BAB 3

643 Words
Marisa tersenyum saat melihat seorang pria tampan, dewasa, manja, dan m***m tengah sibuk mengisap kedua gunung kembar miliknya seperti seorang bayi. Ucapannya tidak didengar sang suami, padahal miliknya sudah sangat basah sebagai akibat rangsangan dari Indra. Marisa menjauhkan kepala Indra dari da-danya. Ia duduk di atas perut Indra. Tangannya membuka kaos yang dipakai suaminya secara perlahan. "Morning s*x sebelum ditinggal satu minggu.” bisik Marisa, lalu mengecup singkat bibir Indra. Indra meremas-remas kedua gunung Marisa yang menegang. Sementara Marisa membuka celana Indra dan celana yang ia kenakan. "Tumben, Bun?" Indra merasa heran, kali ini Marisa yang mulai lebih dulu. "Kan perdana bakal ditinggal satu minggu. Biar Ayah semangat! Awas jangan nakal di sana. Ingat ada istri yang menunggu kedatangan Ayah di rumah.” Marisa mengusap da-da bidang Indra. "Ayah kalau udah selesai jemput Bunda di Bandung, ya?" "Iya, nanti Ayah jemput Bunda.” Marisa mengusap lembut tangan Marisa. Ju-ni-or Indra sudah berdiri, membesar dan menegang. Indra memperhatikan sang istri yang tengah melumat ju-ni-or miliknya. Memainkan dengan lidah dan membasahi seluruh permukaannya dengan saliva. Marisa mulai memompa menggunakan mulut sehingga Indra mendesis nikmat. Beralih kendali, kini Marisa menancapkan ju-ni-or Indra ke dalam miliknya yang sudah semakin basah.  "Ah … tambah kekuatannya, Sayang.” Indra meminta Marisa menambahkan ritme menjadi lebih kuat dan cepat. Marisa membuat gerakan maju mundur dengan cepat dan kuat sesuai arahan Indra. memaksa semua milik Indra masuk hingga ke ujung. Marisa memegang pinggang Indra agar keseimbangannya tidak goyah. Ia ambruk saat cairan kental milik mereka berdua menyatu memenuhi rongga milik Marisa.  Marisa menyandarkan kepala di da-da bidang Indra. "Kalau aku jadi keriput, kurus kerempeng atau gendut, Ayah masih sayang?" bisiknya. "Sampai akhir usia, Ayah sayang Bunda selamanya. Tumben nggak posisi miring atau ganjel pinggang pake bantal lagi?" Marisa menggelengkan kepala. "Memangnya Ayah cukup dengan satu ronde?" Indra tersenyum. "Tidak sama sekali! Sekarang Ayah yang di atas, ya!” Marisa merebahkan tubuhnya di kasur king size milik mereka berdua. Indra duduk di paha sang istri dan memasuki milik Marisa lagi. Ia melebarkan paha Marisa agar lebih leluasa menjelajah. "Agh …!" Hantaman Indra membuat Marisa sedikit kaget dan mendesah. "Pelan dulu ya, Ayah.” pintanya. Indra bermain hingga ke ujung, menghantam inti Marisa perlahan. Setelah dirasa siap, ia menghantam bertubi-tubi dengan kuat dan sangat cepat. Gerakan itu membuat Marisa berkali-kali menjerit nikmat. "Agh … Ay … Ayah!” Marisa sedikit mencakar tangan Indra dengan kukunya yang mulai panjang. Marisa tidak lagi membuat kukunya pendek lantaran kini sudah tak lagi bekerja. "Bunda nakal nyakar-nyakar.” Indra dengan hati-hati menghantam kembali milik Marisa dengan cepat dan kuat hingga ke ujung. Berharap benihnya sampai ke tujuan.  "Pegel, Ay.” Marisa merasa pegal terlalu lama melebarkan pahanya. Milik Indra terus saja menancap meski sudah menyemburnya beberapa kali. "Tunggu. Sekali lagi, Bun.” Indra mengeluarkan semua energinya hingga peluh di pagi hari membasahi tubuh mereka berdua. Indra ambruk dan menindih tubuh Marisa. Ia menjadikan kedua gunung kembar sang istri sebagai bantal. Marisa mencium puncak kepala sang suami, mengelus pipi Indra dengan lembut. "Sudah cukupkah pagi ini Ayah di-charge?" bisik Marisa. "Mmmmh, Ayah nggak mau pisah jauh dan lama-lama dari Bunda! Charger ini nggak akan cukup untuk seminggu. Bunda nggak mau nyusul ke hotel tempat Ayah menginap untuk nge-charge Ayah?” Indra mantap wajah istrinya dengan mata memelas. "Sayang, masa iya Bunda nyusul ke sana? Dasar m***m! Tahan aja seminggu. Yang ada Ayah harusnya nyusul Bunda ke Bandung. Di sini, cewek yang disamperin, bukan nyamperin duluan! Bunda mau jaim, ah.” Marisa memeluk dengan gemas tubuh Indra yang sedang menindih tubuhnya. "Ahh, nggak mau berangkat!” teriak Indra. "Hayuk ke Bandung aja!” ajak Marisa. “Nggak ada yang bisa gantiin Ayah.” “Sedihnya pisah satu minggu sama Bunda,” rengek Indra yang lalu menenggelamkan wajah di celah gunung kembar Marisa. "Cup, cup, cup, Sayang! Mandi bareng, yuk.” Ajak Marisa untuk membuat Indra tidak bersedih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD