Tiga

1256 Words
"Mau foto bareng gue nggak, lo?" tanya Yoga kepada Aya. Dia baru saja selesai berfoto dengan para penggemarnya yang dari tadi berganti meminta foto bersamanya. Pesona Yoga memang membuat beberapa perempuan kadang menjadi bodoh karena mau-mau saja dekat dengan lelaki itu tanpa adanya status yang jelas. Yoga membenarkan letak toganya yang sedikit miring karena barusan ada perempuan yang mepet sekali padanya. Hufft, gini lah resikonya jadi orang ganteng. Aya sengaja berdiri tak jauh dari Yoga sembari menunggu sahabat mereka yang lain. Orang tua Aya sudah pulang terlebih dahulu. Begitu juga dengan orang tua Yoga yang super sibuk. Datang sebentar ke acara perayaan wisuda anak kedua mereka, setelah itu kembali lagi ke Surabaya. Karena hari ini mereka memiliki acara yang lain juga. Hari ini adalah hari wisuda mereka. Yoga senang, dia dan para sahabatnya bisa wisuda bersamaan. Nakal boleh, tapi wisuda kuliah jangan sampai terabaikan. Harus lulus tepat waktu agar bisa membuat orang tua tak perlu mengeluarkan banyak uang lagi. Walau berasal dari keluarga yang cukup berada, Yoga tak menyia-nyiakan masa kuliah. Main perempuan tetap berjalan, namun kuliah tetap lancar. "Foto sama lo, buat apaan? Nggak penting banget," jawab Aya tak berminat. Mending dia foto berdua dengan Fero deh! "Buat kenang-kenangan lah! Kapan lagi lo bisa foto wisuda bareng top five cowok tertampan di kampus?" Aya mual mendengarnya. Top five, katanya? Mana ada. Aya rasa, banyak yang lebih tampan dari Yoga di kampus ini. Mungkin kurang terekspos saja. "Buruan, Ay! Entar cewek-cewek pada nyamperin gue lagi loh, minta foto bareng. Ngantri nanti kalau lo pengen juga. Nah, sekarang mumpung gue sendiri berbaik hati nawarin buat lo. Buru, ah!" Yoga menarik tangan Aya untuk mendekat. Aya menghempas tangan lelaki itu dan memukul bahunya. "Batu banget, dibilang jangan panggil gue, Ay!" Yoga cengengesan. "Sorry... kebiasaan, sih." Aya memutar bola matanya. "Maudy! Sini!" Yoga melihat Maudy bersama orang tuanya yang baru saja selesai berfoto di depan salah satu booth. "Iya, Ga?" Maudy sudah berada di dekat Yoga dan Aya. Maudy meminta orang tuanya menunggu sebentar karena dia baru ingat mau foto bersama para sahabatnya. Yoga mengulurkan ponselnya kepada Maudy. "Fotoin gue sama Aya, Dy. Dari tadi ini anak ngebet pengen foto sama gue. Nggak mau kalah sama fans gue yang lainnya." Aya melotot yang dibalas cengiran oleh Yoga. Dengan gemasnya dia mencubit lengan lelaki itu kuat-kuat. "Kenapa lo jadi muter balikin fakta?" Yoga meringis. Lengannya terasa sakit kena cubitin kecil Aya yang sangat kuat. Dilihatnya kuku tangan perempuan itu panjang-panjang. Apa jangan-jangan lengannya jadi membiru? "Terus ngapain lo dari tadi dekat-dekat gue kalau bukan karena antri pengen foto juga sama gue?" "Gue nungguin Maudy, Fero dan Dikta di sini. Mau foto bareng mereka semua, bukan sama elo doang." "Ngeles aja lo." Maudy terkadang suka sakit kepala mendengar Yoga dan Aya yang jarang sekali akur ketika bertemu. Seperti saat ini contohnya. Maudy berdehem. "Jadi mau difotoin, nggak?" "Jadi." "Enggak!" "Tuh kan, keliatan kalau lo yang ngebet pengen foto sama gue." Aya tersenyum mengejek kepada Yoga. "Gue?" Yoga menunjuk dirinya sendiri. "Apa untungnya bagi gue foto berduaan sama cewek kayak lo? Nggak pantes di-posting di ** apa lagi dalam album kenangan masa-masa kuliah gue." Aya mendelik. Yoga ini kalau bicara suka asal ceplos, tidak di-filter dulu apa yang hendak dia katakan. Tak jarang kata-kata yang keluar dari mulutnya itu membuat Aya tersinggung. Memangnya Aya sejelek itu hingga tak pantas berada di ** atau album foto lelaki itu? "Udah... udah." Maudy menengahi supaya kedua sahabatnya itu tidak melanjutkan adu mulut mereka. Jangan sampai Aya menangis di hari bahagia mereka ini. *** "Nggak kerasa ya, kita udah lulus aja. Perasaan baru kemarin ikut ospek," ujar Aya kepada Maudy. Melupakan rasa kesal pada Yoga beberapa saat yang lalu. "Iya nih, perasaan gue baru kenal sama lo semua," sahut Maudy. Mereka berlima baru saja melakukan foto bersama dengan pose melempar toga ke atas. Tidak terasa kebersamaan mereka begitu cepat berlalu. Setelah sidang, Dikta dan Fero sudah mendapatkan pekerjaan. Yoga sibuk ingin membangun usaha dengan temannya. Beda dengan Aya dan Maudy yang masih menikmati masa bebas mereka sebelum memutuskan untuk bekerja di mana. Mereka ingin santai sejenak, usai berkutat dengan buku-buku tebal hukum semasa kuliah. Karena kesibukan masing-masing, mereka jarang berkumpul lagi. Dan sekarang bisa bersama lagi, karena hari ini adalah hari perayaan wisuda mereka. "Nanti malam makan-makan, yuk!" ajak Dikta. "Yuk, mau banget!" seru Fero. "Gimana, Dy? Lo bisa ikut nggak malam ini?" Dari mereka berlima, Maudy lah yang jarang ikut berkumpul kalau malam. Mama dan papanya sangat protektif kepada anak satu-satunya ini. Hanya sesekali dia diperbolehkan keluar malam, itu pun kalau benar-benar penting. Dan dia juga pasti diantar oleh sopir keluarga. Berbeda dengan Aya. Perempuan itu merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, namun dalam pergaulan dia tidak terlalu dibatasi oleh kedua orang tuanya. Hanya saja Aya sedikit dimanja oleh orang tua dan juga kakak laki-laki yang satu-satunya dimilikinya. Uniknya, Aya hampir selalu memanfaatkan Yoga jika sedang keluar malam bersama temannya. Aya sendiri pun heran, orang tuanya begitu percaya pada sahabat lelakinya itu. "Lihat nanti, gue coba ijin dulu," jawab Maudy sendu. Aya ingin meminta izin ke orang tua Maudy, kadang ngeri juga melihat tampang Ayanya Maudy. "Masa nggak dibolehin sih, Dy? 'Kan ini perayaan kelulusan kita. Lagian habis ini, gue yakin kita semua bakalan jarang bisa ngumpul lagi," ujar Yoga. "Gue usahain, ya?" "Atau lo mau gue yang jemput? Gue yang minta izin sama bokap nyokap lo," ujar Fero. Nah, Fero itu diam-diam suka Maudy. Yoga tahu persis itu dan sering meledeknya. Namun, Fero terus saja mengelak. Fero itu tidak beda jauh bedanya dengan Yoga. Sama-sama tengil. Satu lagi persamaan mereka, kalau sudah cinta sama seseorang, dia tidak akan tertarik sama perempuan cantik mana pun yang berusaha mendekatinya. Fero bersikap ramah pada semua orang yang menyukainya dan menolak mereka ketika ada yang menyatakan perasaan. Beda halnya dengan Yoga yang sering kali mempermainkan perempuan yang menyukainya. Rata-rata dia anggap sebagai TTM. "Boleh. Coba aja." *** "Asik, Maudy akhirnya bisa dateng," ujar Aya senang. Dia menunjuk bangku yang berada di sebelahnya agar Maudy duduk di sana. "Thanks, Aya!" "Sorry, kita agak telat," ujar Fero menyengir. "Gue udah dateng dari sore di rumah Maudy. Tapi diinterogasi dulu sama bokap nyokapnya dia." "Untung dibolehin, ya? Kalau nggak percuma lama-lama nunggu tapi zonk," sahut Maudy. "Pake jampe-jampe apaan lo, Fer? Bisa bawa Maudy keluar malam tanpa ditemanin bodyguard-nya?" tanya Dikta. Bodyguard yang dimaksud Dikta adalah sopirnya Maudy. Aya dan Maudy memang sering di antar oleh sopir jika pergi ke kampus atau ke mana pun pergi. Fero mengedikkan bahunya. "Pesona gue emang nggak usah dipertanyakan lagi. Orang tua manapun pasti relain kalau anak gadisnya dibawa sama gue," ujar Fero menyombongkan diri. Tuh kan, rasa percaya diri Fero itu tidak jauh berbeda dari Yoga. Mereka semua terkekeh, kecuali Maudy. "Eh, malam ini Dikta sama Fero yang traktir, 'kan?" Aya bertanya dengan wajah sumringah. Ini adalah salah satunya persamaan antara Yoga dan Aya. Sama-sama sukanya ditraktir! Bukan karena tak mampu atau dari keluarga sederhana. Mereka berdua berasal dari keluarga berada, begitu pula dengan ketiga teman mereka yang lain. Bagi Aya dan Yoga, mendapatkan makan atau barang dari orang lain itu lebih nikmat. "Setuju!!!" seru Yoga dengan cengiran khasnya. "Mereka berdua udah kerja, sedangkan kita belum. So... traktir lah kita-kita yang masih pengangguran ini." "Pesen, Ga... pesen! Terserah lo mau apa," ujar Fero. "Kalau Dikta nggak mau patungan, biar gue aja yang bayar semuanya. Gue lagi banyak duit!" "Anjayyy! Sombong amat lo!" Dikta melempar Fero dengan tisu bekas lap mukanya. "Tapi nggak apa-apa sombong juga. Yang penting malam ini makan gretongan. Hajar genkkkk!!! Mari kita makan sepuasnya!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD