Chapter 2

1261 Words
Senja di sore hari yang kini terlihat menambah keindahan di Istana Kerajaan Phanthom. Pelayan yang berlalu lalang mengerjakan tugasnya dengan cepat berharap tidak bertemu dengan sang Pangeran, karena takut jika sang Pangeran akan membunuh mereka. Sakura yang kini duduk di taman menunggu kepulangan putranya itu mendesah lembut kala mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Di saat Sebastian yang murka membuat getaran lumayan kuat di sekelilingnya, wajahnya yang tanpa senyum itu membuat Sakura takut. Di saat Sebastian sudah tidak bisa dikendalikan, para Raja lainnya datang dengan wajah cemas. Mengetahui jika, Sebastian lepas kendali membuat mereka semua waspada. Sebelumnya Sebastian tidak pernah lepas kendali mengenai Sakura, tetapi entah mengapa akhir-akhir ini Sebastian mudah terpancing. Dengan terpaksa Sakura membuat Sebastian tidak sadarkan diri. Setelah Sebastian tersadar pun Sakura mencoba menenangkannya dan kabar baiknya ia berhasil. "Maafkan aku," ucap Sebastian dengan nada rendah. "Kau  sudah mengatakan itu ratusan kali, Sebastian," jawab Sakura tanpa menoleh ke arah Sebastian. "Tapi rasanya kau  menjauhiku," jawab Sebastian lirih, sontak hal itu membuat Sakura menoleh. "Ada apa sebenarnya denganmu? Kurasa saat ini aku sedang tidak hamil dan kau  berbicara seperti itu," tanya Sakura menatap aneh pada Sebastian. "Mungkin akhir-akhir ini aku membutuhkanmu berada di bawahku," jawab Sebastian tersenyum jahil sambil menutup matanya dengan tangan kirinya. "Sebastian, itu tidak lucu," gerutu Sakura sambil mendelik. "Aku serius," jawab Sebastian menatap Sakura sambil tersenyum simpul, wajah Sakura memerah lalu membuang tatapannya ke arah lain. "Kau  masih saja malu-malu," bisik Sebastian di telinga Sakura yang langsung membuat wajah Sakura semakin memerah. "Berhenti menggodaku," jawab Sakura ketus, Sebastian hanya terkekeh. Dari kejauhan Sakura melihat sang Pangeran yang baru saja kembali dari kabut terlarang bersama pelayan setianya, Eather. Zero yang melihat sang Ratu tengah duduk menikmati sore hari bersama Rajanya itu tersenyum lebar. Dengan pakaian dan bercak cairan merah yang mengotori wajah tampannya itu, Zero berlari dengan cepat dan berhenti tepat di depan Sakura dengan senyuman riangnya. "Bagaimana acara bermainmu?" tanya Sakura setibanya Zero di hadapannya. "Sangat menyenangkan, Ibu. Eather mengajariku beberapa trik untuk melumpuhkan lawan dengan lambat, tetapi menyakitkan. Dia benar-benar hebat," jawab Zero dengan serangkaian pujian untuk sang pelayan setianya. "Terima kasih, Eather. Kau  mau mengajari Pangeran kecilku ini," ucap Sakura pada Eather. "Sudah kewajiban hamba untuk mengajari Pangeran tentang apa pun," jawab Eather dengan menunduk hormat. Eather Reinfox, lelaki bersurai coklat beriris emas, sedikit berkulit gelap, dan memiliki tatto di lengan kirinya itu adalah anak dari keluarga Reinfox yang merupakan keponakan Sebastian. Celia Phanthom adalah ibu dari Eather yang juga sepupu Sebastian, meskipun Sebastian enggan menganggapnya sepupu. Dan Dromeus Reinfox yang merupakan ayah Eather dan ia adalah seorang fallen angel yang tinggal di Kerajaan Phanthom. Eather yang berusia 9641 tahun itu tidak pernah mengeluh akan statusnya yang merupakan seorang keponakan dari seorang Raja besar di negerinya. Meskipun berstatus keponakan, sayangnya Sebastian tidak pernah menganggapnya bahkan tidak memberikan status bangsawan melainkan hanya menjadi seorang pelayan di kerajaannya. Eather bersikap dewasa dan memahami apa yang terjadi pada pamannya itu, mungkin ia akan melakukan hal yang sama jika dirinya berada di posisi Sebastian. Celia sudah menceritakan apa pun yang terjadi pada Eather, semua hal yang membuat pamannya itu berubah seperti sekarang ini. Dan Eather memahaminya, memang awalnya Eather tidak menerima apa yang diperbuat Sebastian pada keluarganya, tetapi setelah Celia menceritakan semuanya saat itu juga, ia pun akhirnya paham. Eather yang memiliki kemampuan hebat dalam bertempur dan menjadi seorang yang paling setia, selalu berada di sisi Nico sejak saat itu dijadikan pelayan pribadi Pangeran. Saat itu juga Eather bersumpah akan selalu melayani sang Pangeran yang merupakan sepupunya itu. "Tolong ajari Zero semua pengalamanmu," pinta Sakura sambil tersenyum manis. "Tentu saja, Yang Mulia Ratu," jawab Eather yang masih memasang wajah datarnya meskipun hatinya senang dengan permintaan Sakura. "Ibu, siapkan monster iblis yang lebih kuat, atau Ibu bisa mengirimku ke medan perang," pinta Zero membuat mata Sakura melotot tidak percaya dengan permintaan putranya. "Aku tidak segila itu mengirim dirimu ke medan perang, Pangeran kecil," jawab Sakura sambil mencubit kedua pipi Zero. "Lagi pula tidak akan ada yang berperang dengan Kerajaan Phanthom." lanjut Sakura, Sebastian kembali terkekeh melihat istrinya dan putranya yang sedang berbincang. "Zero, bersihkan wajahmu dan gantilah pakaianmu dulu," kata Sebastian menginterupsi saat Zero ingin memeluk Sakura. "Baiklah, Ayah Sebastian. Aku pergi dulu, Ibu. Nanti malam bacakan buku tentang manusia padaku," jawab Zero lalu berpamitan dam menghilang begitu saja bersama Eather. Sakura menoleh pada Sebastian yang masih memasang senyum simpulnya. "Ada apa?" tanya Sebastian sedikit terganggu dengan tatapan Ratunya. "Entah mengapa kau  lebih menyeramkan jika tersenyum seperti itu. Pasti kau  sedang merencanakan sesuatu, bukan?" jawab Sakura sambil menopang dagu di atas meja menatap langit. Sebastian tidak menjawab, ia hanya terkekeh lalu berdiri ke belakang Sakura sambil mendekatkan bibirnya di daun telinga Sakura. Membisikkan sesuatu hingga membuat Sakura terlonjak kaget. Hampir saja wajah tampan Sebastian terkena tamparan keras dari Sakura, sayangnya Sebastian menangkap lengan kecil Sakura dengan mudah. "Tidak perlu semarah itu, My Queen," ucap Sebastian sambil menyeringai. "Kau  sudah mulai main kasar rupanya?!" lanjut Sebastian lalu menarik tangan Sakura dan memeluknya erat. "Sebastian, kau  keterlaluan!" Sakura menatap garang sang Raja, tetapi itu tidak meruntuhkan seringaian Sebastian sedikit pun. "Nico!" panggil Sebastian, Nico datang entah dari mana lalu menunduk hormat. "Katakan pada Pangeran kecilku, Ibunya saat ini sedang mendapati hukuman kecil dariku," titah Sebastian. "Yes, My Lord," jawab Nico lalu menghilang ditelan angin. "Sebastian–" "Cukup, aku tidak ingin mendengarnya saat ini. Aku harus mendisiplinkanmu agar tidak melakukan hal kasar pada Raja, My Queen." Senyum manis Sebastian semakin merekah. "Apa kau  akan mengurungku di penjara?" tanya Sakura yang mulai ketakutan, Sebastian mendekatkan wajahnya ke telinga Sakura. "Ya ... penjara yang membuatmu akan terus meneriakkan namaku berkali-kali dengan desahanmu yang indah itu," bisik Sebastian yang langsung membuat wajah Sakura merona merah, Sebastian mulai menggoda Sakura dengan sedikit menjilat daun telinganya. "Ayo kita mulai mendisiplinkan dirimu," kata Sebastian lalu menghilang bersama Sakura.   ***    Zero tengah berendam dengan wewangian lavender, punggungnya kini tengah dibersihkan oleh Eather. Eather benar-benar telaten dalam mengerjakan apa pun, hingga saat ini pemuda bersurai emas di depannya itu tidak pernah membantah perkataannya. Setelah cukup menurut sang Pangeran, Eather langsung bangkit lalu keluar pemandian milik sang Pangeran. Zero mendengkus kasar saat merasakan sang Ratu tengah diculik oleh ayahnya sendiri. "Baiklah kali ini aku tidak akan mengganggu mereka berdua," gumam Zero lalu bangkit dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk lalu memakai pakaiannya yang sudah disediakan Eather. Zero keluar dari pemandian itu dan mendapati Eather yang sedang meletakkan cemilan untuk tuannya. Eather yang selalu berwajah datar itu sudah sangat mengetahui kebiasaan tuannya. Zero melangkahkan kakinya mendekati meja yang sudah tersedia cemilan untuknya. "Anda membiarkan Yang Mulia Ratu bersama Yang Mulia Raja Sebastian, Pangeran?" tanya Eather pada pemuda bersurai emas di hadapannya. "Untuk kali ini saja, sepertinya para ayahku memang sudah muak dengan kelakuanku sejak dulu. Mengganggu aktivitas b******a mereka, kau  seharusnya melihat reaksi mereka saat kuganggu," jawab sang Pangeran sambil terkekeh. "Apa itu rencana Anda untuk tidak memiliki seorang adik?" tanya Eather menebak jalan pikiran tuannya. "Ya, tepat sekali," jawab Zero tersenyum riang lalu menjatuhkan dirinya di atas sofa. "Aku tidak ingin Ibu mati karena telah melahirkan mereka," lanjutnya sambil memakan makanan ringannya. Eather hanya diam tidak ingin berkomentar, tuannya itu meski bertubuh seorang anak kecil berusia 14 tahun, tetapi kepribadian aslinya terkadang berganti-ganti. Di depan semua orang, tuannya itu akan bersikap seperti balita. Sedangkan ketika sudah terjun keluar kerajaan kebuasannya akan muncul. Bukan lagi mencerminkan seorang balita, melainkan seorang dewasa yang gila akan darah. "Eather, bisa ajari aku sesuatu?" pinta Zero yang kini menatap Eather datar. "Apa itu, Pangeran?" jawab Eather sambil memiringkan kepalanya. "Ajariku cara menaklukkan hati wanita." jawab Zero sambil tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya. "Eh? Heeee ...?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD