JAHS
Prolog
Hitam, gelap. Itulah yang dilihat Karin sewaktu dia membuka matanya. Dia terperangkap di sebuah ruangan bersama barang-barang penuh debu seperti sudah ditinggalkan selama bertahun-tahun. Dia mencoba mengingat detail-detail penting yang menyebabkan dia berada disini, namun tidak bisa, dia tidak mengingat apapun. Ya, dia kehilangan sebagian ingatannya akibat pukulan keras di kepalanya. Kepalanya sangat pusing dan sepertinya sudah dipenuhi banyak memar.
“K--kau,” ucap Karin yang telah terbujur tak berdaya dengan tangan dan kaki diikat serta badan yang penuh memar setelah melihat seseorang masuk ke ruangan tersebut. Karin menyadari bahwa dia mengenali orang tersebut. Karin mulai mendapatkan ingatannya kembali yang menjawab bagaimana dia bisa berada di tempat itu dan bagaimana kondisinya menjadi sangat buruk dan tak tertolong.
“Happy birthday, Karin,” ujar orang tersebut dengan nada lembut dan senyuman khasnya. Karin terkejut dan langsung memeriksa seluruh tubuhnya, mengetahui bahwa ia masih mengenakan gaun ulang tahunnya. Saat itu Karin langsung menyadari dengan siapa dia sedang berhadapan dan fakta bahwa bahaya ada di depan matanya.
“MAU APA KAU?!” Karin berusaha berteriak sekuat tenaga, tenggorokannya sangat kering dan sekujur tubuhnya sudah dipenuhi luka.
“Don’t shout at me, Karin. Kamu harus menghemat tenagamu agar tetap hidup. Oh iya, bukankah seharusnya kamu mengucapkan terima kasih terlebih dahulu kepadaku?” balas orang dihadapan Karin masih dengan senyumannya.
“Be thankful? To you? I don’t want to. So, just tell me what do you want.”
“Kau pasti tahu apa yang ku mau, Karin,” sambung orang tersebut yang kemudian diikuti dengan suara botol yang pecah tepat di kepala Karin membuat gadis itu meringis kesakitan.
‘Apa yang dia inginkan dariku? Apa yang membuatnya marah? Mengapa dia melakukan perbuatan sampai sejauh ini?’
Tak kuasa memikirkan berbagai alasan mengapa ini sampai terjadi. Karin memejamkan mata, merasakan sakit pada luka-luka ditubuhnya. Gadis itu mulai merasakan ketakutan. Tak disangka bahwa orang yang sangat dia kenali dan tidak pernah sedikitpun terdapat kecurigaan kepadanya, sedang berada di hadapannya dan bagai menentukan kematiannya. Karin tidak sembarangan saat membicarakan kematian, itu adalah kemungkinan terburuknya untuk saat ini. Membicarakan kematian, gadis itu teringat kepada kedua orang tua dan teman-temannya. Bahkan dia belum sempat mengatakan terima kasih dan maaf kepada mereka. Setidaknya mereka harus tahu bahwa Karin sangat bersyukur memiliki mereka yang sudah menemani Karin di masa sulitnya. Setidaknya mereka harus tahu hal itu. Hanya itu.
Orang dihadapan Karin menodongkan pistol ke arah gadis itu. “Apakah kau tidak akan menjawab pertanyaanku? Atau kau sebenarnya memang tidak tahu apa kesalahanmu?”
“Jika kau akan membunuhku, sebelumnya biarkan aku mengatakan ini.” Karin meneguk ludahnya kasar, mencoba memberanikan diri dan mengumpulkan suara nya. “Terima kasih sudah menemaniku dan banyak membantuku. Walaupun sepertinya kau akan merenggut nyawaku, tetapi kau seseorang yang pernah kukenal bahkan sampai akhir nafasku. Jangan menyiksa dirimu sendiri, aku kasihan padamu. Semoga Tuhan memberkatimu.” Rasanya menyesakkan untuk kedua manusia yang sedang saling memandang ini. Gadis itu mengucapkannya dengan tulus dan dia harap orang di hadapannya menemukan kebahagiaannya.
“Done? You right. Aku juga sangat mengasihani diriku sendiri. Aku tidak bisa menjaga semua yang kumiliki dan Tuhan tidak pernah mengabulkan doaku.” Gadis itu melihat kesedihan pada mata orang dihadapannya.
“Tapi aku harus melakukannya. Good bye, honey,” ucap orang tersebut dan langsung menarik pelatuk pistolnya.
“Maaf ….” Ucapan terakhir Karin sebelum dia akhirnya pergi untuk selamanya.
*
Jakarta, Kamis, 1 April 2020
“WOI YANG BENER DONG!” teriak Harsa, si tengil pemilik suara emas yang suka memerintah kepada Revaz dan Yura yang memainkan senar gitar mereka dengan acak.
“Jangan teriak-teriak bisa ga?” tanya Zevan, pemain biola yang terkenal akan kepandaian dan ide-ide jeniusnya.
“Udah woi jangan bercanda. Ayo yang bener biar cepet selesai latihannya,” sambung Atlan, drummer paling bijak dan penengah dalam segala masalah.
Kira-kira begitulah suasana siang hari setiap hari Kamis. Hari dimana semua ekstrakurikuler musik berlatih bersama dengan menggabungkan gitar, drum, biola, piano, harpa dengan nyanyian merdu serta dance yang membuat hari itu seperti pentas seni. Kebetulan akan diadakan lomba seni yang dilaksanakan di sekolah mereka. Sebagai tuan rumah, mereka berniat mengirimkan perwakilan lomba yaitu grup musik yang digabungkan dengan nyanyian dan tarian modern.
“Ayo kumpul disini semuanya, Bapak mau kasih informasi penting mengenai lomba yang sebentar lagi akan dilaksanakan di sekolah kita,” ucap Pak Jae, guru seni musik paling rupawan yang jadi idola murid-murid perempuan di Jakarta Art High School (JAHS).
--Jakarta Art High School, sekolah seni paling terkenal dan favorit di Jakarta yang menjadi incaran para pelajar sekolah menengah untuk melanjutkan pendidikannya di sini. Sekolah ini memiliki empat lantai dengan lift dan berbagai fasilitas keren lainnya, seperti kolam renang, lapangan yang besar, hingga berbagai jenis peralatan musik yang tersedia dan dapat digunakan secara bebas oleh para siswa. Tak jarang banyak yang menjadi tokoh profesional dunia di bidang seni setelah lulus dari sekolah ini.--
“Oh my god! He’s so handsome,” ucap Lily, seorang pianis handal yang senang mencoba hal-hal menantang, setelah melihat Pak Jae.
“Ganteng apanya sih, I’m more handsome than him,” sambung Harsa.
“Too confident for someone like you,” lanjut Lily yang sudah amat malas berdebat dengan Harsa.
“Students, pay attention please. So, as you know sebentar lagi akan ada perlombaan seni yang diadakan di sekolah kita, dan tahun ini Bapak ingin coba menggabungkan semua alat musik yang ada di sekolah kita dengan nyanyian dan tarian modern untuk jadi perwakilan lomba dari sekolah kita. Bapak sudah memilih diantara seluruh murid JAHS yang menurut Bapak mempunyai potensi lebih untuk mengikuti lomba ini,” ucap Pak Jae membalik secarik kertas berisi nama-nama yang akan Ia sebutkan.
“Aduh jangan sampai kepilih deh gue,” gerutu Vella, pemain harpa cantik yang sangat baik hati dan murah senyum.
Sementara di belakang barisan, Karin dan Zeanne, dancer handal yang terkenal karena harta kekayaan mereka yang bak tak habis 7 turunan dan menjadi pentolan sekolah sedang tertawa terbahak-bahak karena meme yang dilihatnya di media sosial miliknya.
“Can you both keep your mouth shut?” cetus Jovan, dancer lelaki yang merupakan murid pindahan dan terkenal dengan julukan ‘si julid’ dengan segala omongan pedasnya. Dan tentunya sebagai seorang penari, kelenturan tubuhnya dalam menarikan berbagai tarian modern maupun tarian lainnya tidak dapat diragukan.
“Yaudah maaf,” sambung Karin dan Zeanne
Sementara Harsa sedang mengobrol dengan Zevan yang merupakan teman sekelas Harsa. “Pasti gue kepilih nih, suara gue kan paling bagus disini” ucap Harsa.
“Ah masa?” sambung Zevan. “Liat aja nanti,” cetus Harsa masih dengan gaya khasnya.
“Bapak akan sebutin nama-nama perwakilannya satu persatu. Yang namanya Bapak sebut tolong maju ke depan,” –Pak Jae mulai membaca-- “Zevan, Atlan, Harsa, Revaz, Yura, Lily, Vella, Jovan, Karin dan terakhir Zeanne.”
“See? gue kepilih. Harsa gitu loh,” ucap Harsa bangga dengan nada sombongnya.
“Iya, Sa. Suara lo emang paling bagus seantero jagat raya melebihi batas dan melampauinya,” ucap Lily jengah mendengar omongan Harsa.
Sementara Jovan yang terpilih dan akan menari bersama Karin dan Zeanne menggerutu kesal. “Kenapa sih gue harus kepilih bareng kalian?” ucap Jovan kepada Karin dan Zeanne.
“Lah, emang kenapa? You feel uncomfortable? Just resign boy,” ucap Zeanne
“I don’t want. This is my golden opportunity,” balas Jovan
“So, just hold on boy. Wleee ....” Karin dan Zeanne meledek Jovan.
Sementara Revaz dan Yura lompat-lompat kegirangan karena mereka terpilih menjadi satu tim. Revaz dan Yura adalah teman satu sekolah saat Sekolah Menengah Pertama (SMP), mereka juga satu SMP dengan Zevan, Harsa, dan Atlan.
“Untuk kalian yang terpilih, Bapak ucapkan selamat. Bapak minta kalian latihan bersama dengan lagu yang sudah ditentukan. Untuk harinya, silahkan kalian putuskan sendiri. Pilih hari dimana semua anggota bisa berlatih agar kalian dapat lebih maksimal latihannya. Semangat! Bapak yakin kalian pasti bisa. Harumkan nama sekolah kita,” ucap Pak Jae disertai senyum manisnya.
“SIAP PAK!” –mereka saling menatap-- “tenang aja pak, kita pasti menang,” sambung Harsa yang diikuti gemuruh sorakan anggota lain.
"Setelah berdiskusi panjang, akhirnya mereka memutuskan untuk berlatih bersama setiap hari Kamis sepulang sekolah. “Oke, jadi hari ini pulang sekolah kita latihan bareng ya, kita ketemuan di aula aja gimana?” ucap Atlan. “Setujuuu!” sambung yang lainnya. Mereka pun kembali ke kelas masing-masing dan melanjutkan pelajaran.
*
Kringggg Kringggg Kringggg
Bel pulang berbunyi. Waktu menunjukkan tepat pukul 15.00.
Semua siswa bergegas keluar kelas dan pulang ke rumah masing-masing untuk mengerjakan tugas yang diberikan ataupun beristirahat setelah melewati hari yang melelahkan di sekolah. Sementara Zevan, Atlan, Harsa, Revaz, Yura, Lily, Vella, Jovan, Karin, dan Zeanne turun menuju aula yang berada di lantai 2 sekolah mereka.
“Aduh mana sih Revaz sama Yura? Kebiasaan banget telat,” ucap Harsa.
“Sabar aja, kita tunggu sebentar lagi,” sambung Atlan. Bisa dilihat bukan? Atlan adalah yang paling sabar.
“Nah itu mereka,” ucap Vella yang melihat Revaz dan Yura di ujung koridor.
Revaz dan Yura berjalan santai, tanpa dosa, seolah tidak terjadi apa-apa dengan membawa makanan dan minuman yang mereka beli di kantin sekolah.
“Bagus … jajan aja sana gausah kesini” cetus Jovan.
“Iya deh maaf,” lanjut Revaz dan Yura.
“Udah ayo masuk, kita mulai latihannya,” ucap Zevan beranjak ke dalam aula.
Akhirnya mereka semua masuk menuju aula dan menyiapkan alat-alat yang sudah mereka bawa dari ruang penyimpanan alat musik kemudian bersiap untuk memainkannya sesuai dengan pembagian tugas yang sudah didiskusikan. Tanpa mereka sadari, Mereka menjadi semakin akrab karena terpilih untuk mengikuti lomba tersebut. Mereka terus berlatih hingga waktu menunjukkan pukul 18.00.
Setelah dirasa cukup mereka menyudahi latihan untuk hari ini. “Guys udah mulai malam, orang tua kalian pasti nyariin. kita sudahi aja ya untuk hari ini,” ucap Atlan
"Setuju,” sambung yang lainnya.
Kemudian mereka merapikan aula dan mengembalikan alat musik yang dipakai ke tempat semula dan bergegas pulang menuju rumah masing-masing. Vella yang tinggal bersama neneknya pulang dengan menggunakan bus, sementara Revaz dan Yura berjalan kaki karena rumah mereka tidak terlalu jauh dari sekolah dan kebetulan berdekatan. Atlan dan Zevan pulang menggunakan motor Atlan, karena mereka adalah tetangga jadi tentu pulang bersama akan lebih hemat. Harsa dan Jovan pulang dengan motor mereka masing-masing dan Lily berjalan kaki. Sementara Karin dan Zeanne pulang menggunakan mobil pribadi dengan dijemput oleh supir mereka masing-masing.