One Night!

1956 Words
“Apa si pelaku sudah tiba?” Fadi bertanya pada anggota timnya melalui microphone kecil yang terselip di telinganya. Balutan tuxedo hitam dan topeng yang menutupi wajah tampannya menyempurnakan penampilannya malam ini menghadiri pesta megah yang diselenggarakan oleh salah satu konglomerat ternama. Menurut informasi yang didapatkan, si pelaku malam ini datang bersama kekasihnya dan target Fadi kali ini adalah kekasih Lucas Wardana yang entah bagaimana rupanya. “Dia sudah tiba 20 menit yang lalu, Ndan,” lapor salah satu anggotanya. “Apa kalian sudah mendapatkan informasi lain?” Berharap salah satu dari mereka mendapatkan informasi penting agar mereka bisa menyelesaikan kasus besar ini dengan cepat. “Masih sama, Ndan.” Fadi berhenti di tengah-tengah kerumunan para tamu undangan, dia tersenyum tipis pada si pelayan lalu mengambil satu gelas tinggi, sebelum menyesapnya Fadi mencium aroma wine sekilas bersamaan memfokuskan pandangannya mencari seseorang. “Dan, lo terlambat datang, Fad,” Perkataan Rion sahabat sekaligus anggota timnya seolah teman untuk menelusuri orang-orang di tempat ini. Fadi tahu Rion pasti mengawasi gerak geriknya melalui cctv yang diretas pria itu. “Coba semenit aja lo datang lebih cepat, lo pasti sama kagetnya sama kejadian yang baru saja menggemparkan Hall ini.” Oh ya, apa itu? Tapi Fadi merasa tidak tertarik dengan kabar yang menggemparkan itu kecuali sahabatnya itu berhasil memberikan wajah kekasih Lucas Wardana. “Jangankan lo, anjirit. Gue juga iri sama tuh cewek.” “Malam ini semua wanita dibuat patah hati berjamaah.” Fadi yang berada disamping para wanita pun berhenti sesaat, dia menoleh memandangi raut kesedihan. Dia menebak sepertinya para wanita sedang membicarakan hal yang serupa seperti yang Rion ingin sampaikan. “Diam-diam itu laki udah punya cewek aja. Sat-set banget langsung dilamar di depan umum. Gila, nggak tanggung-tanggung princes charming gue ngelamar ceweknya pake The Pink Diamond. Sumpah gue pengen tahu orangnya kayak apa!” “Itu yang ingin gue cerita sama lo.” Suara Rion membuyarkan Fadi yang terfokus pada layar ponselnya. Rion membesarkan layar dimana dia penasaran dengan siapa Fadi bertukar pesan namun, ketika di zoom Rion melihat foto seorang anak laki-laki. “Lucas melamar kekasihnya di pesta Mr Logan.” Parasnya yang tampan dan jabatan Lucas sebagai Ceo tentunya banyak digilai para wanita. “Lo bisa bayangkan bagaimana para tamu dibuat syok terutama para wanita yang mengidolakan si princes charming?” Sudah Fadi bayangkan separuh tamu undangan Mr Logan banyak membicarakan hal ini. Fadi cukup tersenyum dengan gebrakan si pelaku yang membuat heboh banyak orang bersamaan rasa penasaran Fadi mulai mencuat akan sosok wanita itu. “Jangan diminum, Kak!” Uhuk... “Are you okay, Lisa?” Wanita berambut hitam legam itu membantu mengusap punggung Gistha yang tersedak. “Aku baik-baik saja. Terima kasih, Sky.” “You welcome. Apa aku panggilkan dia?” tanya Sky, matanya menunjukkan keberadaan Lucas yang sedang bersama Logan di samping sana. Gistha menatap Lucas begitu juga dengan Lucas yang sama menatapnya dengan senyuman tampan. Tatapan teduh Lucas seolah mengisyaratkan untuk menunggunya sebentar. “Tidak usah, dia akan mendatangiku setelah selesai.” Gistha menarik nafasnya, pandanganya jatuh saat notifikasi pesan ponselnya bergetar. ‘Kamu tidak apa-apa, sayang?’ ‘Apa para ladies mengintrogasi mu?’ –Pesan Lucas. Sekali lagi Lucas menolah dan kembali tersenyum pada Gistha. Senyuman bahagia pria itu membuat heboh keempat wanita, mereka kompak menatap Lucas dan berteriak pada Lucas meski suara teriakan mereka terkalahkan oleh suara musik di Hall ini. ‘Tunggulah sebentar aku akan membereskan pekerjaanku dengan Logan.’ Gistha memberikan senyuman lembut tanpa memutuskan pandanganya sembari membalas pesan Logan untuk tidak mengkhawatirkannya. Mereka baik dan ramah apalagi Sky, kekasih Logan. “Aku ke air dulu guys, gaunku kotor karena wine.” “Apa perlu aku antar?” “Terima kasih, Sky. Aku bisa sendiri.” Gistha pamit begitu juga memberitahukan pada Lucas jika dia pergi ke toilet sebentar. Melihat Gistha bersama Bella sang adik, Lucas sedikit lega. Tapi Bella tidak sepenuhnya mengantarkan Gistha ke toilet, gadis itu bertemu dengan teman-temannya dan meninggalkan Gistha seorang diri berjalan menuju toilet. “Kau hampir membuat penyamaranku terbongkar, Adam,” d**a Gistha mulai naik turun, dia teringat bagaimana keempat wanita itu menatapnya. “Sorry. Aku juga sama terkejut dengan apa yang baru saja aku lihat. Apa kau sudah meminum winenya?” “Sedikit.” Adam menjambak rambutnya pelan, berjalan mondar mandir seperti setrikaan kusut. “Ada apa?” “Minuman itu dicampur sesuatu, Kak.” Mata Gistha melotot. “Kau tahu dari mana?” Pandangan Gistha jatuh kebawah pada ponselnya yang bergetar, Adam mengirimkan Video berdurasi 60 detik memperlihatkan seorang pelayan mencampurkan serbuk putih pada wine yang diminumnya. “Sial! Kau sudah tahu pelakunya?” “Anak buahku sedang mencari pelayan itu.” Gistha berseru lega, Adam bertindak cepat. “Aku takut serbuk itu jenis obat baru yang sedang di produksi Lucas bersama para sahabatnya.” Kedua tangan Gistha terkepal kuat seiring berdiri di depan cermin menatap penampilanya. Sialnya, Gistha belum menemukan lokasi dimana Lucas memproduksi obat terlarang itu. “Atau bisa jadi serbuk itu—“ Mulut Adam menganga sementara Gistha mendesah pelan tahu apa kelanjutan kata-kata yang menggantung itu. Dia tersenyum tipis dengan mata yang menatap tajam pada cermin besar. Serbuk yang Adam takutkan sekarang mulai bereaksi di tubuhnya, tubuh Gistha mulai terasa panas. “Pulanglah aku sedang menghubungi miss Angela untuk segera menyusulmu.” “Hm,” jawab Gistha berupa deheman, dia keluar dari dalam toilet dan memutuskan untuk pergi dai Hall. Baru saja hendak membuka pintu keluar, Lucas mengirim pesan menanyakan keberadaannya membuat Gistha mau tak mau kembali masuk kedalam Hal untuk mencari Lucas dan memintanya untuk pulang. “Ternyata kamu disini, Babe…” Fadi berhenti, dia menoleh kesamping dimana wanita bergaun merah nan anggun itu berjalan mendekatinya. “Aku dari tadi mencarimu,” katanya disertai senyuman, Wanita bertopeng gold itu mengilaukan pandanganya, kedua tangan kecilnya tiba-tiba saja terulur melingkar di leher Fadi. Sontak hal itu membuat Fadi mundur selangkah karena kaget begitu juga dengan sorot mata Fadi yang membeliak marah. Fadi tidak suka disentuh oleh wanita asing—agresif sekalipun wanita itu menampakan bibir merah yang menggoda. “Sepertinya anda salah orang, Nona.” Fadi mencoba menurunkan kedua tangan wanita itu yang tak sopan. Sialnya, wanita itu justru mengeratkan pelukannya. “Oh, ya?” Wanita itu berikan senyuman tipis. “Aku ingin berdansa denganmu, Babe.” Tanpa menunggu persetujuannya, wanita itu menarik paksa tanganya untuk menuju lantai dansa. Fadi mengumpat dalam hati ketika Rion terus melontarkan tanya akan siapa wanita yang bersamanya saking kesalnya, Fadi mematikan microphone dan juga alat pelacak untuk bergabung dan menikmati alunan musik klasik nan romantis. “Sebenarnya Nona ini siapa?” Akhirnya Fadi bertanya pada pemilik mata hitam legam di hadapannya. “Saya tidak mengenal anda,” sambungnya. Wanita itu melotot marah, dia mencubit pelan pinggang Fadi hingga pria itu mengaduh kesakitan. “Kenapa anda mencubit saya?” “Bercandamu nggak lucu, Babe,” Wanita cantik itu menatap tajam. “Jangan karena segelas whisky kau jadi amnesia.” Fadi menatap bingung. “Kau ini kekasihku. Bagaimana bisa melupakan aku dengan cepat, hah?” “Ck! Dasar wanita mabuk,” decak Fadi. Wanita itu mengeratkan pelukannya, kepalanya disandarkan kembali di bidang d**a Fadi. “Kau bahkan baru saja membuat wanita sejagat raya di seluruh negeri ini patah hati akan aksi gila mu tadi,” katanya. “Oh, ya?” Fadi tertawa. Namun, tanpa disadari missi keduanya itu kini sudah berada di hadapannya. "Saya bukan orang yang telah membuat wanita sejagat raya patah hati, Nona. Saya bukan kekasihmu,” Lagi, lagi Fadi memberitahukan kebenarannya. Tapi wanita itu terlihat tidak percaya dan malah semakin bergelayut manja. Mata Fadi melotot saat wanita berambut burgundy melintas di depannya. Dia buru-buru melepaskan pelukan wanita itu untuk mengejar kekasih si pelaku. Sayangnya, wanita itu menahannya tak melepaskan pelukannya di leher Fadi. Meski mengumpat kesal, wanita itu berbisik hal-hal yang membingungkan di telinganya, kalimat yang rancu dengan bahasa asing membuat Fadi geram karena dia tidak mengerti apa yang ingin disampaikan wanita itu padanya. Kata-kata yang membingungkan itu seolah membawa pesan tersembunyi. “I want fuccking you, Babe,” ajakan wanita itu membuat Fadi terbelalak. Fadi menolak keras namun godaan wanita itu mengajaknya bercintta berhasil membawa Fadi pergi jauh dari keramaian pesta tersebut. Ciuman lembut tak bersambut terus menguji imannya. Fadi frustasi akan gairah yang meledak-ledak. Fadi akhirnya luluh membalas ciuman manis wanita itu seiring kedua tanganya membuka gaun merah yang dikenakan. “Apa kita akan bercintta mengenakan topeng, hm?” “Apa itu penting?” “Sangat penting, aku sudah melanggar prinsipku demi Nona dan topeng ini seolah aku hendak bercintta dengan alien.” Wanita itu tertawa mengejek. Fadi menunjukkan tubuh bagian atasnya yang sudah telanjjang dibawah tawa si wanita yang terdengar mengejek. “Prinsip?” Fadi menahan pinggang si wanita itu untuk tidak bergerak diatas adiknya yang mengeras. “Aku tidak bisa bercintta sebelum aku menghalali wanita itu. Dan itu prinsipku kini aku sudah melanggarnya,” Ungkapan Fadi membuat wanita itu terbelalak, tapi itulah selama ini prinsipnya, Fadi bukan pria yang hoby tidur dengan banyak wanita. “Astaga, Babe.” Wanita yang tak lain Gistha terbelalak kaget, dia tahu bagaimana Lucas Wardana dan pria itu.... Gistha masih menganggap pria di depannya itu Lucas bukan si Fadi. Tapi itulah prinsip yang selama ini dipegangnya, Fadi bukan pria yang hobi tidur dengan banyak wanita. “Aku baru mendengar seorang bajjingan sepertimu harus menikahi wanita untuk diajak bercintta?” Fadi mendengus kasar, Gistha manggut-manggut paham. “Dan, aku tidak bisa menikah dengan pria asing.” “Begitu juga denganku,” timpal Fadi. Wanita itu mendesah frustasi. “Tapi aku sangat menginginkan perlepasaan,” ungkap Gistha tanpa malu, dia tidak bisa menahan terlalu lama sesuatu di dalam tubuhnya. “Ada seseorang yang mencampurkan minumanku dengan obat perangsang,” akui Gistha jujur. Dia menatap memohon pada Fadi untuk membantunya. “Itu urusanmu,” tolak Fadi seraya memasangkan kembali kemejanya. “Aku tidak bisa menahannya lagi. Please, tolong aku.” Fadi menyingkirkan tubuh Gistha sampai dia terguling ke samping. Gistha tak menyerah, dia bangkit lalu menahan Fadi agar tidak pergi. “Tolong lakukan sesuatu tanpa kita menyatu jika kamu memegang prinsip mu,” katanya disela Gistha mencium Fadi dengan paksa. “Ck! Mana bisa,” tolak Fadi untuk sekian kalinya. Nafsunya sudah berada di ubun-ubun. Fadi sudah siap melanggar prinsip demi sama-sama merasakan hal terlarang. Tubuh indah wanita itu dan ukuran dadda wanita itu yang sempurna di telapak tangannya ketika di genggam, Fadi menginginkan lebih. ‘Hanya satu malam,’ batin Fadi. Ya, just one night dan setelah itu Fadi bersumpah akan menjaga ke warasanya agar tidak tergoda lagi. “Oke, kalau begitu lakukanlah aku akan menanggung dosamu jika itu yang kamu takutkan,” bujuk Gistha nada suaranya sudah terdengar sangat frustasi, sama seperti Fadi yang mati-matian menjaga imagenya. Keningnya mengernyit, ketika wanita yang duduk di atasnya merogoh saku celana panjangnya. “Kamu cari apa, hm? Apa Nona akan tetap memperkossa saya setelah penolakan ini, hm?” “Ya. Aku akan memperkosaamu,” tekannya. “Ck! Aku sudah tidak nafsu!” Fadi menghindar. Meski terkesan jual mahal tapi ini lebih bagus dari pada otaknya tak beres ini menginginkan satu malam. Gistha tak terima, dia membuka resleting celana Fadi. “Aku tidak peduli. Apa kamu bawa pengaman?” “Hah?” Lagi lagi bola mata Fadi mendelik kaget seiring menatap wanita bertopeng gold itu. “Aku tidak mau benihmu keluar di dalam.” Mata Fadi membulat, hidungnya kembang kempis. Seyakin itu jika dia akan melakukan hal gila bersama wanita asing yang sama sekali tak mau melepaskan topeng itu. Fadi juga harus melihat wajahnya. “Lekaslah aku sudah tidak tahan. Mana pengamannya? Kamu menyimpannya dimana?” Fadi mendengus. “Aku tidak pernah membawa pengaman karena aku tak pernah bercintta!” pengakuan Fadi membuat wanita itu mendelik tak percaya. “Baiklah, kalau begitu keluarkan di luar.” “Seyakin itu saya mau melakukannya dengan anda, Nona?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD