Bab 2

1242 Words
Apa ini nyata, ataukah hanya sebuah mimpi belaka? Bagaimana bisa mimpi burukku mengikutiku sampai ke tempat ini? Romi tak seharusnya berada di sini. Dia harusnya berada di Jakarta bersama istrinya tercinta dan hidup bahagia selama-lamanya. Dia tak seharusnya berada di sini, di sebelah rumahku dan mengganggu hidupku yang baru. Bagaimana aku bisa melupakannya jika dia yang kuhindari malah sekarang berada di sini? Oh Tuhan, rencana apa yang telah Kau buat untukku? Kubuka tirai jendela di hadapanku. Dan sekarang, terlihatlah Romi dan Liny—istrinya—tengah bercanda di ruang tv rumahnya. Mereka berdua terlihat sangat bahagia, dan aku terlihat begitu mengenaskan. Papa bilang, pasangan suami-istri itu—Romi dan Liny—pindah ke sini sekitar satu bulan yang lalu. Romi dipindah tugaskan di salah satu rumah sakit di sini. Dan beberapa hari mendatang, Liny akan membuka kafe barunya di kota ini. Pasangan yang sukses. Selamat. Sebenarnya Romi lah alasan sebenarnya aku pindah ke sini. Aku pergi untuk menjauh darinya. Kalau seperti ini caranya, bagaimana bisa aku melupakan Romi dan move on darinya? Harusnya di sini, di kota ini, aku memulai hidupku yang baru dan melupakan semua tentang Romi. Tapi kenapa takdir begitu kejam dan mempertemukan kami kembali? Mereka bilang, selalu ada alasan di balik sebuah kejadian. Dan bagiku, alasan yang paling pas dalam kasusku ini adalah agar aku dapat balas dendam kepada Romi. Baiklah, jika memang Tuhan menginginkan ini, akan kulakukan. Romi akan mendapatkan karma atas apa yang ia perbuat kepadaku. Mematahkan hati dan menghancurkan perasaan seseorang adalah perbuatan yang k**i. Dia harus mendapatkan ganjarannya. Romi harus menderita seperti aku menderita. Rasa benciku terhadapnya sekarang semakin menjadi. Terima kasih, takdir. *** “Papa berangkat kerja dulu. Nanti Papa pulangnya agak sorean. Kamu nggak apa-apa kan, sendirian di rumah?” Aku mengangguk dan tersenyum. “Shaby udah gede, Papa. Shaby nggak bakalan kenapa-napa di rumah sendirian.” “Kalau kesepian, main aja ke rumah sebelah. Sepertinya Liny selalu di rumah. Kalian bisa saling menemani,” ucap Papa seraya berhenti di teras rumah dan menoleh ke arahku. Demi apa pun, aku tak sudi bertamu ke rumahnya! “Papa udah telat,” balasku. “Kasihan mahasiswanya kalau disuruh nunggu,” lanjutku yang membuat Papa tersenyum kecil. “Iya-iya, Papa berangkat dulu. Hati-hati di rumah.” Papa kini membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalamnya. Tak lama kemudian mobil tersebut sudah berjalan meninggalkan rumah ini. Tanpa sengaja aku menoleh ke arah sebelah rumah. Di sana sudah ada pasangan suami-istri yang tengah memandang ke arahku dengan tatapan tidak enak. s**l, pagi-pagi disuguhi pemandangan yang sangat memuakkan seperti ini. Hilanglah dari muka bumi kalian berdua! Kini kulihat Romi mencium pipi Liny dan berpamitan. Mereka berdua tersenyum penuh dengan kebahagian. Tak lama kemudian mobil Romi berjalan meninggalkan rumahnya. Liny masih memasang senyum manisnya sembari mengamati kepergian mobil sang suami. Hal ini benar-benar membuatku kesal setengah mati. Aku benci mereka berdua! “Hai,” sapa Liny dengan senyum lembut yang menghiasi wajahnya. Tanpa membalas sapaannya, aku langsung saja berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumah. Aku tak membutuhkan senyum atau sapaannya. Apa Liny tahu, apa yang telah suaminya perbuat kepadaku? Romi telah membuatku menunggu dengan penuh harapan dan angan indah mengenai hubungan kami. Dia pun memberiku sejuta janji manis yang ternyata berbuah pahit. Setelah sekian lama menunggunya, akhirnya kabar pernikahannyalah yang kudengar. Orang macam apa dia? Tukang obral janji bermoduskan cinta. Mati saja sana! Aku berjalan ke ruang tv. Setelahnya aku duduk manis di sofa sembari menonton acara gosip. Semoga acara ini dapat membuat emosiku reda. Mengapa hidup ini tidak adil? Romi merenggut semua kebahagiaanku, menghancurkanku. Seharusnya dia menderita karena perbuatannya kepadaku. Tapi yang kulihat, sekarang dia bahagia dengan Liny, wanita perebut kekasih orang. Romi mendapatkan wanita yang serba lebih dariku. Liny cantik, anggun, punya kafe, dan punya senyum yang manis. Dibandingkan denganku, benar-benar seperti langit dan inti bumi, jauh sekali. Sepertinya Romi memang punya alasan yang jelas untuk meninggalkanku. Tapi jika sudah tahu kalau ada wanita yang serba lebih, kan tidak perlu mengobral janji-janji manis s****n yang membuatku berharap lebih! Sekarang apa yang harus kuperbuat untuk membuat Romi hancur? Aku benar-benar ingin menghancurkan hidupnya! Aku ingin membuatnya menderita dan merasakan apa yang kurasakan. *** Aku duduk di teras rumah menunggu Papa pulang. Kuamati bunga-bunga di halaman ini. Mereka sangat indah dan mendamaikan. Sepertinya mereka cukup terawat. Aku yakin Papa merawat tanaman di sini dengan sepenuh hati. Papa selalu jadi pribadi yang penyayang. Mungkin sebaiknya aku menyirami tanaman ini sambil menunggu Papa pulang. Kunyalakan keran air yang sudah terhubung dengan selang. Setelah itu, kusirami bunga-bunga dan tanaman lainnya. Rumah ini terlihat cukup hijau dan aku akan membuatnya semakin hijau. “Shaby,” terdengar suara seseorang memanggilku dari arah belakangku. “Hai, bisa bicara sebentar?” Tanpa menoleh pun aku sudah tahu bahwa itu adalah Romi. “Aku belum sempat jelasin apa-apa sama kamu, Bee,” katanya lagi dengan suara yang semakin mendekat ke arahku.  “Please, jangan marah lagi. Aku tahu kalau aku salah,” ucapnya terdengar hati-hati. “Tapi aku mohon, dengerin dulu penjelasanku.” Aku berbalik dan memandangnya nyalang. Jangan marah? Dia pikir dia siapa? Yang merasakan semua sakitnya dikhiyanati itu aku, dan sekarang dia bilang jangan marah? Apa dia tahu bagaimana hari-hariku semenjak aku tahu dia menikah dengan orang lain? Aku kacau bahkan hampir gila—entah sudah. Dan sekarang dia memintaku untuk tidak marah? Berani sekali dia! “Lo pikir penjelasan lo bisa mengubah keadaan?” tanyaku tajam yang membuatnya terdiam. “Enggak kan?” Setelah aku mengucapkan kalimat tersebut, segera aku mematikan keran air dan masuk ke dalam rumah. Kutinggalkan Romi yang tengah memandangku dengan raut wajah bersalah. Aku sungguh tak peduli dengannya. Di ruang makan, kuambil segelas air putih dan meminumnya. Aku mencoba mengatur napasku, meredam amarah yang bergejolak. Tak berapa lama kemudian, kudengar suara bel rumah berbunyi. Aku menatap arah ruang tamu dengan tak percaya. “Mau apa lagi sih, dia?” kataku kesal sendiri. Segera aku berjalan menuju ruang tamu. Baiklah jika Romi ingin melihatku murka. Aku tak akan menahan amarahku lagi. Mungkin memang sebaiknya kutumpahkan semua kemarahanku kepadanya. “Mau lo apa, sih?” teriakku kesal seraya membuka pintu ruang tamu. “Masih belum puas—” Seketika suaraku hilang setelah memandang pria yang berdiri di hadapanku. Pria tersebut menatapku kaget dan bingung. Dan yang jelas, pria ini bukanlah Romi. “Hai,” sapaku seraya memberinya senyum canggung. Dia mengangguk dan membalas sapaanku. “Nyari siapa?” “Ini rumah Om Dewa bukan?” “Iya. Tapi Papa masih belum pulang,” jawabku. “Ada perlu apa ya kalau boleh tahu?” Seketika senyum cerah terbit di bibirnya. “Oh, ya, aku Darryl,” ucapnya memperkenalkan diri. “Beberapa waktu yang lalu Om Dewa nawarin tempat tinggal buat aku selama aku ngajar di sini.” Aku memanjangkan leher, mengintip satu buah koper hitam yang berada di belakangnya. Jadi dia mau numpang tinggal di sini? Kenapa Papa tidak bilang kepadaku? “Kalau boleh tahu, kamu siapanya Om Dewa?” “Aku anaknya. Shaby,” jawabku. Darryl mengangguk-anggukkan kepala, mengerti. Kini tatapannya fokus mengamati wajahku. Ekspresi berpikir tergambar jelas di wajahnya. “Ada apa?” tanyaku bingung. “Apa sebelumnya kita pernah bertemu?” tanyanya balik masih mengamatiku dengan seksama. Tanpa sadar aku sudah berdecak. Dasar modus! “Oh, benar, Shaby!” Darryl berseru senang. “Gue ingat! Kita ketemu di nikahannya Liny.” Aku mengamati Darryl baik-baik. Apa benar kami bertemu waktu di nikahan Romi? Lalu, sekelebat ingatanku tentang pernikahan Romi muncul. Selain aku menampar pipi Romi, aku pun bertemu dengan mantan Liny. Dan orang tersebut adalah Darryl.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD