Adisa 34

1065 Words
Malam ini Adisa dan Haga sedang berada di kamar milik Adisa, mereka berdua sedang membereskan baju Adisa yang akan ia bawa ke Australia dan Canada dua hari lagi. Mereka akan berlibur selama dua minggu, untuk mengisi kekosongan waktu sekolahnya di saat libur nanti. Haga juga sudah sangat excited untuk mengenalkan Adisa kepada keluarga dan teman-temannya, dirinya terus membicarakan keadaan di kampung halamannya itu dari dua hari lalu. "Iya Ca, pasti nanti temen-temen aku suka banget deh sama kamu. Soalnya waktu aku telepon kemarin, mereka nggak sabar mau ketemu sama kamu," ucap Haga yang sedang memasukkan baju-baju Adisa ke dalam koper berwarna dark roast itu. "Kamu cerita kayak gimana Ga?" "Kepo banget deh lo haha, rahasia dong," jawab Haga mengejek Adisa dengan menjulurkan lidahnya. "Ish yaudah!" seru Adisa lalu ia beralih mencari baju yang akan ia bawa lainnya. "Itu berisik banget sih Fattah nelpon terus, blokir aja Ca," celetuk Haga kesal karena nada dering ponsel Adisa terus menerus berbunyi tak henti-henti. Adisa terkekeh lalu mengambil ponselnya. "Kalo cemburu bilang aja," ejek Adisa dan langsung mematikan telepon genggam berwarna putih itu. "WHAT?!" teriak Haga sambil menjambak rambutnya tak percaya. "Kalo lo berantem sama Fattah jangan bawa-bawa nama gue," sambung Haga dan lagi-lagi Adisa terkekeh. "Nggak, eh tapi sekarang Fattah sibuk. Mungkin karena udah mulai menjabat jadi keua OSIS kali ya jadi sibuk, tapi lo dulu nggak sibuk ah," gumam Adisa, Haga tertawa. "Ya begitulah cowok Ca, mereka berjuang mati-matian untuk dapetin cewek yang dia suka, tapi kalo udah mereka dapetin yaudah. That's why aku nggak mau pacaran sama kamu, dan memilih untuk tetap kayak sekarang ini, walaupun aku tau kamu nggak akan nolak kalau aku ajak pacaran. Iya kan Ca?" ejek Haga dengan menggerakkan alisnya keatas dan kebawah secara bergantian. Adisa menatap Haga dengan tatapan tajam lalu-- "Sakit Ca, woi udah gila ya lo!" seru Haga kesakitan saat Adisa tiba-tiba mencekek lehernya. "Lagian lo mah kalo ngomong ih nggak di pikir dulu," balas Adisa lalu melepaskan tangannya dari leher Haga. "Kan emang iya," goda Haga lagi dan Adisa langsung mengambil bantal untuk memukuli tubuh laki-laki yang ada di hadapannya itu. "Ga ih lo kayaknya harus secepatnya pacaran sama Cici Xia deh," ungkap perempuan itu. "Pacarannya sama Xia, tapi nikahnya sama lo. Gimana, deal nggak?" goda laki-laki itu yang membuat sang wanita tersenyum malu dan salah tingkah. "Gue kira lo beda dari kebanyakan cowok lainnya, tapi sama aja. Bye!" ucap Adisa dan langsung meninggalkan Haga sendirian di dalam kamarnya. *** Pagi ini pukul setengah tujuh, Stacy, Benjamin, Haga dan Adisa sudah rapih dengan barang bawaannya masing-masing, mereka akan berangkat menuju ke Australia untuk menonton konser yang sudah Haga pesan khusus untuk Adisa seorang dan akan dilanjutkan ke Canada untuk mengunjungi sanak saudara dari Haga untuk memperkenalkan Adisa kepada mereka semua. "Udah kan nggak ada yang ketinggalan ya? Handphone sama powerbank itu hal penting, harus selalu kalian bawa saat bepergian diluar nanti. Yuk Pak kita langsung ke bandara aja," ucap Stacy yang duduk bersama Benjamin di tengah sedangkan Haga dan Adisa duduk di kursi paling belakang sambil memainkan anjing kecil milik Haga. "Emang boleh Ga bawa hewan peliharaan ke dalam pesawat?" tanya Adisa. "Boleh, Mommy udah urus semua surat-surat jadi boleh di bawa si Doki ini," "Oh iya di Australia, Mommy cuman pesan satu kamar hotel. Tapi didalamnya ada dua kamar dan ruang tamu, so nanti kalian berdua tidur di kamar yang sama no problem ya?" jelas Stacy lalu Haga dan Adisa saling pandang dengan tatapan kagetnya. "Kenapa nggak Mommy sama Dica, dan aku sama Daddy?" "Kalian keberatan kah? Kalau kalian keberatan, Mommy pesan dua kamar lagi untuk kalian," "Oke Mom stop, it's enough. Thanks," balas Haga yang sudah tau apa yang dimaksud oleh Ibundanya tersebut. "Okey nanti kalian tidur di barengan ya, lagipula hanya untuk satu malam dan besok paginya kita sudah harus berangkat ke Canada," "Okey Mom," jawab Haga lalu melirik kearah Adisa yang sudah mulai mengantuk dan memejamkan matanya. Haga perlahan-lahan mengambil kepala Adisa lalu ia letakkan di pahanya, ia tidak mau sahabatnya itu sakit di bagian lehernya. Haga tersenyum manis melihat wajah cantik Adisa yang berada tepat di depannya itu. "Ca, Tuhan sedang tersenyum waktu nyiptain kamu," Laki-laki itu mengalihkan rambut Adisa yang menutupi sebagian wajahnya. "Lo tidur mangap aja cantik gila Ca, gue jadi penasaran seberapa cantik Buna dan Ayah lo," gumam Haga lalu Stacy menoleh kearah belakang untuk melihat anak laki-lakinya itu. "So beautiful, right?" gumam Stacy melihat Adisa dan beralih menatap anak semata wayangnya itu. Haga mengangguk lalu menunggingkan senyumnya. "How can this girl so pretty? Katanya Tuhan maha adil, tapi buat kecantikan Adisa ini nggak adil karena sudah kelewatan Mom. Cewek-cewek diluar sana pasti pada insecure," balas Haga dan Stacy menggelengkan kepalanya mendengar jawaban dari anak laki-lakinya itu. "Karena diatas langit masih ada langit, Adisa memang cantik, tapi pasti ada yang lebih cantik dari Adisa. Mommy contohnya, benar kan Dad?" Benjamin mengangguk. "Haduuuh Mom, stop it. Iya Haga tau Mommy cantik, tapi ahh just forget about it Mom," gumam Haga dan Stacy terkekeh. "Okey apologize me, my man," rayu Stacy sambil mencolek dagu anaknya. "Mom, stop it, please. Nanti Dica bangun," protes Haga kemudian Stacy mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya. "Okey peace, sorry honey," balas Stacy lalu perempuan itu kembali menghadap ke depan. "By the way Mom, Haga kenapa nangis waktu Daddy habis dari Palembang? Adisa have a boyfriend?" celetuk Benjamin yang membuat anak laki-lakinya itu membelalakkan matanya. "Dad, c'mon, please speak slowly. Haga malu kalau Adisa denger nanti," balas Haga berbisik sambil menutup telinganya. "I just asking, what's wrong bro?" "Iya Dad, Adisa punya pacar dan yang ngizinin Adisa pacaran itu Haga, tapi dia yang galau," celetuk Stacy yang membuat mood Haga semakin memburuk. "Can you spill the tea, please," "Okey, first, do you remember when Haga's leg is broken? Nah disitu Haga kalah balapan sama pacarnya Adisa," ucap Stacy dan Benjamin langsung membelalakkan matanya kemudian beralih menatap wajah Haga. "That's real?" tanya Benjamin lalu Haga menganggukkan kepalanya perlahan. Benjamin langsung mengusap gusar wajahnya dan menjambka rambutnya yang sudah mulai berwarna putih itu. "Kenapa yang turun ke dia itu sifat bucin ku ya Tuhan," gumam Benjamin. "Haga, lain kali jangan terlalu nekat untuk melakukan hal-hal nggak masuk akal kayak gitu ya. Apalagi hanya untuk memperebutkan perempuan, untung kamu cuman patah kaki Ga," sambung Benjamin dengan wajah pasrah yang membuat Stacy menahan tawanya. "Lagipula kamu nggak berjuang pun nanti endingnya tetep sam--," gumam Benjamin dan Stacy langsung menutup mulut suaminya tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD