bc

Suamiku Dikira Miskin

book_age18+
252
FOLLOW
2.1K
READ
family
HE
age gap
confident
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Berawal dari menghadiri undangan pernikahan temannya, Arman Paripurna nekat melamar gadis yang tidak sengaja ia lihat di acara itu. Bermodal banyak tanya, akhirnya Arman berhasil mendapatkan alamat sang pujaan hati tanpa tau siapa namanya. Status jomblo abadi yang begitu melekat padanya di usia kepala tiga, membuat Arman ingin segera melepas masa lajang dan mempersunting gadis pujaan hatinya.

chap-preview
Free preview
Melamar
"Kedatangan saya ke sini, bermaksud melamar anak gadis Bapak dan Ibu!" ucap Arman, menyampaikan tujuannya datang. Beberapa orang yang ada di dalam rumah berukuran sedang itu, terkejut bukan main. Lamaran yang datang mendadak, tentu saja membuat keluarga besar pihak wanita gempar. Terlebih sang pelamar, seorang pria yang tidak diketahui identitasnya. "Hei, situ waras? Melamar anak orang, seperti mau beli kacang saja! Ini anak orang, bukan jajanan di warung!" hardik seorang pria yang usianya sedikit lebih tua dari usia Arman. Arman Paripurna, seorang juragan ayam potong dan telur ayam, berusia tiga puluh satu tahun, tiba-tiba saja datang berkunjung ke salah satu rumah di komplek Gerhana Indah yang terletak di ibukota A. Berawal dari pertemuan yang tidak sengaja di sebuah kondangan. Arman sang jomblo abadi, langsung jatuh cinta pada pandangan pertama pada Maira, gadis yang saat ini ia lamar. Tak ada hujan tak ada badai, lamaran terjadi begitu saja tanpa ada persiapan ataupun cincin lamaran. "Tentu saja saya waras. Kalau tidak waras, mana mungkin saya datang," sanggah Arman, tegas. "Siapa yang mau kamu lamar Nak? Di rumah ini, ada tiga orang anak gadis kami. Dan, ketiganya masih berstatus perawan," tanya ayah sang gadis lembut. Arman terdiam. Ia bahkan tidak pernah sekalipun terlibat perbincangan dengan gadis pujaannya. Ia hanya melihat dari kejauhan, tanpa berani mendekat. Sekarang malah ditanyai nama gadis yang ingin ia lamar. "Em, anu... Sa-saya tidak tau namanya Pak," jawab Arman, tersenyum tak karuan. Suasana yang tadinya hening karena sang kepala keluarga angkat bicara, seketika heboh dan gempar. "Hei, kalau kamu tidak tau nama gadis yang ingin kamu lamar, untuk apa datang?" gerutu pria itu lagu kesal. "Sudah Yah, tidak usah ditanggapi orang seperti ini! Dasar aneh!" umpat pria itu, berbalik menatap sang ayah. "Ilham, diam dulu! Kita dengar dulu penjelasannya!" tegas sang ayah. Pria yang bernama Ilham itu seketika diam. Ia tak berani membantah sang ayah, walau dalam hati ingin sekali memaki Arman. "Maira, Anip, Dania, keluar sebentar!" Panggil sang ayah, memanggil ketiga putrinya. Tak memerlukan waktu lama, tiga anak gadis itu keluar bersamaan. Mereka terlihat bingung, kenapa sang ayah memanggil mereka sedang saat ini ada tamu di sana. "Iya Yah?" tanya Anil, bertanya, mewakili dua orang saudaranya. "Apa dari kalian bertiga, ada yang kenal dengan pria ini?" tanya ayahnya, menunjuk Arman. Tatapan ketiga gadis itu beralih ke arah Arman, yang juga ikut menatap ke arah mereka. Sepersekian detik saling tatap, ketiganya menggeleng bersamaan. "Yakin, tidak diantara kalian bertiga tidak ada yang kenal?" tanya Ilham, meyakinkan. "Tidak Kak, memangnya siapa Bapak itu?" tanya Maira dengan polosnya. Mendengar dirinya dipanggil dengan sebutan bapak, Arman sontak saja tidak terima. "Maaf ya, saya ini masih muda. Bukan bapak-bapak!" tegas Arman kesal. " Sekarang, diantara tiga orang putri saya ini. Yang mana, yang ingin kamu lamar?" tanya sang ayah, menunggu jawaban. "Dia Pak, dia orangnya!" Tunjuk Arman, ke arah gadis yang tadi menyebutnya bapak. "Aku? Lamar? apa maksudnya ini Yah?" tanya gadis itu, terkejut dan tentu saja tidak terima. "Maira, pria ini datang ke sini dengan tujuan ingin melamar kamu. Apa kamu bersedia?" tanya sang ayah, bicara dengan lembut. Gadis bernama Maira itu, terkejut bukan main. Ia bahkan tidak mengenal pria itu sama sekali, sekarang malah ingin dijadikan istri dari pria asing. "Tidak mau Yah!" tolaknya cepat. "Sudah Mai, terima saja! Lagi pula, ini kesempatan untuk kamu yang sedang patah hati. Calon suami kamu kan sudah meninggalkan kamu di detik-detik acara pernikahan. Lalu, apa lagi yang kamu pikirkan? sudah terima saja, jangan jual mahal!" ucap Dania, tersenyum sinis. Tak terima kisah asmaranya yang sudah kandas dibongkar di depan orang asing yang tidak dikenal. Maira sontak saja marah. Ia berbalik menatap Dania, kakak perempuannya. Kilat kemarahan terlihat jelas dari kedua matanya yang menatap tajam. "Aku gagal menikah juga karena Kakak! Kalau saja Kakak tidak bermain api di belakangku, aku tidak mungkin batal menikah. Kakak yang merebut Bima!" "Aku merebut? Siapa bilang? Apa semua itu salahku? Bima sendiri yang mengejarku, apa aku salah?" tanya Dania, tanpa rasa bersalah sedikitpun bersikap angkuh. "Seekor semut, tidak akan pernah masuk ke dalam toples gula, kalau toples itu tidak pernah dibuka sama sekali!" sindir Maira, lalu membuang wajahnya ke arah lain. Mendengar perdebatan dua orang putrinya. Sang ayah melirik sekilas ke arah Arman. Ia merasa malu dan tidak enak, karena masalah keluarganya harus diketahui oleh orang asing. "Dania, Anil, kalian masuk ke dalam! Biarkan Maira tinggal di sini sendirian!" titah sang ayah. Maira mendengus kesal. Sebenarnya, ia masih ingin memaki sang kakak. Tapi apa daya, perintah sang ayah adalah hal mutlak dan tidak boleh ditolak atau disanggah sama sekali. "Mai, duduk di sini!" Panggil sang ibu, menepuk sofa empuk di sampingnya. Dengan perasaan canggung, Maira mendekat dan mendaratkan bokongnya ke sofa. Ia duduk berseberangan dengan Arman, yang dari tadi masih menatapnya lekat. "Ehem... Maaf sebelumnya, nama kamu siapa? Dari tadi kita membahas soal lamaran, tapi kami sendiri tidak tau siapa kamu dan nama kamu," ucap ayah Maira, mencairkan suasana. Arman terkesiap. Tatapannya langsung beralih ke arah calon ayah mertua. "Nama saya Arman Paripurna, Yah," jawab Arman, tanpa malu ikut memanggil ayah. Ilham yang dari tadi diam saja, kini kesal bukan main dengan tingkah Arman. "Heh, kalau bicara itu yang sopan! Memangnya ini ayah kamu? Sejak kapan ayah kami menikah dengan ibu kamu, hah?" "Maaf ya, saya tidak bicara dengan situ! Ini masalah keluarga. Lebih baik, yang tidak berkepentingan keluar saja!" sahut Arman, dengan santainya. Merasa diremehkan dan dianggap orang asing, Ilham berdiri dan menatap nyalang Arman. "Jaga bicara kamu! Aku ini kakak tertua dari gadis yang mau kamu lamar! Kalau aku tidak mengijinkan kamu menikahi adikku, kamu mau apa, hah?" bentak Ilham, kesabarannya benar-benar diuji. Wajah Arman seketika memerah mendengar pengakuan Ilham. Ia tak menyangka, jika pria yang ia sebut orang asing, adalah calon kakak iparnya sendiri. Namun rasa gengsi meminta maaf sangat tinggi, Arman merubah ekspresinya agar terlihat biasa saja. "Oh, situ calon kakak ipar saya? Tenang saja calon kakak ipar, kalau situ tidak mau mengijinkan. Saya akan minta ijin pada calon ayah mertua saja. Kan, restu dan wali nikah nanti, ada di tangan calon ayah mertua?" sahut Arman sesantai mungkin.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook