Selina yang sedang terlelap merasa tubuhnya terasa ringan dan melayang di udara. Walaupun kelopak matanya terasa berat untuk dibuka, tetapi hidung bangirnya dapat mencium aroma parfum kekayuan yang begitu menenangkan dirinya. Masih dalam kondisi setengah sadar, Selina dapat merasakan dirinya diletakkan di atas sebuah tempat yang sangat empuk dan lembut. Benar-benar sangat nyaman dan membuatnya kembali terlelap hingga keesokan paginya.
Sang dewi cahaya pagi perlahan menyusup masuk melalui sela-sela tirai tipis yang menutupi jendela besar sebuah ruangan. Cahaya tipisnya menerpa tubuh seorang gadis yang sedang menggeliat malas di balik selimut tebalnya. Hawa dingin ruangan membuatnya kembali meringkuk semakin dalam. Seberkas cahaya tersebut menusuk kulit putih wajah gadis itu sehingga membuatnya terpaksa untuk membuka kedua netra coklat hazelnya secara perlahan.
Gadis itu menguap lebar, lalu meregangkan kedua tangannya ke atas dan menggosok-gosokkan matanya sejenak. Aktivitasnya terhenti ketika kesadarannya telah hampir kembali sepenuhnya. Sepasang netra cokelat hazel itu mengedarkan pandangannya ke sekitar dengan panik, lalu membulat dengan sempurna.
'Astaga, ini di mana? Kenapa aku bisa di sini?'
Selina baru menyadari dirinya berada di sebuah ruangan yang sangat asing dan di atas sebuah tempat tidur berbentuk lingkaran yang sangat luas. Tampak kepanikan di wajah gadis itu.
Ia memijit pelipisnya. Mencoba mengumpulkan ingatan sebelumnya, lalu gadis itu menepuk keningnya setelah mengingatnya. Ia pun segera memeriksa tubuhnya dan menghela napas lega setelah medapati pakaiannya masih menempel utuh di tubuhnya.
"Kok bisa sih aku ketiduran sampai gak sadar dibawa ke tempat ini?" gumamnya.
Selina segera beranjak dari tempat tidur yang berukuran besar itu dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Namun, langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara gemericik air dari pintu di samping tempat tidur itu. Rasa penasaran gadis itu membuatnya membalikkan tubuhnya dan pandangannya terfokus pada sebuah pintu kaca bening yang telah basah oleh cipratan air.
Tampak sosok punggung kekar seorang pria dari balik pintu kaca yang tidak sepenuhnya tertutup cipratan air dan embun air hangat yang mengalir dari keran shower tersebut. Walaupun Selina tidak dapat melihat terlalu jelas siapa pemilik sosok tubuh itu, tetapi pria itu mampu membuatnya terkesima dan meneguk air liurnya dengan bersusah payah.
"Badannya sungguh bagus," puji gadis itu bergumam sendiri.
Gadis itu pun terperanjat dan segera membalikkan tubuhnya ketika manik mata kuning keemasan seperti amber milik pria itu menoleh. Tatapan dingin pria itu tadi bertemu dengan mata cokelat hazelnya. Ia pun segera mengambil langkah seribu untuk keluar dari ruangan itu, tetapi sayangnya ia kalah cepat.
Sebuah lengan kokoh telah menarik tubuhnya lebih dulu ketika tangannya hampir menggapai handle pintu ruangan. Gadis itu pun meronta dengan kedua mata terpejam erat.
"Lepaskan aku! Lepaskan!" teriak Selina dengan kedua tangan memukul pria itu dengan acak.
"Dasar gadis m3sum," cibir pria itu dengan suaranya yang berat dan dalam. Aroma mint dari mulut pria itu sungguh mampu menghipnotis gadis itu hingga Selina tidak berani menarik napasnya dalam-dalam.
"Siapa yang m3sum, hah?"
Refleks, Selina membuka matanya dan mendelik tajam ke arah manik mata amber tersebut. Gadis itu tertegun sejenak seakan sedang menyelidiki penampilan pria asing tersebut. Ia akui wajah pria maskulin tersebut sangat menggoda matanya.
Aroma sabun yang menguar dari tubuh pria itu membuat Selina tidak berani bernapas, tetapi kekaguman gadis itu berubah menjadi kekesalan setelah ia menyadari siapa sosok pria di hadapannya saat ini. "Ternyata kamu! Dasar pria m3sum!" sentak Selina geram.
Seringai di wajah Reagan pun mengembang. "Oh? Aku m3sum? Kalau begitu kita pasangan yang sangat serasi," timpalnya seolah mengagumi julukannya itu.
"Siapa yang mau jadi pasanganmu, huh!" Selina mendengus kesal dikatakan m3sum oleh Reagan. Ia tidak sudi menjadi pasangan pria m3sum itu.
"Bukankah kemarin kamu seharian menungguku karena ingin menjadikanmu istriku?" Reagan mencoba mengingatkan tujuan gadis itu datang menemuinya.
"Apa?" Selina melongo dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia baru menyadari bahwa sosok pria itu adalah pria yang ingin ditemuinya kemarin. "Ja-Jadi kamu …."
Selina meneguk salivanya perlahan. Ia tak menyangka pria m***m yang ditemuinya waktu itu adalah pimpinan perusahaannya sendiri.
"Yah begitulah. Apa sekarang kamu berubah pikiran?"
Reagan melepaskan rangkulannya pada pinggang gadis itu dengan kasar. Ia pun berjalan menuju sebuah lemari besar berwarna putih di ruangan itu. Tangannya pun mengambil salah satu setelan jasnya yang tertata rapi di lemari itu, lalu mengambil kemeja putih di salah satu gantungan itu.
Sebelum mengenakan pakaiannya, Reagan mengambil handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya. Pria itu terlihat semakin memukau dengan keadaan rambut yang masih basah dan tidak beraturan. Sampai-sampai Selina pun tidak menyadari jika dirinya tidak mengalihkan pandangannya sedetik pun dari pria yang masih bertelanjang d**a dengan handuk yang melingkari pinggangnya.
"Apa kamu berencana menelanjangiku langsung dengan kedua matamu?" sindir Reagan.
Selina pun tersentak. Ia segera memalingkan wajahnya yang memerah dan berjalan keluar dari ruangan itu tanpa mengatakan apapun. Ia terus merutuki dirinya yang ketahuan terpana dengan ketampanan pria m***m itu.
Setelah keluar dari ruangan itu, Selina cukup kaget setelah mengetahui ternyata ruangan yang ia tempati semalam adalah ruangan peristirahatan atasannya itu. Ruangan itu berada di belakang ruangan kerja pria itu.
"Jadi aku masih di hotel?" gumam Selina.
Lamunan Selina terhenti ketika Gracia memasuki ruangan itu. Wanita itu cukup kaget melihat kehadiran Selina di sana, apalagi dengan kondisi pakaian dan rambut Selina yang terlihat tidak beraturan. Sebenarnya hari ini bukanlah hari kerja Gracia, tetapi Reagan memintanya datang untuk mengurusi beberapa dokumen urgent yang diperlukannya.
"Nona Anderson? Kenapa Anda bisa berada di sini?" tanya Gracia kaget. "Ah, bukan. Maksudku, semalam Anda tidak pulang dan bermalam di sini?"
Selina menyengir. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia juga tidak tahu harus menjawab apa, tetapi ia hanya berucap, "Maaf, Nona Brown. Tapi semalam aku benar-benar kelelahan dan—"
"Semalam dia bersama denganku, Gracia." Reagan yang telah mengenakan pakaiannya dengan rapi, keluar dari ruang peristirahatannya itu dan menyela pembicaraan Selina.
Jawaban Reagan membuat Gracia tercengang dan mengambil suatu kesimpulan di dalam hatinya. Namun, hal itu sukses membuat mulut Selina menganga. Gadis itu pun berbalik dan menatap Reagan dengan tajam, lalu kembali menoleh ke arah Gracia yang menjadi segan kepadanya.
"Nona Brown, saya harap Anda tidak salah paham. Saya dan Tuan Hernandez tidak melakukan apapun," kilah Selina cepat. Berusaha menjelaskan bahwa kejadian semalam bukan seperti yang dipikirkan wanita bermata biru itu.
Reagan menyeringai, lalu mendekati Selina dan memeluk pinggangnya dari samping. "Apa kamu malu, Sayang? Tidak apa-apa. Nona Brown sudah terbiasa dengan hal ini," ucap Reagan.
"Dasar brengseek!" umpat Selina.
Gracia cukup terkejut mendengar ucapan atasannya itu. Akan tetapi, ia lebih terkejut dengan kalimat kasar yang dilontarkan Selina kepada pria yang terkenal dingin dan kejam tersebut. Biasanya semua wanita yang datang menemui atasannya itu pasti kebanyakan datang untuk merayu bahkan mencoba mencari perhatiannya, bukan seperti Selina yang malah memancing kemarahan pria itu.
Namun, yang membuatnya kaget lagi adalah Reagan sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan kasar Selina, bahkan pria itu menyunggingkan senyumannya. 'Oh My God, apa hari ini dunia akan berakhir?' batin Gracia, syok.
Sebelum Selina menyemburnya dengan kata-kata yang lebih kasar lainnya, Reagan pun menyela dan menyuruh Gracia keluar dari ruangannya. Benar sesuai dugaan Reagan, Selina langsung menepis tangannya dari pinggang rampingnya itu, lalu memakinya dengan kasar sepeninggalan sekretarisnya itu.
"Tuan Hernandez, saya harap Anda tidak membuat orang lain salah paham. Saya dan Anda tidak melakukan apapun semalam!" tukas Selina.
"Oh, ya? Apa Anda bisa membuktikannya? Bahkan semalam Anda masih bisa tidur dengan nyaman sambil memelukku." Reagan mencoba mengingatkan hal yang terlintas di pikirannya.
Pria itu tersenyum tipis ketika mengingat hal itu. Anehnya, semalam Reagan dapat tidur dengan nyenyak dengan hanya memeluk tubuh wanita itu. Padahal biasanya ia sangat sulit tidur karena sering bermimpi buruk, tetapi semalam bahkan Reagan tidak memimpikan apapun. Tampak wajah tampannya yang sangat berseri pagi ini karena waktu tidurnya yang cukup.
Mulut Selina menganga lebar. "Tidak mungkin!" Teriakan gadis itu membuyarkan lamunan Reagan.
Reagan tertawa kecil. "Nona Anderson, bahkan Anda pun tidur seperti orang mati. Bagaimana mungkin Anda bisa menyangkalnya? Saya adalah korban di sini, bukan Anda. Saya ingin meminta pertanggungjawabanmu," timpal Reagan.
"Ini benar-benar gil4!" seru gadis itu syok dengan perkataan pria berwajah dingin itu.
Selina memijat kepalanya yang terasa sakit dan berdenyut hebat. Rasanya berbicara dengan pria di depannya ini benar-benar menguras tenaganya. Ia pun memejamkan matanya dengan erat, lalu menghela napasnya panjang.
Reagan berjalan menuju meja kerjanya, lalu duduk di kursi kebesarannya dengan santai. Ia mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada meja berukuran lebar dengan salah satu kakinya bertumpu pada kakinya yang lain. Ia menunggu pendekatan wanita itu terhadapnya.
Sesuai dugaan Reagan, akhirnya Selina menurunkan pertahanannya dan menghampiri meja kerjanya. "Tuan Hernandez, saya ingin berbicara serius dengan Anda," ucapnya.
"Masalah apa? Gesund?" tebak Reagan. Salah satu alisnya terangkat ke atas dengan angkuh.
"Iya. Anda sempat menawarkan kepada ayahku kalau Anda bisa menyelamatkan Gesund, bukan?" Selina mencoba mengingatkan pria itu.
Reagan mengangguk sekilas. "Ya, tentu saja dan ada syaratnya," jawabnya santai.
"Apa Anda bisa mengganti syaratnya?" pinta Selina. Kali ini nada suaranya sedikit memelan seperti sedang memohon dengan enggan.
"Tidak," jawab Reagan dengan tersenyum miring.
Selina menggertakkan giginya kesal. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ia tak menyangka pria m***m inilah yang menawarkan bantuan kepada ayahnya. Jika Selina tahu sejak awal, mungkin ia tidak akan datang memohon kepadanya. Namun, ia juga tidak memiliki pilihan lain. Raut wajah sedih ayahnya kembali terlintas di benaknya.
"Sebenarnya kenapa Anda mengajukan syarat seperti itu, Tuan Hernandez? Kita pun tidak saling mengenal," selidik Selina penasaran atas permintaan Reagan kepada ayahnya.
"Itu karena …."
To be continue ….