2. Jas hujan

815 Words
Bab ini apaan sih gaje banget wkkwwkk ***" "Mbak Nanaz!" Nanaz, yang saat itu berada di dalam cafetaria, menoleh menatap Messy yang pagi itu terlihat cemberut. Tumben. Biasanya, pagi-pagi gini, senyumnya Messy lebih silau daripada sinarnya mentari. "Mbak Nanaz kok tega sih bohongin Messy soal k****m itu!" kata Messy setelah duduk di kursi sebelahnya. Nanaz memelotot. "Hah? k****m?!" Messy gelagapan, dia langsung menaruh jari telunjuknya di bibir sebagai kode supaya Nanaz tidak bicara keras-keras. Soalnya, setiap pagi, cafetaria yang letaknya di seberang kantor mereka ini sudah dipenuhi oleh rekan-rekan kerja mereka yang lain. Dan Messy tidak mau salah satu dari mereka ada yang mendengarkan. Bisa viral entar dianya di kantor. "Ngomongnya bisik-bisik aja, Mbak!" Nanaz mengangguk paham. "Maksud kamu, jas hujan?" Messy balas mengangguk, dan bibirnya yang dilapisi lipstik merah ngejreng itu kembali cemberut. "Iya! Kok Mbak Nanaz tega sih ngerjain Messy kayak gitu? Messy malu tau jadinya!" Dahi Nanaz berkerut-kerut. "Maksudnya apa, ya? Kok, dateng-dateng bahas jas hujan? Emang, kemarin habis basah-basahan?" Gantian dahi Messy yang berkerut keheranan. "Mbak Nanaz gimana, sih? Kan, kemarin Messy ada WA. Nanyain soal ukuran jas hujan itu. Dibales juga, kan? Masa lupa, sih?" Bentar-bentar. Nanaz menyipitkan matanya sedikit. "Kapan?" "Kemarin malam, sekitar jam sepuluh gitu." Nanaz teringat saat Kiano mengangsurkan ponselnya yang sepertinya terjatuh saat ia ketiduran di sofa kemarin. Astaga dragon! Jangan-jangan ... "Emangnya, kamu nanyain apa?" "Aduuuh! Ini, loh!" Messy mengeluarkan ponselnya, membuka room chatting antara dirinya dan Nanaz, lalu menunjukkan chat mereka kemarin. Nanaz membacanya lalu tertawa terbahak-bahak. "Terus, terus, kamu belinya gimana tuh kemarin?" Messy mendengkus. "Jadi, gini. Kemarin kan, pacarnya Messy ngajak ajep-ajep, tapi Messy takut nge-jleb. Nah, jadi dia bilang pake pengaman aja. Dia minta Messy yang pergi beli, soalnya dia juga nggak pernah pake begituan. Tapi Messy nggak tau bentuknya sama ukurannya gimana. Terus, kan, Messy keinget Mbak Nanaz. Jadi, Messy WA, nanyain ...  jas hujannya ada ukuran, nggak? Terus, Mbak Nanaz bilangnya ada. "Jadi, Messy pergi ke Apotik gitu malemnya. Messy bilang ke yang jual, 'Pak, beli pengamannya ya, yang ukuran XL.'" Nanaz mati-matian berusaha menahan tawanya. "Terus, terus?" "Si Bapaknya bingung, ngelihatin Messy gitu lama-lama terus nanyain, 'Maksudnya pengaman apa?', Messy bilang, ya pengaman, Pak. Terus, dia ngambil apa yang Messy mau, sambil bilang gini, 'Oh, a**************i ... kalo ini all size, Mbak, nggak pake ukuran.' Habis itu, si Bapaknya ngakak sampe kejang-kejang." "Buahahahaha!" Messy menatap Nanaz dengan ekspresi datar. "Untung aja waktu itu Messy pake masker, jadi si Bapak itu nggak bakal ngenalin Messy. Pokoknya, Messy nggak bakal mau ke apotik itu lagi." "Hahahaha!" "Messy malu! Mau mati aja kemarin." "Ya ampuuun, Mes! Sumpah, sakit banget perut gue! Pagi-pagi ngelawak, kocak banget gila!" Nanaz memegangi perutnya yang terasa sakit lantaran terlalu banyak tertawa. Bisa dibayangkannya bagaimana ekspresi Messy kala itu. "Messy malu banget! Ini semua gara-gara Mbak Nanaz tau nggak? Pake acara bilang kalo itu ada ukurannya lagi! Padahal kan nggak ada!" "Hahaha. Kamu kok nyalahin aku, sih? Lagian, masa gitu doang nggak tau? Ya jelas nggak ada ukurannyalah! Hahahahah!" Messy mendengkus. "Ya, namanya juga baru mau pake. Messy kan masih polos. Lagian, Mbak Nanaz ngapain sih bilang ada segala? Nyebelin banget tau nggak!" Nanaz berhenti tertawa, lalu berdeham. "Itu bukan aku yang balas tau." "Hah? Terus, siapa?" "Pak Bos kita." "Hah? Kok bisa? Gimana ceritanya?" "Jadi, kemarin aku ketiduran di rumahnya dia. Jadi, mungkin pas aku lagi tidur, dia baca terus dia bales. Soalnya, beneran, di HP-ku nggak ada pesan dari kamu." "Astagfirullah! Mati aku, Mbak! Jadi, Bosque tau dong kalo itu Messy? Haduh! Gimana dong ini? Messy maluuuu!" Messy mulai menggigiti jarinya. "Kayaknya sih nggak tau. Soalnya, nama kamu di HP ini, Mesum." "Hah? Apaan?" "m***m," jawab Nanaz enteng. "Ih, Mbak Nanaz apaan, sih, nama bagus-bagus diganti m***m. Tapi, kan, ada foto profilnya Messy. Haduh! Gimana dong ini? Entar Pak Bos mikir yang macem-macem lagi soal Messy!" Nanaz tergelak-gelak. "Santai aja lagi. Eh, jadi kemarin gimana? Kamu beneran ajep-ajep sama pacar kamu? Ingat dosa, woi." "Nggak jadi, soalnya Messy udah nggak mood. Tapi, kan ... pengen, Mbak. Masa nonton mulu. Kan, nggak seru." Nanaz menggelengkan kepalanya berkali-kali dan memasang wajah serius. "Kamu jangan mau dimanfaatkan cowok kayak gitu. Jangan maulah kalau diajak begituan kalo masih pacaran. Itu tuh, hak suami kamu besok, Mes." Messy tampak tertegun sejenak. "Eehm, iya juga sih, Mbak." Nanaz tersenyum. "Makanya, buruan nikah." "Mbak Nanaz sendiri nggak pengen gitu nikah lagi?" Karena Nanaz tak langsung menjawab, Messy lekas-lekas meminta maaf. "Maaf, Mbak. Messy nggak bermaksud—" "Nggak apa-apa kok, Mes. Kamu boleh kok nanya kayak gitu." "Hmmm, masih belum bisa move on, ya, Mbak?" Nanaz melemparkan pandangannya ke arah jendela tranparan, menatap langit yang pagi itu terlihat cerah. Nanaz tersenyum lebar, seakan melihat seraut wajah di atas sana, "I miss him so badly. Aku belum bisa ngelupain dia, Mes. Tapi, aku sedang berusaha untuk jatuh cinta lagi. Life must go on, kan, ya?" Messy nyengir. "Pasti orangnya baik banget, ya, Mbak? Sampai Mbak Nanaz susah banget move on-nya?" "Hmmm, ya, kamu benar. Tapi, Tuhan lebih sayang dia ...." "Udah, Mbak nggak usah melow gitu. Mending gibah, yuk? Gibahin siapa gitu biar rame." "Ah, kamu pagi-pagi ngajak gibah. Balik yuk! Entar kena semprot lagi sama si Bambang." Nanaz bangkit sambil meraih  tasnya di atas meja. "Bambang siapa, ya?" "Bos lu!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD