan apa yang kulakukan sama kamu itu beda, Azanie. Aku nggak mau menyakiti Innara, kamu mau bikin aku jadi cowok paling b******k yang tega selingkuh sama sahabat pacarnya?" Rayka menjelaskan panjang lebar. "Aku yakin Innara akan ngerti, kok. Kita kan temen. Iya, kan?" Azanie terkekeh. "Lucu, gimana bisa aku yang kenal kamu duluan tapi sekarang aku yang dibatasi." "Aku nggak membatasi, Za, tapi memang kita harus bersikap sedikit lebih wajar." "Rayka, kalau kubilang aku suka kamu, apa kamu akan berubah pikiran?" Azanie menangkup wajah Rayka, membuat pria itu menatapnya dengan lekat. Mereka pun saling bertatapan selama beberapa saat. Azanie mencoba mencari cinta di mata Rayka untuk dirinnya. Namun nihil. Tidak ada sama sekali yang seperti itu. Tatapan penuh cinta dan kasih sayang itu hanya ada saat Rayka menatap Innara. Itu adalah kenyataan pahit yang harus Azanie terima. Tentu saja Rayka menatapnya hangat, akan tetapi itu jelas berbeda dengan tatapan yang lelaki itu berikan pada Innara. Kenapa harus Innara, Ray, kenapa? "Kamu jangan bercanda, deh!" Rayka mengepis halus tangan Azanie. "Aku nggak bercanda. Apa aku sebercanda itu di mata kamu?" Azanie menatap serius. "Aku tahu kamu mencintai Innara. Aku nggak akan menuntut apapun dari kamu. Tapi tolong perlakukan aku sama seperti kamu memeperlakukan Innara." "Nggak bisa begitu, Za." "Kalau begitu, kita open relationship aja gimana?" Azanie tidak menyerah, dia mendekati Rayka, mengikis jarak di antara mereka sebelum akhirnya berbisik. "Aku tadi lihat, Innara nggak mau kamu cium. Dia enggan kamu sentuh. Bahkan pegangan tangan aja dia ragu – ragu." Rayka menatap penasaran pada Azanie. "Aku bisa gantikan dia melakukan itu, Rayka. Aku bisa kasih kamu ciuman, pelukan, pegangan tangan, atau apapun. Kamu bisa melepas rasa penasaran kamu, dan tetap berhubungan wajar sama Innara. Aku nggak menuntut status. Kita hanya melakukannya karena aku sahabatmu. Aku membantu kamu." Rayka tidak menjawab, tapi saat Azanie mendekatkan wajahnya dan mengecup pipi Rayka perlahan, pria itu tidak menolak sama sekali. Open relationship, hubungan di mana Rayka boleh memperlakukan Azanie lebih dari teman, tanpa status sama sekali. Setelah mengatakan tentang open realtionship pada Rayka, Azanie keluar dan kembali ke tendanya, tidur di sebelah Innara yang masih lelap seolah tak terjadi apa – apa. Kemudian, seiring dengan waktu yang berjalan dan perubahan hubungan antara Rayka dan Azanie kian jelas. Azanie menepati janjinya pada Rayka. Setiap kali Rayka bertengkar dengan Innara, akan selalu ada Azanie yang menghibur. Begitu pula saat Azanie mendapatkan masalah, maka Rayka akan membantunya seolah mereka memang memiliki hubungan khusus. Namun, sampai akhir Innara tidak pernah mengetahui kenayataannya. Wanita itu hanya tahu bahwa Azanie dan Rayka bersahabat. Wajar kalau sesekali Rayka bertemu Azanie tanpa sepengetahuannya. Wajar kalau Rayka terkadang meminta pertimbangan dari Azanie tentang beberapa hal. Wajar juga jika Rayka membantu Azanie dengan segenap kekuatan dan usaha yang dia bisa. Sebab bagi Innara, dia pun akan melakukan hal yang sama untuk Azanie selaku sahabatnya. Sampai suatu saat, setelah Rayka melakukan prosesi lamaran dan pertunangan dengan Innara, mendadak ponselnya berdering tengah malam. Itu adalah Azanie. "Iya, kenapa Za?" [Ray, tolong aku! Tolong!] "Za, kamu kenapa?!" Rayka panik saat ia menerima telepon dan mendapati isak tangis Azanie yang memilukan, padahal mereka baru bertemu di prosesi lamaran sebelumnya, dan Rayka yakin bahwa Azanie baik – baik saja. "Kamu tarik napas yang dalam, tenangin diri kamu dulu, habis itu cerita sama aku. Ada apa?" [Aku benci orang tuaku, Ray, aku benci! Mereka mau jodohin aku sama anaknya kolega bisnis papa yang katanya pernah terlibat kasus pemerkosaan. Dan itu semua cuma demi proyek kerja sama. Mereka mau jual aku, Rayka!] "Za, kamu di mana sekarang?" Rayka panik. "Aku ke sana sekarang. Kamu tunggu dulu sebentar, ya?" [Aku di apartemen. Tolong jangan lama – lama, aku benci sendirian.] Setelah menutup telepon, Rayka pun pergi menuju ke apartemen Azanie. Pria itu begitu terburu – buru sampai melupakan fakta bahwa perempuan yang baru saja ia lamar dalam prosesi pertunangannya tadi siang adalah Innara dan bukan Azanie. Pikiran Rayka hanya dipenuhi rasa khawatir. Lalu, begitu sampai, Rayka mendapati Azanie yang sudah mabuk berat. Berkaleng – kaleng bir dan botol minuman alkohol berserakan di lantai apartemen. Wanita itu bersandar pada sofa, dia menatap lurus ke arah Rayka, kemudian tersenyum lebar saat mendapati pria itu sudah berada di depannya. "Rayka ... aku nggak mau menikahi kolega bisnis Papa." Suara lirih Azanie menyayat hati Rayka. "Berhenti minum, Za." Rayka merebut botol yang ada di tangan Azanie. "Aku mau melupakan semuanya, Ray. Dengan ini aku nggak perlu mengingat kalau orang tuaku berusaha menjualku dengan dalih perjodohan, iya, kan?" Rayka merebut botol itu dari tangan Azanie. Pria itu duduk, dia mulai meneguk minuman beralkohol yang tersisa karena Azanie tak kunjung berhenti minum. "Udah, Za. Semua masalah ada jalan keluarnya. Kamu pasti nanti..." Cup! Satu ciuman mendarat pada bibir Rayka. Wanita itu mengalungkan tangannya dengan manja. "Rayka, tolong jangan pergi. Temani aku malam ini Ray. Aku takut sendirian." Rayka mengangguk singkat, tanpa tahu bahwa setelah persetujuannya itu akan terjadi hal yang bisa merusak segalanya di masa depan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD