Barang Luck-Nut

1952 Words
Setelah selesai belanja, mereka langsung pulang. Darren sudah tertidur di jalan. Sesampainya dirumah, David langsung menggendong adiknya untuk menidurkannya di kamar. Tak lupa, dia memerintahkan Christa menyusun semua belanjaan. “Christa! Susun semua belanjaan yang rapi, ya!” “Baik boss!” Christa mengiyakan saja sambil mengangkat plastik belanjaan satu persatu ke dalam rumah. Gadis itu menyeka keringatnya sambil menyusun beberapa bahan makanan ke kulkas. Lalu, dia mengambil plastik lainnya yang berisi alat tulis dan mainan Darren. Dia menyusunnya di meja belajarnya Darren. Saat menyusunnya, Christa mengambil sebuah kotak kecil berwarna kuning dan terkejut saat melihatnya. Matanya melotot seakan bola matanya mau keluar dari tempatnya. Napasnya langsung tersenggal-senggal dan keringatnya bercucuran. “DAVE!!!” teriaknya sampai kedengaran satu komplek. David yang mendengar teriakkan itu, langsung keluar dari kamar Darren dan menghampiri Christa di ruang tengah. Dia menepuk-nepuk telinganya sambil berjalan kesal ke arah Christa. “Kenapa teriak-teriak? Berisik tahu!” ujarnya marah. Christa langsung memasang wajah garang sambil menunjukkan dua kotak bermerk fiesta yang berbeda warna. David bukan orang bodoh, apalagi dia dokter! Tahulah dia itu benda apa? Itu namanya kondom, yang digunakan supaya tidak ada kebocoran saat berhubungan intim bagi pasangan yang belum mau punya anak. Istilahnya, barang untuk bermain aman. Tapi pertanyaannya sekarang kenapa barang itu ada disini? “Apa maksudnya ini, hah! Tadi pagi, kau mencoba melecehkanku! Sekarang niatmu sudah ketahuan kalau kau ingin melakukan hal tak senonoh padaku! Dasar jahat! b******k! Hikss!! Apa salahku padamu!” maki Christa sambil menangis karena merasa dilecehkan. Sedangkan David masih bingung sendiri kenapa benda itu ada disini. Dia menjelaskan,”Begini, yang tadi pagi itu salah paham! Lagian, kamu yang menarik tangan saya! Dan soal barang ini, saya tidak tahu! Mungkin keselip! Mana ada saya beli yang beginian? Untuk apa coba?” Christa menggeleng tak percaya sambil terus menangis. David sekarang semakin bingung harus ngapain. “Ayo lihat struknya! Ini pasti cuma keselip!” ujar David lagi sambil mengambil struk dari sakunya. Dia menunjukkannya kepada Christa untuk dilihat bersama. Sontak, mata kedua makhluk berbeda gender itu melotot melihat bahwa barang itu memang dibeli dan dibayar. “Kau memang sengaja, kan? Buktinya ada! Dasar jahat! Tidak tahu malu! Sudah kuduga, kau itu pria tak bertanggung jawab sampai-sampai mamanya Darren meninggalkanmu Darren! Kamu kerjanya pasti menjebak banyak perempuan untuk kesenanganmu sendiri! Dasar b***t!” Christa terus menerus memarahi David hanya karena dua kotak kondom itu. David masih membatu dan terus memutar otaknya kapan tepatnya barang itu dimasukkan ke belanjaannya. Ah! Dia tidak ingat sama sekali. “Saya bukan orang seperti itu! Jangan buat saya jadi terlihat jahat disini.” David masih membela dirinya karena memang dia tidak salah. “Kamu harus di laporkan! Aku akan teriak ke seluruh komplek supaya kamu digrebek dan diusir dari sini!” ujar Christa membuat David panik lalu menahan gadis itu. Dengan cepat, David mengunci pintu dan menutup jendela beserta gordennya supaya Christa tidak melakukan aksi gilanya. Melihat itu, wajah Christa semakin pucat. Dia berpikir David akan melakukan aksi tidak tahu malunya sekarang. Kalau dipikir, keadaan memang sangat menguntungkan hari ini bagi David. Darren sedang tidur, komplek sepi di hari Minggu dan kini pria itu sudah mengunci pintu dan jendela. Menutup gorden pula, lagi! Fix, pemikiran Christa sudah tidak bisa positif lagi, permisah! “Ja-jangan Dave! A-aku masih perawan, hikss! Jangan begitu, dong! Aku tahu, aku salah! Aku selalu melawan dan menghabiskan uangmu! Tapi jangan rusak aku! Aku akan menurut dan jadi pembantu yang baik! Ampuni aku!” Christa memohon-mohon pada David supaya tidak melakukan hal yang gadis itu pikirkan terhadapnya. “Apaan sih? Masih berpikir aku mau ngapa-ngapain kamu? Sudah saya bilang, saya gak nafsu sama kamu! Kurang jelas!” David masih tak mengerti kenapa Christa sama sekali tidak mau mendengar penjelasannya. “Kenapa pintunya dikunci? Aku mau lari kemana, dong? Jendelanya juga ditutup, gimana aku mau teriak? Kamu udah rencanain ini sejak kapan? Kamu sengaja bawa aku kesini supaya bebas melecehkan aku, hm? Kamu tidak tahu siapa ayahku? Kamu bisa dipenjara!” tuntut Christa tidak percaya kalau David sama sekali tidak berniat melakukan hal buruk itu padanya. Pikirannya tak bisa jernih lagi karena sudah curiga sama David sejak tadi pagi. “Terserahlah! Aku mau ke kamarku!” David capek menjelaskan segalanya pada Christa. Gadis itu masih berburuk sangka padanya dan tidak mau mendengarkannya. Lebih baik, dia istirahat saja di kamarnya. Dia biarkan saja Christa dengan pikiran negatifnya di ruang tengah. Pada kenyataannya, memang David sama sekali tak melakukan apapun padanya. Sesampainya di kamar, David langsung duduk diranjangnya sambil memijat-mijat kepalanya yang pening. Dia masih tidak habis pikir kenapa kondom bisa masuk ke dalam daftar belanjaannya. Dia sama sekali tidak beniat untuk membeli benda itu. Dia lajang, belum menikah dan tidak punya pacar. Sama siapa dia mau gituan, coba? Main solo aja dia gak pernah. Mau ngelakuin hal itu ke Christa? Mikirinnya aja, sudah membuat David mau muntah. Dia adalah tipe cowok yang paling anti soal wanita. David bukannya tidak tertarik pada wanita, tapi dulu dia punya masa lalu yang buruk soal wanita. Dia pernah pacaran, dan akhirnya putus. David jadi teringat masa lalunya soal wanita. Flashback Dua tahun yang lalu “Sayang, kita hari ini mau kemana?” tanya David pada pacarnya. Pacarnya hanya menatapnya cuek lalu menjawab,”terserah!” Jawaban itu sukses membuat seorang David jadi terdiam. Dia langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena kebingungan dengan sikap pacarnya itu. “Aku tidak masalah kalau kamu yang menentukan.” David berkata lagi supaya pacarnya saja yang menentukan kemana mereka akan kencan. Soalnya, David sendiri tidak yakin dengan pilihannya yang cocok atau tidak untuk pacarnya. Beberapa Minggu yang lalu, mereka pernah bertengkar soal pilihan tempat kencan. Alasannya, karena tempat itu sama sekali tidak cocok dengan pacarnya. Soalnya, David memilih membawa pacarnya jalan-jalan di taman dekat rumah sakit dia praktek. Gak elit banget memang! “Kamu itu cowok, Dave! Harus tegas, dong!” tuntut pacarnya lagi. Akhirnya, David menghela napas dan menjawab,”Kita makan aja, ya? Kamu mau makan apa dan dimana?” David bertanya lagi. Dia tidak tahu pasti apa yang sedang ingin dimakan pacarnya itu. “Terserah!” jawab sang pacar membuat David kalut lagi. “Kita ke resto terus makan salad, ya.” David sudah menentukan. Tapi pacarnya malah protes,”Gak mau! Salad gak enak!”. David terdiam lagi lalu memikirkan jenis makanan lainnya lagi,”Gimana kalau capcai?atau kamu suka gado-gado?Kamu suka apa?” “Gak mau! Lebih enak seblak!” “Tapi seblak itu banyak micinnya! Gak baik untuk kesehatan.” David menjelaskan dari segi kesehatan soal jenis makanan yang dipilih pacarnya itu. “Dave! Kamu nanya apa yang aku suka, kan?” balas pacarnya lagi membuat David menghela napas kesal dan dia memilih mengalah. “Oke! Kita beli seblak” “Sudah kuduga! Kamu memang gak pernah sayang sama aku! Kamu tahu seblak gak sehat, malah nyuruh makan seblak!” pacarnya malah protes lagi membuat David langsung menghentikan mobilnya. Dia sudah sangat kesal dengan sikap pacaranya akhir-akhir ini. Gadis ini dulu begitu manis dan baik. Tapi, beberapa waktu belakangan ini, sikapnya sangat menyebalkan dan membuat hubungan mereka terasa toxic. “Kamu maunya apa, sih?” tanya David kesal sedikit membentak. Gadis itu terkejut dengan bentakan David dan langsung menangis. “Inilah yang aku tidak suka darimu! Kau tidak peka dan tidak tahu apa yang aku inginkan. Kamu sibuk dengan duniamu dan pekerjaanmu! Setiap jalan, kamu selalu membicarakan soal pekerjaanmu dan prestasimu. Aku diam saja sampai menunggumu peka! Tapi tidak juga! Aku lelah berpacaran empat tahun denganmu! Kamu juga pasti lupa lagi kalau ini adalah hari ulang tahunku!” pacarnya mengeluarkan semua unek-uneknya pada David. Mendengar itu, David menunduk dan merasa bersalah pada gadis itu. Dia sadar kalau tidak seharusnya dia membentak pacarnya seperti tadi. Mereka sudah pacaran sejak kuliah sampai sekarang. Harusnya David yang lebih peka pada pacarnya. “Maaf, sayang. Aku salah! Aku menyesal. Tapi selama ini kamu diam saja. Kalau ada yang tidak cocok, kita bisa bicarakan.”David meminta maaf karena merasa sudah banyak melukai pacarnya. “Udahlah, Dave! Kita putus aja! Aku gak tahan sama kamu!” pacarnya ambil keputusan sepihak. Tapi tentu saja Dave gak mungkin melepaskan gadis itu. Dia menyukai gadis itu sejak SMA dan berhasil mendapatkannya saat kuliah. Mereka pacaran selama empat tahun, bukan waktu yang singkat. Semua sudah mereka lalui, suka dan duka sudah mereka lewati. David sangat menyayangi gadis ini. “Jangan ambil keputusan begitu!” David tidak terima. Tapi, gadis itu menolak dan memilih keluar dari mobil David. Dia pergi, tapi David sama sekali tidak mengejarnya. Pria itu masih terdiam ditempatnya meratapi akhir kisah cintanya yang seperti ini. “Akhirnya begini, ya?” gumamnya sedih. Itulah akhir dari kisah cinta pertama seorang David Alexander Wijaya. Pria muda tampan dan pintar yang harus kehilangan gadis yang sangat dia cintai dalam waktu singkat. Entahlah, siapa yang harus disalahkan disini. End Of Flashback Teringat itu, David mengusap wajahnya. Pengalaman cinta pertamanya yang kandas begitu saja, membuatnya jadi trauma memulai hubungan. Bukan itu saja, David jadi trauma sama wanita. Dia merasa semua wanita itu makhluk astral yang sulit dipahami, terkecuali ibunya. Bisa-bisanya mantannya dulu memutuskannya begitu saja, padahal mereka sudah pacaran selama empat tahun. Sayangnya, dia sama sekali tidak mengenal baik dan mengerti keinginan seorang wanita dalam empat tahun. “Kepalaku sakit kalau mengingat soal ‘dia’. Lebih baik aku tidur saja!” gumam David lalu merebahkan tubuhnya di kasur dan istirahat dengan tenang. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan jam tiga sore. David bangun lalu turun kebawah untuk makan siangnya yang sudah terlambat. Dia tidak pernah terlambat makan siang, tapi karena banyak pikiran, dia jadi ketiduran. Di dapur, dia sudah mendapati Christa sedang mencuci piringnya. Saat dia datang, Christa terkejut dan tanpa sengaja memecahkan piring. ‘PRANG!’ “Kenapa sih?” tanya David langsung membantu Christa membersihkan pecahan piring itu. Dia paham kalau Christa merasa ketakutan saat melihatnya. Dia tahu kalau gadis itu masih salah paham padanya. “Jangan memikirkan hal itu lagi! Saya tidak akan pernah begitu! Kamu boleh melaporkan saya kalau saya memang melakukan hal buruk padamu.” David masih berusaha menenangkan Christa yang ketakutan padanya. Tiba-tiba Darren datang dari depan sambil bertanya kepada keduanya. “Ada yang lihat pelmen Dayen?” “Kakak cantik gak lihat ada permen. Memangnya Darren beli permen?” tanya Christa diangguki oleh Darren. “Oh iya! Kamu tadi beli permen ya, dek? Permen apa, ya? Permen tangkai atau bungkusan?” tanya David teringat kalau tadi adiknya memang bilang mengambil permen saat di kasir. “Iya, bang! Bungkusnya kotak.” Jawab Darren membuat Christa bingung. “Kakak cantik gak ada lihat kotak permen, Darren sayang. Apa terjatuh?” heran Christa memang tak ingat kalau ada permen saat menyusun belanjaan tadi. “Yang kotaknya kecil walna kuning sama pink! Tulisannya Fi-es-ta!” jelas Darren lagi membuat kedua orang dewasa itu terkejut bukan main. David dan Christa jadi saling berpandangan seakan mendapat jawaban dari kebingungan mereka tadi. “Oh yang itu! Mungkin sudah terjatuh, dek! Nanti abang belikan permen yang lain saja, ya! Tapi kamu jangan banyak makan permen! Kamu nanti bisa sakit gigi.” David mengalihkan perhatian David supaya tidak memikirkan permen abal-abalnya tu. “Yahhh! Padahal, Dayen mau pelmen sekayang.” Darren merengut sedih. “Ya sudah! Ayo kita keluar beli permen.” Ajak David sambil mengaja Darren keluar untuk membeli permen. Sedangkan Christa masih terdiam mencerna semuanya. ‘Oh! Jadi Darren mengira kotak itu isinya permen. David memang tidak berpikir melakukan hal buruk padaku, ya! Syukurlah!’ Christa membatin lega. Tapi kemudian, dia tersadar kalau pecahan piring malah ditinggal dan tidak jadi dikutip oleh David. “Lah? Ini malah ditinggal! Aku mesti membereskannya sendiri! HUH!” gumamnya kesal melihat pecahan piring itu lalu membersekannya. Ya, hari ini memang panjang ya, pemirsa! Sampai dua chapter pula! Tapi kisah mereka masih panjang lagi~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD