-FLAME-

1505 Words
Camellia Flame pada awalnya hanya sebuah merek dari sabun mandi organik biasa dengan nama Camellia. Tapi atas kerja keras dari seorang anaknya yang bernama Flame, produk ini laris manis sampai dibuatlah pabrik besar untuk membuat sabun Camellia Flame. Perusahaan ini diwariskan secara turun temurun ke keluarga Flame dan sampailah ke keluargaku.  Ya, sebenarnya Viro benar.  Keluargaku merahasiakan nama belakang kami. Karena sejak dulu keluarga Flame mendapat banyak teror dari sekelompok orang. Entahlah mereka itu sebenarnya siapa, yang pasti mereka mengincar nyawa kami, keluarga Flame. Bahkan kami curiga bahwa kecelakaan kapal yang dialami orang tuaku adalah sebuah kesengajaan dari mereka yang mengincar nyawa keluarga Flame. Rata-rata anggota keluarga Flame meninggal dengan cara yang tidak wajar. Bahkan banyak yang menghilang begitu saja. Oleh karena itu orang tuaku tidak menambahkan kata Flame pada namaku dan Daniel. Dan memberi kami tempat tinggal sendiri. Tujuannya adalah untuk melindungi kami dari 'mereka'. Status Daniel sebagai keturunan laki-laki tunggal dari keluarga Flame juga dirahasiakan. Daniel menjabat sebagai pemilik dari Camellia Flame dengan bersusah payah. Karena statusnya sebagai keluarga Flame dirahasiakan menyebabkan ia harus memulai usahanya dari nol. Usaha Daniel tersebut juga dibarengi dengan rencana Ayah. Ayah sudah merencanakan semuanya agar perusahaan jatuh ke tangan Daniel bagaimanapun caranya. Walaupun begitu aku dan Daniel harus tetap waspada pada orang lain dan pada setiap situasi. Bisa jadi ada orang yang mengetahui identitas kami sebagai keturunan keluarga Flame dan memberitahukannya pada para pembunuh itu. Atau orang itu adalah pembunuhnya. Selain itu ada sebuah dongeng yang secara turun temurun diceritakan oleh keluargaku tentang Camillia Flame. Cerita tentang seorang manusia dan siren yang saling jatuh cinta kemudian memutuskan untuk menikah. Cerita ini memang tidak  terlalu bagus tapi kami harus tetap menceritakan dongeng ini ke anak cucu kami, bahkan dongeng ini telah dibukukan dan hanya bisa dibaca oleh keluarga Flame.  Dongeng itu bercerita tentang manusia dan siren yang menikah kemudian memiliki anak kembar. Anak yang pertama lahir diberi nama Yorick, dia adalah seorang manusia dan anak yang lahir selanjutnya diberi nama Camellia, dia adalah seorang siren karena memiliki ekor. Karena perbedaan fisik yang mereka miliki akhirnya mereka dipisahkan, yang satu dibesarkan di darat sedangkan yang satu dibesarkan di laut. Suatu hari saat mereka sudah berusia lima tahun, mereka dipertemukan. Akan tetapi pertemuan itu malah menjadi sebuah bencana karena Yorick mencoba melakukan apa yang dilakukan oleh Camellia untuk memecahkan gelembung dengan kekuatannya. Akhirnya terjadi kerusakan parah di sekitar mereka karena Yorick yang belum bisa mengendalikan kekuatannya. Dari kejadian ini baru diketahui kalau Yorick juga memiliki kekuatan dari Bangsa Siren. Setelah kejadian itu Yorick dan Camellia akan sakit saat saling berdekatan dan kembali sehat jika berjauhan. Keadaan ini membuat mereka tidak dapat berdekatan lagi. Untuk mengetahui apa yang terjadi pada anaknya, orang tua mereka mendatangkan tabib kerajaan. Tabib itu mengatakan, “Karena telah menyalahi kodrat manusia dan siren maka kekuatan yang berada di tubuh kedua anak ini menjadi terhubung dan tidak stabil sehingga saling menyerang dan hal ini bisa diatasi kalau kedua anak ini dapat mengendalikan kekuatannya. Sebisa mungkin mereka harus saling berjauhan agar tidak menyakiti satu sama lain, tapi ini tidak bertahan lama karena cepat atau lambat kekuatan mereka juga akan saling menyerang. Ada cara lain, tapi ini membutuhkan waktu yang lama. Kita harus menyegel kekuatan Yorick sampai Camellia dapat menguasai kekuatannya” Orang tua mereka memilih untuk menyegel kekuatan Yorick dan mengirim Camellia ke kerajaan bawah laut untuk belajar mengendalikan kekuatannya selama dua puluh tahun. Setelah belajar selama dua puluh tahun, Camellia harus berada di dekat Yorick untuk mengajarkan cara mengendalikan kekuatannya. Dengan cara ini Camellia dapat menjadi lebih kuat dan Yorick dapat mengendalikan kekuatannya sehingga tidak saling membunuh satu sama lain karena kekuatan mereka saling terhubung. Sejak saat itu keturunan Yorick dan Camellia harus saling menjaga satu sama lain agar tidak terbunuh oleh kekuatan yang mereka miliki. *** Hari ini aku berangkat lebih pagi dari jam kuliahku. Aku tidak ingin terlambat di kelas yang sama untuk kedua kalinya. Karena kejadian kemarin sudah membuatku sangat malu. Tapi sialnya aku baru mendapat kabar kalau kelasnya kosong beberapa menit sebelum kelas dimulai. Kuliah hari ini diganti ke lain hari karena dosennya sedang pergi karena urusan kampus. Karena tidak ada hal lain yang akan aku lakukan maka setelah mengetahui hal tersebut aku memutuskan untuk pulang ke rumah.  "Mengesalkan sekali ... Bisa-bisanya aku terkena kesialan dihari ulang tahunku yang kedua puluh," gumamku dalam hati. Aku baru saja sampai di tempat parkir dan akan mengambil sepeda. Dari kejauhan terdengar ada seorang laki-laki yang memanggilku. "SIREN!" teriak orang itu. Aku hanya menengok ke arah sumber suara dan tidak menjawab karena jaraknya denganku cukup jauh. Sehingga aku tidak dapat mengenali siapa orang itu. Aku melanjutkan langkahku menuju ke tempat parkir sepeda. Setelah mengambil sepeda dan bersiap untuk pulang, orang yang tadi memanggilku mendekat. Ternyata orang itu adalah Viro. Sepertinya dia berlari untuk mengejarku. Itu terlihat dari banyaknya keringat yang menempel pada wajahnya dan nafasnya yang tidak teratur. Dengan nafas yang terengah-engah dia berbicara padaku.  "Dimana ... Dimana bukunya?" tanya Viro sambil berusha mengatur nafasnya. "Buku apa?" jawabku tak mengerti. "Siren." "Ya?" "Buku ... Hah ... Bukunya?" jawabnya sambil menghembuskan nafas panjang. "Buku apa?" "Buku ... buku 'Siren'." "Iya buku apa Viro?" "BUKU DENGAN JUDUL 'SIREN'!" teriak Viro di hadapanku. Aku pun terdiam sejenak untuk mencoba memahami situasi. Seketika mood ku menjadi tidak baik. Kemudian aku bersiap untuk mengayuh sepedaku untuk pulang dan  meninggalkan Viro. "Tunggu," kata Viro sambil menarik bahuku. Aku hanya memandangnya dengan tatapan kesal. "Oke, begini Siren. Emm ... Aku minta maaf karena berteriak tadi. Tapi ini situasi darurat." Aku hanya memiringkan kepala sambil mengernyitkan dahi. "Buku itu adalah jebakan dari 'mereka'. Mereka sudah tau siapa kau." Aku hanya terdiam tidak mengerti apa yang dia bicarakan dan aku masih merasa kesal dengannya. "Pinjam ponselmu." Viro mengambil ponselnya lalu ia berikan padaku. Aku langsung mengetikkan nomor ponselku dan kuberikan kembali ponselnya.  "Hubungi aku nanti malam. Moodku sedang tidak baik. Aku pulang duluan, bye Viro." Viro hanya diam di tempatnya. Aku tidak peduli dan melanjutkan perjalananku. Setelah menempuh setengah perjalanan aku sampai di jalan yang paling ramai di kota. Ketika aku akan menyebrang jalan, sepedaku tiba-tiba tidak bisa dikayuh dan berhenti tepat di tengah jalan. Dari ujung jalan tampak sebuah truk yang melaju kencang. Aku turun dari sepeda dan berusaha mendorongnya. Tapi seperti ada sesuatu yang menahan sepedaku untuk tetap berada di tempatnya.  "Mungkin rantainya putus," pikirku. Tapi setelah aku lihat, rantainya baik-baik saja. Aku menengok ke kanan dan ke kiri berharap ada seseorang yang bisa dimintai bantuan. Tapi disaat-saat seperti ini kenapa jalanan begitu sepi. Tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan. Lupakan soal sepeda, nyawaku lebih penting. Aku langsung berlari ke seberang jalan. Truk itu semakin mendekat hingga akhirnya menabrak sepedaku. Brakk... Sepeda kesayanganku hancur sedangkan truk s****n itu tetap melaju kencang seperti sedang berada di jalan tol. Sepedaku sudah tidak berbentuk. Rodanya lepas dan penyok, badannya patah dan sedelnya terlempar entah ke mana. Aku terdiam. Meratapi nasib sepeda kesayanganku.  Aku tersadar dari lamunanku ketika merasakan ada sebuah tangan yang mencengkram pergelangan tanganku. Setelah aku lihat siapa pelakunya, ternyata itu adalah dia. Laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Dia laki-laki yang waktu itu menabrakku di depan perpustakaan. "Ikut aku!" ucapnya sambil menarik tanganku secara kasar. "Tidak! Lepaskan!" Aku berusaha melepaskan cengkramannya dari tanganku. "DIAM! Cukup ikuti perintahku jika kau tak ingin mati!" Aku terdiam mendengar bentakan laki-laki itu. Aku semakin kesal, tadi Viro membentakku sekarang laki-laki ini. "Aku tidak akan mati ditanganmu! LEPASKAN!!" teriakku padanya. "Baiklah kalau begitu. Kau akan menyesalinya." Laki-laki itu mencengkram pergelangan tanganku semakin kuat dan menyeretku menjauh dari tempat itu menuju sebuah g**g sempit. "Aarghh ... Sakit. Lepaskan!" Teriakku sambil berusaha melepaskan diri. Aku bisa merasakan kuku-kukunya mulai menancap di kulitku. Ini terasa sangat sakit. Dia tak kunjung melepaskan cengkramannya yang sangat menyakitkan. Padahal aku sudah meronta sekuat tenaga. Setelah cukup lama meronta, energiku seperti habis. Aku tidak tahu habis karena aku terus meronta atau habis untuk menahan rasa sakit ini. Tubuhku terasa lemas, aku tidak bisa meronta lagi. Akhirnya lututku bersentuhan dengan kasarnya trotoar. "SIREN!" panggil seseorang. Dengan sisa energi yang ada aku menoleh ke sumber suara, ternyata itu Viro. "Viro! Tolong aku!"  teriakku. Setelah berteriak kepalaku terasa sangat sakit, pandanganku mulai kabur. Aku hanya mampu melihat Viro yang mengepalkan kedua tangannya, wajahnya terlihat sangat ... Marah? Dia mendekat ke arah laki-laki yang mencengkram tanganku. Brukk... Seketika laki-laki yang mencengkeram tanganku tadi sudah terbanting ke aspal. Dia sudah melepaskan cengkramannya dari tanganku. Aku berusaha untuk berdiri mendekati Viro. Tapi kepalaku malah semakin terasa sakit. Akhirnya lututku kembali menyentuh trotoar. Aku pegang kepalaku dan kupejamkan mataku. Berharap rasa sakit ini dapat sedikit berkurang. Namun yang aku lakukan sia-sia. Kepalaku tetap sakit. Saat aku berusaha menahan rasa sakit di kepalaku, aku dapat merasakan seseorang mengangkat tubuhku. Ketika aku sedikit membuka mata, aku sudah berada di tempat yang sangat familiar untukku. Rumah? Aku berusaha membuat diriku tetap sadar, tapi tubuhku berkata lain. Kepalaku semakin sakit, pandanganku semakin kabur. Aku tidak sanggup lagi. Semuanya menjadi gelap. Aku masih bisa mendengar suara Daniel berteriak-teriak panik memanggil namaku dan suara Viro yang bersahut-sahutan dengannya. Tubuhku sudah tidak dapat digerakkan.  Hingga akhirnya semua menjadi hening.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD