Memoriam XIII: Mueezah

1656 Words
Aku berlari secepat mungkin. Aku sudah menekan tombol emergency tadi. Tapi mereka tak kunjung datang. Ibu dan Ayah belum kembali. Aku sudah menghubungi mereka, namun tak ditanggapi. Sementara Dara sepertinya mengalami kontraksi yang jauh lebih parah dari sebelumnya. Aku diserang panik berlebih hingga kalang kabut seperti ini.        Pasti karena Dara sudah mengetahui tentang perasaanku sebenarnya. Ia terkejut, sampai diserang kontraksi parah seperti itu.       Aku merasa bersalah, tapi juga lega.       Merasa bersalah karena membuat Dara menderita karena sakit yang harus ditanggungnya sendiri.       Lega karena sepertinya setelah ini penderitaan Dara akan segera berakhir. Haidar akan segera lahir.       Sebenarnya aku juga lega karena sudah mengungkapkan perasaanku -- meski tidak secara langsung.       Aku bertemu dengan tim medis di lorong. Aku meminta mereka untuk menuju ke kamar Dara terlebih dahulu. Karena aku masih akan ke kantin untuk menemui Ayah dan Ibu.       "Anda mau ke mana, Pak?" tanya seorang suster.        "Saya mau ...."       "Bapak jangan ke mana - mana! Apa Bapak nggak mau nemenin istri Bapak melahirkan?"       Astaghfirullah. Aku yakin suster itu masih baru di rumah sakit ini. Karena para suster lama pasti tahu siapa aku. Pasti tahu siapa suami Dara.        Benar dugaanku bahwa ia adalah suster baru. Buktinya, ia baru saja didorong pelan oleh salah satu suster yang kembali untuk menjemputnya. "Dia bukan suaminya!" Suster itu berbisik, tapi aku bisa mendengar suaranya. Suasana sangat sepi, itulah kenapa suaranya sampai di telingaku.       "Aku nggak tahu." Si Suster Baru terlihat malu. Tapi ia tak merasa bersalah sama sekali. Justru ngeyel. "Tapi setidaknya Bapak ini, kan, saudaranya. Nggak apa - apa, dong, nemenin. Sambil nunggu suaminya dateng."       Suster yang lain memberinya cubitan, membuatnya memekik. Si Suster terlihat merasa bersalah atas kelakuan teman barunya itu. "M - maafkan kami, ya, Pak." Tanpa ba - bi - bu ia menarik tangan temannya untuk menyusul tim medis yang lain menuju kamar Dara.       Harusnya aku lanjut berlari ke kantin. Namun aku justru termangu. Kakiku rasanya lemas. Berat sekali berjalan menuju bangku panjang yang berjajar menempel di sepanjang dinding lorong. Bahkan saat aku akhirnya duduk, seluruh tubuhku masih terasa lemas.        Tidak. Bukan karena kelakuan suster baru tadi yang kurang sopan dan terkesan sok tahu. Tapi karena ... karena ia menyebut aku sebagai suami Dara. Aku tidak menyangka, reaksi hatiku akan sedahsyat ini, bahkan membuat tubuhku seakan kehilangan tenaga.       Pikiranku kembali melayang ke masa lalu. Saat setelah Aa mengungkapkan keinginannya untuk menikahi Dara.       Aa benar - benar serius ingin bertaaruf dengan Dara. Itu membuatku lega. Aku serius. Wanita seperti Dara membutuhkan lelaki yang memberi kepastian seperti Aa. Dara terlalu berharga untuk diberi janji yang tak pasti.       Jika aku maju mendekati Dara waktu itu, maka aku hanya akan memberinya harapan. Dara tidak layak diperlakukan seperti itu.        "Nggak usah deg - degan gitu, A!" godaku.        Raut Aa terlihat tegang. Berkali - kali Aa berkutat di depan cermin untuk melihat penampilan. Padahal Aa sudah tampan dari sananya. Tak usah berdandan secara khusus pun, pembawaan Aa yang tenang selalu membawa aura positif yang menyenangkan siapa pun yang menatap.        Kedatangan kami ke panti disambut hangat oleh semua orang. Hanya saja, mereka tak menyangka bahwa kedatangan kami adalah untuk melamar Dara. Mereka pikir, kami hanya datang untuk mampir, untuk sekadar menyambung tali silaturahmi agar tidak terputus.        "Mohon maaf sebelumnya," jawab Dara. "Jujur saya sangat terkejut. Dan ... saya benar - benar nggak siap. Ini terlalu mendadak."       "Nggak apa - apa," kata Aa. "Aku ngerti, kok. Kamu pasti perlu waktu untuk berpikir. Nggak perlu buru - buru buat memutuskan."        Dara mengangguk. "Ya, saya memang butuh waktu.".        Syukurlah, baik Aa ataupun Dara, sama - sama orang yang mengerti agama. Allah memang menyiapkan seorang jodoh yang sama ataupun mirip satu sama lain. Supaya layak saling mendapatkan dan memiliki satu sama lain.        Tak hanya Dara, Aa pun juga melakukan sholat istikhoroh  setiap hari tanpa lelah, untuk meminta petunjuk dari Allah.        Hingga dua minggu berlalu, Ibu Panti menghubungi Aa, memintanya untuk datang.        Alhamdulillah, Dara menerima lamaran Aa.        Itu lah cerita peminangan Aa dan Dara secara singkat. Dan kusadari, aku telah duduk di sini terlalu lama. Aku harus bergegas ke kantin, menemui Ayah dan Ibu, agar Dara tak lagi berjuang sendirian di sana.        ~~~~~ IMMDH - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~        Aku sudah memutari kantin beberapa kali. Tapi aku tidak menemukan Ayah dan Ibu. Aku mencoba menghubungi mereka sekali lagi. Hanya terdengar nada sambung lama sekali. Ke mana sebenarnya mereka?        Lalu bagaimana dengan Dara? Harusnya Ibu yang menemaninya melahirkan. Lantas sekarang ...?       Tidak ada pilihan lain. Aku berlari kembali ke kamar Dara secepat mungkin. Kukumpulkan sisa - sisa keberanian. Sebisa mungkin aku akan menjaga pandangan. Ini darurat. Ini demi kebaikan. Demi kemanusiaan.        Nyatanya segala keberanian yang kukumpulkan, semuanya sirna sesampai aku di depan kamar Dara. Tanganku sudah bertengger di knop pintu, namun aku urung memutarnya. Percaya atau tidak, sekarang aku keringat dingin.        Seseorang memutar knop pintu dari dalam. Seorang perawat rupanya.       "Pak, bagaimana? Siapa yang akan menemani Bu Dara? Sebenarnya tidak apa - apa beliau sendirian. Toh ada kami yang menangani di dalam. Tapi umumnya seorang wanita yang melahirkan ditemani suaminya, Pak. Karena suami Bu Dara sudah tidak ada, paling tidak ada saudaranya, bukan?"         Cepat - cepat kuseka keringat yang menuruni pelipisku. "S - saya yang akan nemenin Dara."        "Alhamdulillah." Perawat itu terlihat lega sekali. "Kalau begitu, mari langsung masuk saja, Pak!"          Perawat itu tak tahu sama sekali menarik pergelangan tanganku. Berbanding terbalik dengan suasana hatiku yang kacau.        Aku senantiasa menunduk sampai aku berada di sebelah Dara. Perlahan aku membenahi posisi hijabnya, supaya rambutnya tidak terlihat. Aku pun mengusap peluhnya dengan tisu.         Apa pun yang kurasakan saat ini, kekacauan dalam hatiku, itu semua tak sebanding dengan sakit yang Dara rasakan, bukan?        Aku mendekat, kemudian berbisik ke telinganya. "Aku tahu Teteh kuat. Teteh pasti bisa. Teteh harus berjuang ... untuk Haidar, untuk Teteh sendiri, dan untuk ... untuk Aa. Untuk Mas Hasbi - nya Teteh."         Aku memejamkan mata, tak tega melihat raut kesakitan Dara. Ia mencengkeram pergelangan tanganku. Tak apa. Biarkan saja. Ya, kami bukan muhrim. Sekali lagi kukatakan, ini darurat.        Mungkin karena mataku yang terpejam ini, kekuatan indraku yang lain menjadi semakin tajam. Tak terkecuali indra penciumanku.         Aroma ini ... aku dan Aa dulu pernah memiliki seekor kucing betina. Kami namai Mueezah. Agar sama dengan nama kucing Nabi Muhammad.        Berkali - kali Mueezah hamil. Berkali - kali pula aku dan Aa melihatnya melahirkan. Bahkan kami senantiasa menemani dari mulai Mueezah merasakan konstraksi, sampai semua anaknya lahir. Kami juga melihat Mueezah memakan ari - ari bayi - bayinya.        Ini bukan rekayasa. Tiap kali Mueezah hendak melahirkan, ia selalu mendekatiku dan Aa. Seperti minta ditemani. Sudah terbiasa seperti itu. Jadi, mungkin ia merasa lebih tenang saat kami temani. Kami sudah hafal dengan gerak - gerik Mueezah yang akan melahirkan.        Mueezah hamil sekitar lima atau enam kali. Sebelum ia hilang entah ke mana. Katanya, jika kucing hendak meninggal, ia pergi dari rumah tuannya. Ia tidak ingin membuat tuannya sedih karena melihatnya meregang nyawa. Bisa jadi, saat itu Mueezah pergi karena ia akan mati.        Kembali pada aroma ini. Aku sudah sangat terbiasa dengan aroma anyir darah dan juga arom cairan kelahiran karena intensitas keseringan menemani Mueezah di masa lalu. Aromanya benar - benar sama seperti yang tercium oleh hidungku saat ini. Hanya saja, aroma ini jauh lebih kuat. Pasti karena jumlahnya yang lebih banyak.         Dan entah mengapa, aku merasa tak sendirian sekarang. Maksudku ... seperti saat menemani Mueezah melahirkan dulu, aku selalu berdua dengan Aa. Sekarang pun begitu.         Rasanya saat ini aku juga tengah menemani Dara ... berdua dengan Aa.        Sesak sekali dadaku rasanya. Aku tak ingin mengatakan ini. Aku takut akan memberatkan Aa di sana. Tapi ... aku benar - benar merindukan Aa - ku. Sangat - sangat merindukannya.        A ... Haidar akan segera lahir. Seharusnya Aa yang ada di sini, menemani Dara, menyambut kelahiran putra pertama kalian. Seorang putra yang sudah kalian nantikan kehadirannya sejak lama.        A ... aku tidak tahu harus bagaimana setelah ini. Aku bingung, A. Apakah aku bisa menjalankan semuanya seperti rencana kita?        Aku pun masih ragu.        ~~~~~ IMMDH - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~           Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD