Malapetaka
"Apa yang kau lakukan?" Yura berusaha mendorong Saka yang kini mengukung tubuhnya. Ada selimut tebal pula yang menutupi punggung pria itu sebagai penutup tubuh polos mereka berdua.
"Diamlah jangan bergerak!" Saka menyilang kedua tangan Yura di atas kepala.
Menahan agar gadis ini tak lagi meronta seperti sekarang. Bisa-bisa rencananya gagal jika ketahuan ini semua hanyalah sebuah drama semata.
"Tolong menyingkirlah, kumohon," pinta Yura memelas.
Berharap Saka angkat kaki agar dia bisa mengenakan kembali pakaiannya. Entah kenapa pagi ini dia terbangun dengan Saka yang telah berada di atas tubuhnya, dan Yura pun tidak bisa menemukan di mana keberadaan pakaiannya.
"Aku mohon lepasin ini bisa membuat orang salah paham."
Tangis Yura pecah juga setelah berusaha kuat dan meyakinkan dirinya semua akan baik-baik saja.
Namun semua semakin memburuk saja saat dirinya mendengar dentuman pintu yang dibuka secara kasar. Yura membulatkan matanya saat menemukan sosok Reksa di ambang pintu kamar tersebut.
Rahang pria itu tampak mengeras kedua tangannya mengepal erat melihat bagaimana posisinya dan Saka yang tentunya menghadirkan masalah besar, pasalnya lusa dirinya dan Reksa akan melangsungkan pernikahan.
"Mas aku bisa jelaskan ini semua." Yura mendorong Saka.
Tadinya pria itu bertahan dan tak bergeming sama sekali, namun sekarang dengan mudahnya Saka melepaskan.
Saka bergegas meraih selimut untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Begitu pula dengan Yura terpaksa berbagi selimut dengan Saka agar tak semakin membuat Reksa salah paham padanya.
"Begini kelakuanmu? Katanya ingin merayakan party sebelum melepas masa lajang, ternyata apa? Kau datang kemari untuk menyampaikan kata perpisahan kepada laki-laki berengsek ini?" Menunjuk Saka yang kini tersenyum tipis menatap ke arahnya.
"Nggak, Mas. Ini nggak seperti yang kamu bayangkan aku dan dia …"
"Tutup mulutmu!"
Reksa melepaskan cincin pertunangan yang masih melingkar di jari manisnya. Sekitar dua minggu yang lalu dia dan Yura bertunangan dan lusa mereka akan menikah.
Namun hari ini semuanya telah hancur dan musnah. Cincin tersebut melayang. Dilempar reksa ke wajah Yura.
"Anggap saja kita tidak pernah menjalin hubungan apapun. Dan lupakan rencana pernikahan kita," tuturnya melangkah pergi membawa segala amarah dan benci yang kini bercampur aduk menjadi satu.
Detik kemudian Cindy muncul.
"Apa yang kalian berdua lakukan di sini? Pantas saja kamu tidak ada di kamarku ternyata kamu kemari mencari Mas Saka? Sejak kapan kalian berdua menjalin hubungan? Bisa-bisanya kalian itu …" Cindy menggantung ucapannya menunjuk Saka dan Yura secara bergantian.
Gadis itu tampak syok melihat sahabatnya satu ranjang dengan sang kakak.
"Cin, aku bisa jelaskan ini."
"Yura, pakailah kembali pakaianmu. Kedua orang tuamu ada di bawah begitu pula dengan kedua orang tua Reksa," tutur Cindy mundur dua langkah agar bisa menutup kembali pintu kamar sang kakak.
Wajah syoknya berubah menjadi berbinar bahagia, kedua sudut bibirnya terangkat puas dan senang akhirnya bisa memisahkan Reksa dari Yura, sahabatnya.
"Anak anda bukanlah wanita baik-baik jadi jangan harap ada pernikahan di antara kami!" tekan Reksa menyeret pergi kedua orang tuanya dari kediaman Cindy.
Tadi subuh-subuh sekali Cindy menghubunginya dan mengatakan bahwa semalam dia dan teman-teman mengadakan pesta lajang untuk Yura. Namun nyatanya apa , Yura malah lebih memilih menginap di kamarnya Saka dibandingkan di kamarnya.
Cindy juga meminta Reksa membawa kedua orang tuanya begitu pula dengan kedua orang tua Yura sebagai saksi bahwasanya Yura itu sebenarnya tidak sebaik yang mereka bayangkan .
Tidak setia yang diagung-agungkan Reksa selama ini kepada semua orang. Cindy juga menambahkan bahwa selama ini dia curiga Saka dan Yura menjalin hubungan dan mengatakan mereka sering berduaan.
Alhasil inilah yang dapat di Reksa, dan tentunya pria itu tidak sudi melanjutkan rencana pernikahan yang telah rampung dipersiapkan.