Memoriam XVII: Ayah

1158 Words
"Haidar mau permen?" tawarku sembari kami mulai bergandeng tangan dan berjalan pulang.       Haidar menggeleng.        "Es krim mau?"         Anak itu menggeleng lagi.        Aku kadang heran. Kenapa anak ini tidak suka makanan - makanan yang disukai anak kecil pada umumnya. "Kenapa, sih, Nak? Padahal dulu Bunda seneng banget makan permen dama es krim."        Lagi - lagi Haidar menggeleng. "Bunda lupa, ya?"        "Lupa apa, Sayang?"        "Bunda pelnah bilang, kalo makan yang manith - manith, bitha bikin gigi ompong. Bu Gulu juga bilang gitu. Haidal ga mau ompong. Nanti thenyumnya jadi jelek!"        Seketika aku tertawa setelah tahu alasannya. Ya Allah, anakku benar - benar istimewa. Ya, aku memang pernah mengatakan hal itu padanya, tentang makanan manis yang bisa membuat gigi bolong. Ia juga pernah cerita tentang guru di sekolah yang mengatakan hal sama. Tapi aku tidak mengira bahwa ia enggan mengonsumsi makanan manis sama sekali karena alasan itu.        Saat aku masih kecil dulu, orang tua di panti, juga guruku di sekolah pun mengatakan hal yang sama. Aku mengerti makanan manis buruk untuk kesehatan gigiku. Namun aku tetap memakannya setiap hari. Begitu pula teman - temanku.        Tapi Haidar ... kadang aku masih tak percaya anak ini adalah putra yang kukandung selama 9 bulan dan kulahirkan dengan mengerahkan seluruh tenaga. Bukan kah ia terlalu istimewa untuk menjadi putraku?        Kapan - kapan kalau bertemu Ibu dan Ayah, aku harus bertanya tentang masa kecil Mas Hasbi. Mungkin dulu ia juga seperti Haidar. Jika iya, berarti Haidar menuruni sifatnya. Jika tidak ... bisa jadi Haidar membawa gen dari kakek nenek atau buyutnya.        "Makan makanan manis memang bisa bikin gigi bolong, Sayang. Tapi kalau sesekali aja nggak apa - apa. Asal rajin gosok gigi."        Haidar kini menatapku. Kedua matanya yang bulat terlihat lucu. "Benelan, Bunda?"        Aku tersenyum sembari mengangguk. "Iya, Sayang. Pokoknya nggak berlebihan. Soalnya segala sesuatu yang berlebihan, kan, memang nggak baik."         "Jadi kalo thekalang Aidal makan pelmen dan eth klim boleh?"       "Boleh, Sayang." Kucubit pelan kedua pipinya dengan gemas.        Haidar cemberut. Seperti sedang memikirkan sesuatu.         "Kenapa, Sayang?"        "Tadi uang Aidal telanjul dimathukin kotak amal." Ia menaikkan kedua bahu. Ekspresinya sudah berubah. Terlihat tak masalah lagi dengan fakta bahwa uangnya sudah habis. "Ga apa - apa, deh. Bethok aja Aidal beli pelmen thama eth klim - nya."         Aku benar - benar terharu dan senang melihat kebesaran hati putraku yang bahkan masih sangat belia. "Haidar nggak perlu nunggu besok kok buat beli permen sama es krim - nya."        Haidar menaikkan sebelah alis. "Emangnya Bunda punya uang?"        Pertanyaan polos itu tak elak membuatku lagi - lagi tertawa. Aku memang kerap memberi pengertian padanya bahwa kami harus hidup hemat karena pemasukanku tak seberapa. Uang saku yang kuberi setiap hari juga tidak boleh dihabiskan untuk jajan. Lebih baik dimasukkan kotak amal sebagai tabungan di akhirat. Makanya reaksi Haidar seperti sekarang ini.        Seberapa dewasa pun pikirannya, Haidar tetap lah anak kecil yang polos.       "Bunda tadi bawa uang. Bunda ada tabungan sedikit biar kita sesekali bisa jajan," jelasku.        Haidar seketika berjingkrak saking senangnya. "Yaay, eth klim ... eth klim ...."         "Ayo, Sayang ...." Aku kembali menggandeng tangan mungil putraku.         Lalu kami berlari kecil menuju penjual es krim yang diinginkan Haidar.          ~~~~~ IMMDH - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~         Outlet kebab Turki - ku sudah mulai sepi. Biasanya nanti sehabis Maghrib baru akan ramai kembali. Kugunakan waktu luang yang ada untuk memasak makan malam.         Haidar sedang murojaah atau latihan hafalan Al-Qur'an menggunakan aplikasi dengan nuansa kartun yang disukai anak - anak. Ia masih berusaha menghafalkan juz 30. Alhamdulillah, sejauh ini sudah hafal lebih dari separuh.        "Bunda ini jam belapa?" tanya Haidar lagi - lagi.        Aku menengok jam dinding. "Jam empat seperempat, Sayang."        "Jam lima-nya mathih lama nggak, Bunda?"        Tingkah lucunya tak pernah gagal membuatku tersenyum. "Kurang 45 menit lagi, Sayang."        "Empat puluh lima menit itu lama, nggak, Bunda?"        "Akan lama kalo Haidar cuman nunggu. Tapi nggak akan lama kalau Haidar menunggu sambil melakukan kegiatan. Dengan lanjut murojaah contohnya."         Haidar cemberut mendengar jawabanku. Tapi ia tetap menurut dan lanjut murojaah.        Sudah hampir jam lima sekarang. Alhamdulillah, semua masakanku sudah matang. Haidar sedang membantuku membawa piring dari dapur ke meja makan.        Aku sudah melarangnya karena takut jika piringnya jatuh, lalu melukainya. Tapi Haidar memaksa tetap membantu. Ia berjanji akan hati - hati. Ia membawa piring satu per satu untuk memperkecil risiko jatuh.        Haidar bolak - balik sebanyak tiga kali dari dapur ke meja makan. Sejauh itu aku sudah selesai membawa semua makanan dan juga sebaskom nasi ke meja makan.        "Ini thudah jam lima, Bunda?" Haidar bertanya lagi.       Aku melihat jam. "Sudah, Sayang."        Haidar terlihat gelisah sembari menatap ke depan. Ia berlari kecil menuju ke pintu masuk.        "Jangan lari - lari, Sayang!" peringatku.        Aku mengawasinya sampai anak itu sampai di teras. Lalu aku menuju ke dapur untuk membersihkan kotoran bekas memasak -- sembari menunggu.        "Bunda ... Ayah udah datang ... Ayah udah datang ...." Haidar berseru riang dari teras.        Aku hanya menatap dari sini. Tersenyum menatap Haidar memeluk Tahta, yang juga tengah memeluk anak itu dengan erat.         ~~~~~ IMMDH - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~         Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD