Satu hari libur merupakan anugrah bagi Melodi. Mendekati akhir syuting yang hanya tinggal beberapa hari lagi Melodi tetap menyempati dirinya untuk melakukan olahraga pole dance. Tak peduli selelah apa kemarin, Melodi selalu menyempatkan dirinya melakukan olahraga pole dance yang sudah menjadi rutinitasnya selama setengah tahun ini. dengan adegan yang cukup menguras tenaga. Melodi memilih olahraga pole dance karena merasa pole dance membuat dirinya terlihat menarik saat melakukannya.
Dengan baju pole dance yang lebih tertutup dari biasanya, Melodi mulai menunjukkan aksi melakukan pole dance. Melodi sengaja menggunakan baju yang tertutup karena ingin menunjukkan kemahirannya melakukan pole dance. Jika biasanya Melodi hanya memperlihatkan fotonya, sekarang Melodi ingin memperlihatkan dirinya yang sudah jauh lebih mahir dari sebelum-sebelumnya.
Melodi menempatkan ponselnya di atas tripod dan mencari posisi yang pas agar bisa menangkap semua gerakannya. Setelah mendapatkan posisi yang pas Melodi menyalakan musik yang akan menemaninya.
Alunan musik klasik menjadi pilihan Melodi untuk menemani melakukan pole dance. Tubuhnya meliuk dengan indahnya di tiang yang menjulang di ruang latihan yang khusus dibuatnya. Sinar matahari yang masuk dari jendela pun membuat Melodi terlihat sangat indah.
Karena membuat video dengan ponsel yang akan dibagikannya di sosial medianya, Melodi hanya melakukannya selama kurang lebih empat menitan. Setelah berhenti merakamnya, barulah Melodi kembali melanjutkan pole dancenya.
Putri tiba-tiba muncul di ruang latihan pole dance Melodi. Dia menyandarkan tubuhnya di tembok sambil memandangi Melodi yang melakukan pole dance yang semakin baik dari hari ke hari.
“Aduh anak gadis, pagi-pagi udah bangun aja.”
Menyadari keberadaan Putri, Melodi segera menghentikan kegiatannya, kedatangan Putri se-pagi ini di hari libur membuat Melodi sedikit curiga. “Aku juga maunya bangun lebih siang, tapi tetep aja bangun ke pagian.”
Melodi mengambil ponsel dan juga handuk yang sudah dipersiapkannya sebelumnya. “Oh ya, Mbak mau ngapain ke rumah pagi-pagi?”
“Besok ada infotainment yang mau meliput dari rumah sampai lokasi syuting.”
“Terus?”
“Mereka mau meliput ke dekatan kamu sama Gibran, kamu tahukan sinetron kalian selalu ditunggu-tunggu?”
“Terus?” tanya Melodi yang sebenarnya sudah mulai menduga-duga kemana arah pembicaraan ini.
“Kamu tahukan penonton suka ngejodohin kalian? Yah, kamu cuman perlu memperlihatkan sedikit perhatian-perhatian kecil ke Gibran, contohnya seperti makan bersama dari bekal yang kamu bawa.”
“Mbak setuju aku ngelakuin hal itu?” tanya Melodi. Saat jam istirahat para pemain memang sering menghabiskan waktu dengan mengobrol dan makan bersama tapi Melodi yakin betul bahwa hal ini pasti akan menggiring pikiran publik bahwa dia dan Gibran bisa saja terlibat cinta lokasi.
“Aku juga enggak mau, tapi mereka memaksa. Anggap saja ini seperti biasanya Mel.”
“Emang ya namanya stasiun tv, enggak pernah bener-bener waras.” Melodi memijat kepalanya yang terasa berdenyut. Baru kemarin dia memuji stasiun tv yang membuat perubahan pada persinetronan Indonesia, tapi ternyata mereka sama saja karena membuat bumbu-bumbu seperti ini.
“Aku akan melakukannya seperti biasanya, selayaknya seorang teman.” Sejujurnya Melodi berharap aktingnya yang membuat orang-orang suka bukannya bumbu-bumbu kehidupan pribadi seperti ini.
“Oh ya, Mbak enggak cuman mau bilang itu ajakan?”
“Iya, aku mau ajak kamu spa, mau enggak?”
Melodi terdiam sejenak memikirkan tawaran Putri, dia memang membutuhkan itu sekarang bukan? “Boleh deh, sekalian mau perawatan.”
“Udah sarapan belum?” tanya Putri.
Melodi menggeleng, tadi dia hanya sempat makan dua pisang dan dia rasanya ingin makan sesuatu.
“Mau makan apa?” tanya Putri.
“Apa aja deh soalnya masakan Mbak Putri enak.”
Memiliki manajer yang layaknya kakak perempuan membuat Melodi merasa sangat beruntung memilikinya. Dia yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara tidak pernah merasakan memiliki kakak dan dengan adanya Putri, Melodi akhirnya bisa merasakannya.
Setelah sarapan barulah Melodi dan Putri pergi ke tempat spa. Melodi bersyukur memiliki langganan tempat spa yang tidak membuatnya harus bertemu dengan khalayak umum, dia cukup parno karena orang-orang yang berdesakan untuk meminta foto tanpa sengaja suka melukainya.
Dari minggu kemarin banyak penggemar yang datang ke lokasi syuting dan berebutan untuk mau foto bersama dan hal itu jelas di luar dugaan Melodi karena biasanya proses syuting berlangsung dengan lancar tanpa adanya penonton. Proses syuting yang dilakukan cukup jauh dari hari penayangan ternyata memiliki efek yang lebih bagus karena tidak akan mengalami banyak gangguan. Karena proses syuting yang masih dilakukan saat sinetron sudah tayang akhirnya membuat membeludaknya penggemar yang datang karena mereka ingin bertemu dengan idola mereka.
Sampai di spa langganan, Melodi disapa dengan ramah oleh pegawai-pegawai spa yang sudah biasa melayaninya. Saat perempuan mengatakan akan melakukan spa dan perawatan waktu yang dibutuhkan untuk itu semua tidak ada yang bisa memprediksinya. Melodi sejujurnya juga bosan tapi apa boleh buat, dia yang sudah memutuskan terjun ke dunia hiburan ya harus pandai-pandai merawat diri. Bukan berarti Melodi melakukan perawatan agar bisa terus di dunia hiburan, saat di depan kamera setidaknya wajah yang pertama kali dilihat harus bersih, bersih bukan berarti putih karena Melodi tidak menganggap putih itu identik dengan cantik.
Setelah tiga jam akhirnya Melodi selesai dengan semua treatment yang dilakukannya. Dia merasa tubuhnya semakin nyaman setelah melakukan serangkaian treatmen. Melodi menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi mobil. “Sebelum pulang makan yuk.”
“Boleh, tapi kita enggak akan langsung pulang begitu saja.”
Melodi menoleh ke arah Putri. “Emangnya mau kemana?”
“Kita pergi berbelanja buat bekal syuting besok.”
“Siapa yang bakalan masak?” tanya Melodi.
“Kamulah.”
Melodi melotot. “Mbak, aku tu enggak jago masak. Yang bener aja deh nyuruh-nyuruhnya.”
“Kalau Mbak yang masak nanti kamu diminta ikut acara masak gimana?”
Melodi terdiam, apa yang dikatakan Putri memang benar. Jika dia sampai mengakui masakan Putri sebagai masakannya bisa saja hal itu akan menjadi boomerang untuknya. Melodi sangat tidak ingin terkenal karena sensasi dan Melodi juga tidak ingin mendapatkan kesusahan dari apa yang dia akui.
“Nanti Mbak akan suruh Tiara tidur di rumah kamu biar bisa bangun pagi dan masak.”
“Iya-iya siap Bu Manajer.”
“Sekarang mau makan di mana?”
Melodi menyodorkan ponselnya. Dia memperlihatkan tempat makan khas korea yang ada di salah satu mall yang tidak jauh dari tempat mereka sekarang.
“Kangen?” tanya Putri.
“Ya kangenlah, bisa dikutuk aku kalau enggak inget keluarga.”
Putri tak bisa menyembunyikan senyumannya melihat Melodi yang mengatakan rindu pada keluarganya yang sudah pindah ke Korea dan hanya dia seorang di Indonesia.
“Sabuk pengamannya jangan lupa dipakai,” tegur Putri karena dia sudah mulai menjalankann mobilnya, akan sangat merepotkan jika mereka sampai kena tilang hanya karena tidak memakai sabuk pengaman.
“Bawel,” ucap Melodi sambil memasang sabuk pengaman ke tubuhnya.
Di sepanjang jalan Melodi hanya memainkan ponselnya. Dia bukan seorang yang terlalu suka bermain sosial media tapi karena sekarang dia seorang aktris dan memiliki penggemar, Melodi merasa bahwa dia perlu memposting satu atau dua foto agar penggemarnya bisa mengetahui keadaannya.
Akhirnya mereka sampai di mall dan tanpa membuang waktu terlebih dahulu mereka pergi makan di salah satu restoran yang menyajikan makanan Korea. Mall yang mereka datangi merupakan salah satu mall elit di Jakarta sehingga Melodi tidak terlalu takut untuk berjalan-jalan seperti ini, walau Melodi sadar bahwa beberapa orang tampak memperhatikannya.
“Itu restoran baru ya?” tanya Putri karena dia baru sadar bahwa dia baru pertama kali melihat nama restoran itu.
“Iya, ini katanya cabang pertama mereka di Indonesia soalnya di Korea udah terkenal banget.”
“Baru buka?”
“Udah dua bulan kok.”
Memasuki restoran suara musik K-pop terdengar ke seluruh penjuru tempat di dalam restoran itu. Melodi merasa restoran ini cukup nyaman dibandingkan restoran yang lainnya dari segi tempat dan juga interior yang digunakan.
Melodi berjalan mendahului Putri, dia sudah melihat satu yang nyaman untuk dia tempati dan Putri hanya bisa mengekor. Terlihat sekali bagaimana Melodi sangat bersemangat untuk mencicipi makanan Korea yang sudah cukup lama tidak di makannya itu.
“Mbak mau makan apa?” tanya Melodi sambil memilih-milih menu makan.
“Kamu saja yang pilihin.”
Melodi yang sibuk memilih menu makanan, tidak sadar akan kedatangan seseorang yang langsung bisa melihat keberadaan Melodi di sana. Tanpa ragu orang itu berjalan mendekati meja Melodi.
“Suatu kebetulan kita bisa bertemu di sini.”
Tangan Melodi yang hendak membalik buku menu terhenti. Sekali mendengar suara itu Melodi bisa mengetahui siapa pemilik suara itu tanpa memalingkan wajahnya dari buku menu yang menjadi pusat perhatiannya ini.
“Pak Arwin, senang bertemu dengan Anda,” ucap Putri.
Dengan berat hati Melodi mengangkat pandangannya dan pandangannya bertemu dengan Arwin. “Selamat siang, Pak Arwin.”
“Apa saya boleh ikut gabung?” pertanyaan Arwin sukses membuat Melodi menahan napasnya.
“Oh tentu saja boleh,” jawab Putri. “Iyakan Mel?”
“Iya Bapak gabung aja enggak apa-apa kok.”
“Tapi saya bersama sekretaris saya.”
“Enggak apa-apa kok Pak, toh ini mejanya besar juga,” jawab Putri lagi.
Arwinpun duduk tanpa ragu di antara Melodi dan Putri. Tak lama orang yang Melodi yakini sebagai sekretaris dari Arwin datang dan memperkenalkan dirinya seperti basa-basi pada umumnya.
Melodi tak sengaja melirik jam yang ada di ponselnya kemudian sadar bahwa hampir jam makan siang. Saat jam makan siang seperti ini pastinya tempat makan ini akan ramai dengan pengunjung dan Melodi tak perlu takut untuk digosipkan dengan Arwin karena dia meja ini tidak hanya ada dirinya melainkan Putri dan Rendi Sekretaris Arwin ada di sini juga.
“Ini kali pertama saya datang ke sini karena keinginan sekretaris saya yang ingin mencicipi makanan Korea, apa kalian bisa merekomendasikannya?”
Otak cerdas Melodi seketika bisa menangkap bahwa apa yang dikatakan Arwin hanyalah omong kosong. Tidak mungkin sekretarisnya merengek untuk pergi ke restoran Korea di saat jam makan siang belum di mulai. Tanpa sadar Melodi tersenyum geli mendengarnya.
“Bagaimana jika Melodi saja yang memilih menu?” permintaan itu bukan dilontarkan oleh Arwin melainkan dilontarkan oleh Putri.
Melodi yang sedikit tersentak mencoba untuk bersikap biasa saja dan berucap, “Jika Anda tidak keberatan tidak masalah.”
“Boleh, bagaimana Rendi?”
“Saya mengikut saja.”